x

Corona membuat rakyat menderita

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 21 Agustus 2020 11:56 WIB

Bayang-bayang Nasionalisme di Tengah Pacuan Penemuan Vaksin

Sementara pihak khawatir bahwa upaya mengatasi pandemi global akan menghadapi persoalan 'nasionalisme vaksin'—istilah yang mengacu pada mengutamakan penyediaan vaksin untuk kebutuhan dalam negeri terlebih dulu. ‘Nasionalisme’ yang kaku akan menyulitkan negara lain dalam mengakses vaksin.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jika virus dan penyakit dianggap tidak memiliki kebangsaan dan menerobos bebas batas-batas negara, kecenderungan yang berbeda terlihat pada vaksin dan obat yang mobilitasnya tidak akan secepat mobilitas virus. Upaya menemukan obat dan vaksin dikhawatirkan oleh Badan Kesehatan Dunia [WHO] dibarengi dengan semangat nasionalis. Negara-negara berpacu ingin segera menjadi nomor satu dalam menemukan obat dan vaksin Covid-19. Mereka berlomba satu sama lain untuk dapat segera menyelesaikan pandemi di negeri masing-masing terlebih dulu.

Kompetisi itu terlihat dari banyaknya negara yang terlibat dalam upaya menemukan vaksin yang ampuh untuk menghentikan wabah Corona. Badan Kesehatan Dunia [WHO], Rabu 19 Agustus, menyebutkan bahwa sudah ada 25 kandidat vaksin yang masuk ke  tahap evaluasi klinis dan 139 berada pada tahap evaluasi pra-klinis. Sedangkan yang sudah sampai pada tahap ketiga uji klinis mencapai enam kandidat vaksin.

Indonesia ikut serta dalam pacuan ini dengan menguji salah satu dari tiga vaksin asal China yang sedang berada pada tahap tiga uji klinis. Dua vaksin lainnya dikembangkan oleh ilmuwan AS, sedangkan satu vaksin lagi sedang dikembangkan oleh perusahaan Inggris-Swedia, Astrazeneca, bekerjasama dengan Universitas Oxford. Rusia mengklaim telah berhasil membuat vaksin yang dinamai Sputnik-Five, bahkan Presiden Putin mengatakan anak perempuannya telah divaksin dan Rusia siap mengadakan vaksin masal pada Oktober mendatang. Namun, WHO masih ragu-ragu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara pihak khawatir bahwa upaya mengatasi pandemi global ini akan menghadapi persoalan nasionalisme vaksin—istilah yang mengacu pada mengutamakan penyediaan vaksin untuk kebutuhan dalam negeri terlebih dulu. ‘Nasionalisme’ yang kaku akan menyulitkan negara lain dalam mengakses vaksin.

Ada sejumlah kemungkinan mengapa persaingan di antara banyak negara untuk menghasilkan vaksin Covid-19 dipandang penting di samping mengandung risiko.

Pertama, layaknya kompetisi di bidang apapun, keberhasilan suatu negara untuk menjadi yang pertama menghasilkan vaksin Covid-19 merupakan kebanggaan. Ini terkait dengan gengsi menjadi negara yang terdepan dalam sains, khususnya sains kesehatan. Meski demikian, klaim sebagai yang pertama menghasilkan harus dilandasi oleh prinsip-prinsip yang disepakati secara internasional, misalnya telah melalui uji klinis sesuai dengan standar WHO. Hanya karena ingin jadi nomor satu dalam menemukan vaksin dan obat Covid-19, jangan sampai kaidah-kaidah ilmiah diterabas.

Kedua, nilai ekonomis dari vaksin ini potensial sangat besar mengingat banyak negara yang memerlukannya. Negara yang terdepan dalam menghasilkan vaksin ini memiliki peluang terbaik untuk ditengok lebih dulu dibandingkan dengan negara yang lain. Ini karena berbagai negara tengah berjuang untuk secepatnya menghentikan pandemi di negara masing-masing. Sebab, semakin lama pandemi teratasi, semakin terpuruk ekonomi mereka. Harga yang pantas untuk vaksin ini menjadi isu tersendiri.

Ketiga,  di luar China, AS, dan Inggris yang ada di barisan terdepan, negara-negara lain juga mencurahkan perhatian untuk menghasilkan vaksin sendiri, termasuk Indonesia yang pengembangannya dikerjakan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Upaya ini dimaksudkan untuk mengatasi kemungkinan terbatasnya persediaan vaksin karena pembatasan ekspor dari negara-negara penghasil vaksin, sekaligus untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang. Kedaulatan vaksin menjadi isu penting bagi banyak negara.

Keempat, meningkatnya permintaan vaksin Covid-19 berpotensi menimbulkan kenaikan harga vaksin sehingga hanya dapat dijangkau oleh negara-negara kaya. Ini berpotensi menimbulkan persoalan di negara-negara yang tidak mampu mengakses vaksin dan belum mampu memproduksi vaksin sendiri. Ketimpangan dalam kemampuan mengakses vaksin ini dapat menyebabkan pandemi global tidak dapat segera diatasi secara menyeluruh.

‘Nasionalisme vaksin’, karena itu, menjadi isu yang patut dicermati. Di sisi lain, kita dihadapkan pada pilihan bergantung pada negara lain atau membangun kedaulatan vaksin sendiri. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 jam lalu

Terpopuler