x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Senin, 10 Agustus 2020 17:35 WIB

Jelang 75 Tahun Indonesia Merdeka, Ibu Euis Masih Berjuang untuk Terbebas Dari Belenggu Buta Huruf

Jelang 75 tahun Indonesia Merdeka dan di tengah era digital, Ibu Euis dan 10 temannya masiuh berjuang untuk terbebas dari belenggu buta huruf

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kaum Buta Huruf Jelang 75 Tahun Indonesia Merdeka

 

Bangsa Indonesia sebentar lagi memperingati 75 tahun kemerdekaan. Bukti kemenangan dan terbebas dari belenggu penjajajahan. Berpuluh-puluh tahun membangun dalam bidang pendidikan untuk meraih kesejahteraan. Agar tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Hingga kini tiba di era digital, di era revolusi industri 4.0. Semuanya bergantung pada 1) digitalisasi, 2) otomatisasi, dan 3) kecerdasan buatan. Maka siapapun, berlomba-lomba untuk menguasai digital; gawai, laptop, daring, startup sebagai ciri kaum hi-tech.

 

Namun siapa sangka, tidak jauh dari Jakarta sang ibukota negara di Kaki Gunung Salak Bogor. Masih ada kaum ibu-ibu buta huruf yang masih terus berjuang untuk bisa membaca dan menulis, sekalipun terkendala usia dan mengalami gangguan mata. Agar terbebas dari belenggu “buta hurf”, bukan “penjajahan” bukan pula “teknologi”.

 

Kaum buta huruf yang masih berjuang jelang 75 tahun Indonesia merdeka.

 

Mungkin, kita boleh tidak percaya. Bahwa masih ada orang-orang buta huruf di sekitar kita. Mereka bukan hanya tidak bisa baca. Tapi juga tidak bisa menulis. Berhitung pun hanya sebatas urusan uang dan belanjaan.

 

Seperti Ibu Euis, 48 tahun. Sekalipun mengalami gangguan penglihatan. Mata yang sulit melihat dari jauh. Kini masih berjuang untuk terbebas dari buta huruf. Melalui kegiaran Gerakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) Lentera Pustaka yang dibimbing langsung oleh Syarifudin Yunus, seorang dosen Unindra dan kandidat doktor manajemen pendidikan Pascasarjana Unpak. Bahkan tiap kali belajar baca dan tulis, kuam buta huruf pun “dihadiahi” seliter beras atau mie instan agar tetap datang belajar. Sebagai motivasi untuk terbebas dari buta huruf.

 

Buta huruf jelang 75 tahun Indonesia merdeka. Tentu bukanlah keinginan Ibu Euis dan 10 temannya di Kampung Warug Loa Desa Sukaluyu Bogor. Tapi keadaan keluarga di masa kecil dan lingkungan yang telah "membesarkan" dia menjadi buta huruf. Lalu, siapa yang harus peduli terhadap kaum buta huruf di tengah era digital, saat jelang 75 tahun Indonesia merdeka?

 

Indonesia memang sudah merdeka lama. Tapi masih ada rakyatnya yang belum belum merdeka dari belenggu buta huruf. Saatnya membangun kepedulian yang lebih besar kepada mereka, kaum buta huruf. Agar merdeka itu berarti paripurna …. #GEBERBURA #TBMLenteraPustaka #PegiatLiterasi

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler