x

Omnibus Law

Iklan

Lalu Muh Salim Iling Jagat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 Oktober 2019

Senin, 24 Februari 2020 16:20 WIB

Proses Pembuatan RUU Cipta Kerja, Tidak Aspiratif, Partisipatif, Juga Tidak Demokratis.

Publik dibuat ramai dengan hadirnya RUU Cipta Kerja yang sering disebut sebagai Omnibus Law atau Undang-undang Sapu Jagat. Ramai bukan karena tebal dan target peyelesaian RUU tersebut, tetapi terkait proses pembuatannya, juga substansinya yang dinilai memperburuk kondisi di banyak sektor yang menyangkut kehidupan publik. Proses pembuatannya yang begitu senyap dan diam-diam sama sekali tidak melibatkan partisipasi publik menuai banyak kritikan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Publik dibuat ramai dengan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) yang sering disebut sebagai Omnibus Law atau Undang-Undang Sapu Jagat. RUU yang begitu tebal, RUU dan Naskah Akademiknya jika digabung tebalnya mencapai 2.509 halaman dengan target selesai pembahasan selama seratus hari kerja.[1]

Ramai bukan karena tebal dan target selesai RUU tersebut tentunya. Akan tetapi terkait proses pembuatannya, juga substansinya yang dinilai oleh banyak pihak memperburuk kondisi di banyak sektor yang menyangkut kehidupan publik.

Proses pembuatannya yang begitu senyap dan diam-diam sama sekali tidak melibatkan partisipasi publik menuai banyak kritikan. Sekjend GSBI Emilia Yanti misalnya, dalam pernyataannya di media mengatakan bahwa: “Pemerintah tertutup dan tidak melibatkan partisipasi publik dalam hal ini buruh dan para serikat buruh secara luas membahas Omnibus Law”.[2]

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kenyataan di atas memang persoalan lama yang tak kunjung selesai. Seringkali DPR, DPD, dan Presiden selaku penguasa yang memiliki kewenangan membentuk Undang-Undang kurang aspriratif dan tidak parsitipatif.

Mahfud MD yang notabene sekarang berada dalam pihak penguasa yang membuat RUU Cipta Kerja pernah mengatakan dalam bukunya terbitan 2010 silam yang berjudul ”Perkembangan Politik Hukum: Studi tentang Pengaruh Konfigurasi Politik terhadap Produk Hukum di Indonesia”.[3]  Dalam buku tersebut Mahfud MD menulis, terkait dengan pembentukan undang-undang yang aspiratif dan partisipatif, di dalamnya mengandung dua makna, yaitu: proses dan subtansi.

Proses, dikatakan oleh Mahfud adalah mekanisme dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang harus dilakukan secara transparan, sehingga dari aspirasi, masyarakat dapat  berpartisipasi memberikan masukan-masukan dalam mengatur suatu permasalahan.

Substansi, oleh Mahfud dikatakan adalah materi yang akan diatur harus ditujukan bagi kepentingan masyarakat luas, sehingga menghasilkan suatu undang-undang yang demokratis, aspiratif, partisipatif, dan berkarakter responsif atau populis

Artinya bahwa, mengacu pada tulisan Mafud MD tersebut, dapat dikatan bahwa dalam proses pembuatannya, RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang tidak aspiratif, partisipatif, juga demokratis. Dengan karakter RUU tersebut tidak responsif atau populis.

 

            [1]https://katadata.co.id/berita/2020/01/26/dpr-optimistis-ruu-omnibus-law-selesai-dalam-100-hari    

            [2] https://www.radarkotanews.com/sekjend-gsbi-menyayangkan-statemen-menaker-ri-tentang-omnibus-law/

            [3] Mahfud MD, Perkembangan Politik Hukum: Studi tentang Pengaruh Konfigurasi Politik terhadap Produk Hukum di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo, 2010, hal. 363.

Ikuti tulisan menarik Lalu Muh Salim Iling Jagat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler