Retail Recovey Bond untuk ASN, Mungkinkah?
Oleh: Makmun Syadullah
Peneliti Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu
Covid-19 sudah dapat dipastikan berdampak negatif terhadap perekonomian dan ujung-ujungnya penerimaan negara juga terkena imbasnya. Menurut prediksi Menteri Keuangan, Sri Mulyani, pendapatan negara akan turun sebesar 10 persen di tahun ini, akibat wabah COVID-19 itu terutama akan terjadi di sisi penerimaan perpajakan. Penerimaan perpajakan turun akibat kondisi ekonomi melemah, adanya dukungan insentif pajak dan penurunan tarif PPh. Sementara itu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga mengalami penurunan akibat jatuhnya harga komoditas, terutama minyak bumi.
Sebagaimana diketahui bahwa dari sisi perpajakan, sejumlah insentif yang degelontorkan pemerintah untuk badan usaha antara lain penurunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 25 persen menjadi 22 persen untuk tahun pajak 2020 dan 2021. Sementara di tahun 2022, tarif PPh Badan kembali turun mennjadi 20 persen.
Penurunan tarif PPh Badan Go Public juga dilakukan, yakni 3 persen lebih rendah dari tarif umum PPh. Rinciannya: 19 persen di tahun pajak 2020 dan 2021, serta 17 persen mulai tahun pajak 2022 dengan persyaratan tertentu (40 persen saham go public dan syarat tertentu lainnya).
Bertolak belakang dengan penurunan penerimaan negara, dari sisi pengeluaran sebaliknya mengalami pembengkakan akibat adanya tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan dampak Covid-19 kurang lebih sebesar Rp 405,1 triliun. Sebagai konsekuensi dari turunnya penerimaan dan membengkaknya belanja negara adalah melakukan penghematan dengan menyisir pos-pos belanja negara yang memungkinkan untuk dipotong, ditunda pembayarannya atau mungkin juga dibayar dengan metode lainnya.
Salah satu pos belanja negara yang berpotensi terkena sasaran penghematan adalah gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR) untuk aparatur sipil negara (ASN). Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada 6 April lalu, Presiden Joko Widodo tengah melakukan beberapa pertimbangan terkait pembayaran kedua pos ini terkait dengan belanja pemerintah yang mengalami tekanan. Menteri Keuangan sebagai Bendahara Negara belum memberikan rincian lebih lanjut terkait skema pembayaran gaji ke-13 dan THR kepada ASN, apakah bakal dipangkas besarannya atau ditunda penyalurannya.
Selama ini pencairan gaji ke-13 dan THR kepada ASN secara signifikan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri melalui peningkatan konsumsi rumah tangga. Memperhatikan dampak positif tersebut, maka pemotongan pembayaran gaji ke-13 dan pemberian THR akan semakin memperburuk keadaan di tengah penyebaran virus Corona.
Penerbitan Recovey Bond
Dalam rangka menghadapi pandemik Covid-19, banyak negara-negara anggota Uni Eropa yang mendorong penerbitan obligasi atau surat utang bersama. Setidaknya ada sembilan negara yang menerbitkan, yakni Italia, Prancis, Belgia, Yunani, Portugal, Spanyol, Irlandia, Slovenia, dan Luxembourg. Negara-negara lainnya yang tergabung dalam Uni Eropa juga didorong untuk menerbitkan Corona Bonds atau Obligasi Corona. Instrumen utang yng baru diperkenalkan ini dapat memadukan sekuritas dari negara-negara yang berbeda.
Sementara itu di Indonesia, di tengah wabah Covid-19, pemerintah berencana akan menerbitkan obligasi baru, yang diberi nama “Recovery Bond”, sebagai salah satu langkah untuk menginjeksi likuditas dan aliran modal ke dunia usaha. Recovery Bond tersebut nantinya bakal dibeli Bank Indonesia (BI) atau pihak swasta yang mampu. Dana yang terkumpul dari surat utang dalam rupiah itu akan dipegang oleh pemerintah dan disalurkan ke dunia usaha melalui kredit khusus yang dibuat semurah mungkin. Namun sayangnya Recovery Bond ini tidak mungkin terjangkau oleh ASN, karena nilai pecahannya yang sudah dipastikan sangat besar.
Sebagai salah satu jalan keluar untuk mengatasi keterbatasan anggaran negara untuk pembayaran gaji ke-13 dan THR kepada ASN adalah penerbitan semacam Recovery Bond yang berseri retail. Melalui bond retail ini, bisa saja pemerintah mengganti pembayaran gaji ke-13 dan THR dengan memegang bond, dengan syarat bond ini berjangka waktu pendek, misalkan dua atau tiga tahun dan tidak semua gaji ke-13 dan THR dikonversi dalam bentuk Recovary Bond, misalkan ditetapkan maksimal 50 persen atau 75 persen dari nilai yang seharusnya diterima.
Konversi dari pembayaran cash menjadi recovary bond ini jauh lebih baik bagi ASN daripada tidak dibayarkan sama sekali. Setidaknya konversi ini masih berdampak positif bagi perenomian, karena ASN masih memperoleh arus kas bulanan karena memberikan pendapatan berupa kupon bunga secara teratur.
Dalam kondisi pademi Covid-19 yang belum diketahui secara pasti kapan akan berlalu, maka tekanan terhadap keuangan negara juga menjadi semakin tidak menentu. Dengan skema terburuk ekonomi Indonesia tidak tumbuh - alias 0 persen - maka bukan hanya gaji ke-13 dan THR yang terkena dampak, ada potensi kemampuan negara untuk membayar gaji bulanan pun, terutama tunjangan kinerja juga terganggu.
Dalam kondisi seperti ini, penerbitan recovary bond seri retail juga dapat digunakan untuk membayar gaji ASN. Tentunya pemerintah harus selektif, perlu kajian berapa tahun lama jatuh tempo bond, berapa batasan yang akan dibayar dalam bentuk bond. Tidak semua golongan ASN menjadi sasaran bond, terutama ASN golongan 1 dan 2, mengingat gaji mereka sangat kecil.
Ikuti tulisan menarik Makmun Syadullah lainnya di sini.