x

Pelatihan Jurnalistik Tempo Institute

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 8 Maret 2020 18:57 WIB

Jurnalis Bebas yang Adil, Jangan Lupa Kepada Siapa Seharusnya Berpihak

Kebebasan hanyalah salah satu aspek dari kebutuhan para jurnalis agar dapat menjalankan tugasnya, namun--sekali lagi--pertama-tama kebebasan itu berasal dari nuraninya sendiri, apakah ia ingin menjadi manusia bebas, jurnalis yang bebas, atau jurnalis yang berpihak kepada kaum elite dan kekuasaan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Di manakah sumber kebebasan yang diinginkan oleh para jurnalis? Apakah jurnalis sepenuhnya benar ketika menyalahkan rezim otoriter sebagai pemasung kebebasan pers? Bagaimana dengan sikap para jurnalis yang menghambakan diri kepada rezim justru di era demokrasi? Kebebasan pers, yang pada akhirnya kebebasan jurnalis, mula-mula bersumber pada nurani para jurnalis sendiri. Lihatlah, betapa banyak jurnalis yang memilih berpihak kepada para pemilik modal, yang di masa kini juga sekaligus politikus ataupun pejabat publik, padahal kekangan terhadap kerja jurnalistik relatif kendor.

Sebagian jurnalis menulis berita-berita dengan mengikuti preferensi politik mereka, sehingga mereka cenderung bias dalam memandang persoalan dan kehilangan daya kritis. Mereka tidak memiliki niat yang kuat untuk membebaskan diri dari preferensi politik demi tujuan yang lebih luhur, yaitu melindungi kepentingan masyarakat banyak. Bias politik membuat para jurnalis keliru dalam menimbang situasi, terlalu berlebihan menaruh harapan, namun akhirnya mereka menyadari setelah harapan itu tergerus.

Para jurnalis itu barangkali berpikir positif dan tidak menaruh prasangka, bahkan mungkin juga tidak memiliki cadangan sikap kritis, tatkala membela preferensi politiknya. Mereka bersikap seperti itu karena dilandasi niat melindungi masyarakat dari kemungkinan pilihan politik yang salah, sebab para jurnalis merasa lebih tahu dan lebih mengerti dibandingkan masyarakatnya. Demi preferensi politik itu, para jurnalis membangun sejumlah argumen yang memang masuk akal, akan tetapi tetap saja memiliki kekurangan yaitu mereka tidak menyadari bahwa pilihan mereka atas preferensi politiknya bisa jadi salah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kesalahan hanya dapat diketahui setelah sesuatu terjadi, dan dalam politik kekuasaan tidak setiap hal yang salah akan mudah dikoreksi, sebagaimana halnya siasat yang buruk terlihat nyata namun tidak tergoyahkan. Jika para jurnalis kemudian menyadari bahwa dukungan tanpa reserve terhadap preferensi politik ternyata berdampak kurang bagus bagi masyarakat, maka kesadaran itu sudah lumayan. Lebih bagus lagi apabila para jurnalis kemudian berpaling kembali kepada tugas dan kewajiban pokok mereka kepada masyarakat: melindungi masyarakat dengan menyajikan kebenaran yang adil serta menunaikan kembali fungsinya sebagai penjaga yang kritis terhadap jalannya pemerintahan.

Tak semua jurnalis menginsafi kembali tugas pokoknya, karena mereka secara sadar memilih bekerja untuk para pemilik media, yang sekaligus politikus, yang sekaligus pengusaha, yang sekaligus juga pejabat publik. Mengapa para jurnalis ini memilih berpihak kepada para elite tersebut ketimbang kepada masyarakat yang nirmedia, bukan politikus, pekerja mandiri, serta rakyat jelata dalam arti sesungguhnya? Bila para jurnalis ini menyangka bahwa dengan menempel pada para elite ini mereka dapat menjalankan fungsinya sebagai pelindung masyarakat, itu sungguh sangkaan yang keliru. Sebab, kapan saja mereka dapat didepak dari ruang berita.

Kebebasan hanyalah salah satu aspek dari kebutuhan para jurnalis agar dapat menjalankan tugasnya, namun--sekali lagi--pertama-tama kebebasan itu berasal dari nuraninya sendiri, apakah ia ingin menjadi manusia bebas, jurnalis yang bebas, atau jurnalis yang berpihak kepada kaum elite. Dengan menjadi juru kampanye mereka, misalnya, di masa pemilu, jurnalis telah menyerahkan kebebasannya. Para jurnalis seperti ini patut merenungkan kembali posisinya jika ia masih menuntut kebebasan, sebab pada dasarnya ia telah menyerahkan kebebasannya bahkan sebelum direnggut oleh orang lain.

Betapa berbahaya preferensi politik yang berlebihan, apalagi keberpihakan politik yang terang-benderang, manakala masyarakat tidak sedang dihadapkan pada situasi genting yang memaksa jurnalis untuk berpihak kecuali untuk kemaslahatan rakyat. Ketika masyarakat masih mampu menentukan pilihannya dengan jernih, para jurnalis harus menahan diri untuk bersikap berlebihan dalam mendukung preferensi politiknya. Dalam batas tertentu, para jurnalis ini masih dapat mengambil jalan yang lebih dewasa dalam menjalankan tanggungjawabnya melindungi masyarakat maupun menjaga keberlangsungan demokrasi yang sehat dengan bekerja secara lebih adil. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu