Ribut Soal Banjir dengan Anies: Kisah di Sukamahi Inikah yang Bikin Jokowi Kesal?
Jumat, 3 Januari 2020 19:20 WIB![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/all/2020/01/03/f202001032023345.jpg)
![img-content](https://webtorial.tempo.co/mulyana/indonesiana/desktop/assets/image/ads/adsartikel.png)
Polemik mengenai solusi banjir di Ibukota masih memanas. Pemerintah pusat sebetulnya sudah memiliki rencana, mulai normalisasi seluruh suangai di Jakarta hingga sodetan sungai Ciliwung. Hanya selamai ini burang berjalan mulus karena pemerintah DKI terlihat lamban membebaskan tanah.
Polemik mengenai solusi banjir di Ibukota masih memanas. Pemerintah pusat sebetulnya sudah memiliki rencana, mulai dari normalisasi seluruh sungai di Jakarta hingga sodetan Ciliwung. Hanya selama ini kurang berjalan mulus karena pemerintah DKI terlihat lamban membebaskan tanah.
Pemerintah DKI juga memiliki konsep sendiri yang agak berbeda, yakni naturalisasi sungai, bukan normalisasi. Tapi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa perbedaan itu tidak penting karena intinya sungai harus dilebarkan.
Basuki juga enggan melanjutkan debat dengan Gubernur Anies, mana yang lebih efektif. "Itu harus dilihat detail. Harus lihat skemanya. Saya enggak mau debatlah. Saya tidak dididik untuk berdebat," ujarnya, 3 Januari 2020.
Ia hanya menegaskan bahwa pemerintah menanggulangi banjir di kawasan Jabodetabek mulai dari hulu hingga ke hilir.
"Di bagian hulu, kami meneruskan pembangunan bendungan di Sukamahi dan Ciawi yang kita percepat tahun ini. Tanahnya sudah bebas 90 persen lebih," kata Basuki. Program pembangunan dua bendungan itu sudah 45 persen dan tahun ini selesai.
Kemudian, di hilir, langkah yang dilakukan adalah normalisasi atau naturalisasi sungai. Ada pun untuk sodetan dari Sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur, lanjut Basuki, bisa mengurangi beban Ciliwung. Rampungnya sodetan ini memang masih menjadi pekerjaan rumah karena tergantung pada pembebasan lahan oleh Gubernur DKI.
Kisah Ciawi & Sukamahi 2018
Di balik kisruh soal solusi banjir antara Gubernur DKI dan Pemerintah Jokowi, rupanya sudah ada kisah yang berkaitan sebelumnya.
Dua tahun lalu, sudah ada pertemuan antara Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Saat itu Anies diundang untuk ikut meninjau bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi.
"Bendungan Sukamahi diperkirakan mengurangi banjir di Jakarta 30 persen. Gede banget," kata Jokowi di Bogor, 26 Desember 2018. Menurut Jokowi, masalah yang menghambat pembangunan kedua bendungan penahan banjir kiriman ke Jakarta itu adalah proses pembebasan lahan.
Selain Anies, dalam kunjungan itu, Jokowi juga didampingi Mensesneg Pratikno, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Wagub Jabar Uu Ruzhanul. Saat itu, Bendungan Sukamahi baru mencapai 15 persen dan Bendungan Ciawi sekitar 9 persen.
Nah, ujung-ujungnya saat itu Jokowi juga mengingatkan Gubernur Anies soal penanganan banjir di hilir. Menurut Jokowi pembangunan dua bendungan itu merupakan salah satu antisipasi banjir di Jakarta yang dikerjakan di hulu. "Tetapi memang harusnya di hulu berjalan, di hilir berjalan," kata Jokowi.
Antisipasi banjir Jakarta di hilir, antara lain normalisasi Ciliwung, pembangunan sodetan Ciliwung ke BKT, pembuatan sumur resapan, dan pembersihan drainase. "Kalau itu semua dikerjakan, Insya Allah mengurangi banyak," kata Presiden saat itu.
Selanjutnya: di hulu ada progres...
<--more-->
Di hulu ada progres, di hilir tersendat
Dua bendungan di hulu itu hingga kini memang belum selesai. Hanya, ada kemajuan seperti klaim Menteri Basuki yang sudah mencapai 90 persen dalam pembebasan tanah. Adapun yang merisaukan adalah penanganan di bagian tengan dan hilir, normalisasi sungai dan pembuatan sodetan.
Proyek ini tersendat sejak 2018 karena tidak ada kerjasama yang mulus antara pemerintah pusat dan daerah. Pusat bertugas membantu normalisasi sungai dan sodetan. Adapun pemerintah daerah bertugas membebaskan lahan.
Soal pembebasan lahan itu tampak juga akan tertunda lagi. Pemerintah DKI sempat menyiapkan anggaran sekitar Rp 160 miliar. Tapi karena APBD 2020 terancam defisit, anggaran itu dicoret. Dengan kata lain tak ada lagi normalisasi sungai besar-besaran hasil kolaborasi pemerintah pusat dan daerah pada 2020 ini.
Bagaimanapun,pemerintah DKI semestinya memprioritaskan normalisasi atau naturalisasi sungai karena hal itu sudah menjadi amanat Perda No. 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
Dalam Pasal 21 Ayat ( 3) dinyatakan bahwa Rencana prasarana drainase dengan tujuan sebagai berikut:
- perwujudan normalisasi kali untuk mengalirkan curah hujan dengan kala ulang 25 sampai 100 tahunan;
- peningkatkan kinerja sistem polder (waduk, pompa danmsaluran sub makro/penghubung) untuk mengalirkan curah hujan dengan kala ulang 10 sampai 25 tahunan;
- peningkatkan kinerja saluran mikro untuk mengalirkan curah hujan dengan kala ulang 2 (dua) sampai 10 (sepuluh) tahunan; d. penataan disepanjang aliran sungai, kali, kanal, waduk, situ, danau, dan badan air lain;
- pembangunan jalan inspeksi di sepanjang pinggir sungai, kali, kanal, waduk, situ, dan danau;
- pembangunan menghadap badan air;
- tidak mengubah fungsi dan peruntukan.
Selanjutnya: Tak membuat Pergub darurat banjir?
<--more-->
DKI tak bikin Kontijensi plan?
Usulan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan instruksi presiden mengenai rencana darurat (contingency plan) amat menarik. Soalnya, memang belum semua daerah memiliki.
"Kami juga mengusulkannya kepada Bapak Presiden karena hampir setiap tahun kita mengalami peristiwa yang rutin," kata Kepala BNPB, Doni Monardo, 3 Januari 2020.
"Nah dengan adanya Inpres ini diharapkan nanti seluruh komponen pusat yang ada di daerah termasuk unsur TNI/Polri dapat mengingatkan pada para kepala daerah untuk mengambil langkah-langkah mulai dari kesiapsiagaan dan upaya-upaya mitigasi dan juga kewaspadaan," ujarnya.
Doni mengatakan Jokowi telah menugaskan Seskab Pramono Anung untuk mempercepat penerbitan Inpres ini. Dia pun menegaskan bahwa Inpres ini tidak hanya menyasar Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten yang saat ini terdampak banjir. "Inpres nanti berlaku untuk nasional, bukan hanya daerah itu saja," pungkasnya.
Kalau kita riset, sejak 2014 hingga 2017, Pemeritah DKI selalu mengeluarkan Peraturan Gubernur mengenai Kontinjensi Plan penanganan banjir. Kontijensi Plan banjir itu dituangkan dalam Pergub No 39/2014, Pergub no. 14/2015, Pergub no. 30/2016, dan Pergub No. 15/2017.
Jadi setiap tahun ada update data fokus persiapan penanganan banjir di setiap kelurahan. Hanya sejak 2018, tidak ada lagi pergub serupa. Mungkin ada perubahan pola kerja atau aturan. Yang pasti sulit menemukan pergub serupa pada era sekarang.
Payung hukum itu sebetulnya merupakan dasar BPBD bekerja. Hanya, upaya menelusuri hal itu juga terkendala lantaran sulit mengakses situs BPBD DKI, yakni bpbd.jakarta.go.id, alamat situs lembaga ini yang dicantumkan di media sosial.
Rupanya, memang ada perubahan pola penanganan. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan penanganan banjir di DKI sudah berjalan sampai tingkat kelurahan.
"Sebenarnya di Jakarta itu, pengendalian tingkat lurah. Ini kan sebenarnya tingkat kota tapi di kasih nama provinsi, dan jangkauan dekat-dekat," ucap kata Anies kepada pers, 3 Januari 2020.
***
![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/profile-default.jpg)
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/all/2020/01/23/f202001231532581.jpg)
Kisruh Monas, Anak Buah Anies Sebut Cagar Budaya Cuma Tugu? Duh, Keliru Lagi
Kamis, 23 Januari 2020 14:46 WIB![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/all/2020/01/20/f202001201153474.jpg)
Gawat, Presiden Jokowi Diprediksi Tak Sampai Selesai 2024: Begini Alasannya
Senin, 20 Januari 2020 11:28 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler