x

Finalis enam besar Puteri Indonesia 2020, Kalista Iskandar. Instagram

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 9 Maret 2020 13:11 WIB

Kalista Iskandar Lupa Teks Pancasila, Belum Tentu Orang Lain Lebih Pancasilais

Tidak setiap orang yang tidak hapal Pancasila, baik karena gugup demam panggung ataupun tidak, lantas layak dicap ia kurang atau bahkan tidak Pancasilais. Begitu pula, tidak setiap orang yang hapal nglonthok kelima sila pantas menyebut diri lebih Pancasilais.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Ketegangan malam puncak Pemilihan Puteri Indonesia 2020, Jumat malam lalu (6 Maret 2020), pecah oleh riuh rendah respons hadirin yang menyaksikan Kalista Iskandar silap lidah dalam mengucapkan sila ke-4 dan ke-5 Pancasila. Bahkan, di laman media, Kalista juga disoraki. Padahal, mungkin saja dia lagi grogi alias demam panggung saat itu.

Silap lidah semacam dialami Kalista itu sebenarnya manusiawi belaka, siapapun bisa mengalami situasi ketika benak kita tiba-tiba ... blank... kosong, sehingga yang keluar dari mulut kita tidak klop dengan yang semestinya. Pembawa acara di radio, panggung 17-an, mantenan, hingga acara televisi, seperti juga diakui oleh Najwa Shihab, bisa saja mengalami hal serupa.

Agak berlebihan bila Kalista dituding, calon puteri Indonesia kok tidak hapal sila-sila Pancasila. Membaca komentar-komentar yang muncul di lama media sosial maupun media massa online ada kesan bahwa sebagian masyarakat kita memang senang merundung orang yang lagi kesusahan, apes, ditimpa musibah, bahkan sekedar alpa--pokoknya, segala pengalaman kurang menyenangkan yang bisa dialami juga oleh siapapun, termasuk yang senang membuli itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Para pembuli atau perundung itu telah menunjukkan sikap yang tidak empatetik kepada Kalista, seakan-akan ia telah melakukan kesalahan yang sangat besar. Padahal, empati juga cerminan dari nilai sila Pancasila (begitu karta para penafsir Pancasila yang hebat-hebat), jadi kenapa lantas membuli orang yang lagi apes?

Taruhlah misalnya ia memang tidak hapal Pancasila, belum tentu ia tidak Pancasilais. Sangat mungkin ia tidak hapal sila-silanya secara lisani, tapi ia seorang Pancasilais secara praktisi. Ia mungkin saja seorang praktisi Pancasila yang sudah menerapkan nilai-nilainya dalam hidup sehari-hari: tidak angkuh sebab selalu ingat bahwa ada yang jauh lebih hebat ketimbang dirinya, berjiwa sosial dan dermawan kepada kaum fakir dan nirdaya, menjaga relasi baik dengan banyak orang dari beragam suku dan agama, mau mendengarkan suara orang kecil dan tidak berkuasa, bersikap dan bertindak adil walaupun kepada orang yang memusuhinya. Dan, itu tadi, bersikap empatetik dan tidak menertawakan orang yang lagi apes ataupun lupa.

Begitu pula sebaliknya, belum tentu orang-orang yang mengaku 'hapal sampai nglonthok' kelima sila itu lantas serta-merta seorang Pancasilais sejati atau lebih Pancasilais dibandingkan dengan Kalista. Cobalah sekali-kali para pembuli itu diuji hapalannya di panggung acara RT/RW, pasti luluskah mereka? Belum tentu. Bisa gugup juga, selip lidah juga. Coba pula tes para politikus dan pejabat publik, apakah pasti mereka hapal kelima sila itu dan mampu mengucapkannya dalam waktu singkat. Mungkin mereka pakai mikir dulu, mengingat-ingat dulu atau dibisiki lewat earphone oleh ajudannya. Siapa tahu? Itu kalau kita berprasangka buruk pada orang lain.

Intinya sederhana saja adalah tidak setiap orang yang tidak hapal Pancasila, baik karena gugup demam panggung ataupun tidak, lantas layak dicap ia kurang atau bahkan tidak Pancasilais. Begitu pula, tidak setiap orang yang hapal nglonthok kelima sila pantas menyebut diri lebih Pancasilais. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 jam lalu

Terpopuler