x

Corona membuat rakyat menderita

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 10 September 2020 06:19 WIB

Harga Vaksin Mau Diserahkan Pasar? Jadi Ingat Harga Masker yang Gila-gilaan ...

Negara harus mengambil inisiatif mengenai harga vaksin tanpa subsidi di pasar. Negara punya kewajiban untuk menjamin seluruh rakyat memperoleh perlindungan dari penyakit, apa lagi ini terjadi dalam masa pandemi—bukan keadaan normal. Apakah pemerintah akan membiarkan harga bergerak dinamis sebebas-bebasnya sebagaimana dianggap lumrah dalam ekosistem ekonomi kapitalistis?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Saat ini, calon vaksin Covid-19 masih dalam tahap uji klinis. Presiden Jokowi mengatakan, vaksin akan tersedia pada Januari 2021. Sambil menunggu ketersediaan vaksin, masyarakat juga menunggu berapa kira-kira harga jual vaksin ke masyarakat? Persoalan harga ini relatif sensitif, karena vaksin diperlukan oleh seluruh masyarakat; artinya, permintaan (demand) pasti tinggi dan pasarnya sudah ada. Begitu vaksin tersedia, pasar akan merespon cepat.

Soalnya kemudian, apakah seluruh warga akan mampu membeli vaksin ini? Tentu saja tergantung pada harga jualnya, walaupun semua orang niscaya membutuhkannya. Pemerintah, menurut Erick Thohir, 3 September 2020, selaku Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, akan tersedia dua jenis harga vaksin: bersubsidi dan non-subsidi atau mandiri. Untuk jenis mandiri, harga vaksin akan sangat bergantung kepada dinamika pasar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Harga vaksin, kata Erick, tergantung masing-masing penjual. Vaksin yang beredar bukan berasal dari satu produsen saja. Walaupun mungkin terjadi persaingan harga di antara satu merk vaksin dengan vaksin lainnya, namun karena produknya sangat dibutuhkan—bukan hanya diminati, tapi sangat dibutuhkan—oleh masyarakat, maka harga jual vaksin di pasar berpontensi tinggi.

Mestinya sih kita belum lagi lupa situasi ketika pada awal wabah warga masyarakat sibuk mencari masker di pasar dan mendapati harganya melambung sangat tinggi. Sekedar contoh, harga terendah masker N95 per kotak pada Februari-Maret berada di kisaran Rp 250 ribu. Saat WNI dari Wuhan tiba di Indonesia, awal Februari, harga masker melambung hingga Rp 700 ribu; itupun tidak mudah diperoleh.

Itu baru masker, bagaimana dengan vaksin—yang sangat dibutuhkan warga? Bila harga vaksin diserahkan sepenuhnya ada dinamika pasar, seperti dikatakan Erick, pengalaman buruk berkaitan harga masker yang melambung hingga di luar kewajaran mungkin kemballi terjadi. Warga berduit akan memiliki peluang lebih besar untuk segera mendapat vaksin karena ia mau dan mampu membeli vaksin dengan harga berapapun.

Bahwa ada warga masyarakat yang akan disubsidi oleh negara, itu bagus. Namun, belum tentu warga yang tidak bisa memperoleh subsidi sudah pasti mampu mandiri. Campur tangan negara dalam mengatur harga vaksin non subsidi diperlukan sebab banyak warga yang mungkin tidak harus menerima subsidi namun di saat yang sama berat jika harus membeli vaksin dengan harga yang sangat mahal karena diserahkan pada dinamika pasar.

Negara harus mengambil inisiatif mengenai harga vaksin tanpa subsidi di pasar. Negara punya kewajiban untuk menjamin seluruh rakyat memperoleh perlindungan dari penyakit, apa lagi ini terjadi dalam masa pandemi—bukan keadaan normal. Apakah pemerintah akan membiarkan harga bergerak dinamis sebebas-bebasnya sebagaimana dianggap lumrah dalam ekosistem ekonomi kapitalistis?

Indonesia merupakan pasar yang amat sangat besar, dan dalam konteks pasar vaksin Covid-19 tidak diperlukan promosi untuk menarik hati calon konsumen, sebab konsumen sudah berbulan-bulan memang menunggu  vaksin. Captive market yang sangat besar ini mestinya bisa menjadi bekal negosiasi pemerintah untuk merundingkan harga jual vaksin impor. Jangan sampai sehat hanya untuk yang berduit, padahal setiap warga negara memiliki hak atas kesehatan.

Bila pemerintah tidak mampu memengaruhi dinamika harga vaksin impor di pasar, maka Indonesia mesti secepatnya mampu membuat dan memproduksi vaksin sendiri. Kemampuan menghasilkan vaksin sendiri akan sangat mengurangi ketergantungan kita kepada negara lain. Kemandirian dan kedaulatan vaksin bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Kesehatan ratusan juta rakyat dipertaruhkan. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB