x

Pilkada Kabupaten Malang (dok.pribadi)

Iklan

Choirul Amin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 September 2020

Minggu, 27 September 2020 15:56 WIB

Perangi Covid-19 Jadi Komoditas Politik dalam Kampanye Pilkada

PILKADA Serentak dipastikan tetap digelar 9 Desember 2020 mendatang. Keputusan dilematis memang, karena pandemi corona masih belum bisa dikendalikan kapan berakhir. Tak ayal, isu Covid-19 pun menjadi komoditas dalam dinamika dan kontestasi pilkada tahun ini. Dan disertakannya protokol Covid-19 dalam ketentuan peraturan pilkada menjadikan semuanya jelas. Disiplin dan penegakan protokol Covid-19 bisa diberlakukan tiap saat, kepada siapapun yang terlibat dalam kepemiluan. Jika tidak dipatuhi, ada resiko dan konsekuensi yang harus ditanggung pelanggarnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Choirul Amin

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Protokol pencegahan dan pengendalian Covid-19 telah diadopsi dalam peraturan perundangan kepemiluan yang berlaku. Paling anyar misalnya, diatur dalam PKPU 13/2020 dan Peraturan Bawaslu 4/2020. Keduanya mengatur teknis pelaksanaan dan pengawasan, mulai pencalonan, pendaftaran, hingga tata cara kampanye tanpa mengabaikan protokol kesehatan di masa pandemi ini. 
 
Disertakannya protokol Covid-19 dalam ketentuan peraturan pilkada serentak ini, menjadikan semuanya jelas. Disiplin dan penegakan protokol Covid-19 bisa diberlakukan tiap saat, kepada siapapun yang terlibat dalam kepemiluan. Jika tidak dipatuhi, ada resiko dan konsekuensi yang harus ditanggung pelanggarnya. Penindakan pelanggaran kampanye ngawur juga tegas, bisa pembubaran kegiatan hingga pencabutan atau diskualifikasi kontestan.
 
Dalam kontestasi memenangkan pilkada sendiri, protokol Covid-19 pun bisa menjadi isu strategis, bahkan komoditas atau bahads politik yang 'dipaksakan' menjadi janji politik kandidat dan pendukungnya. Satu testimoni tim pemenangan salah satu kandidat pilkada di Kabupaten Malang misalnya, tegas menyatakan 'menang pilkada, juga menang melawan Covid-19'!  Adakah relevansnya? 
 
Pandemi corona bukan semata soal pencegahan Covid-19 yang menjadi penyebabnya. Namun juga, bisa menyangkut penanganan berbagai dampaknya serta pemulihannya pascapandemi. Artinya, calon kepala daerah menjanjikan dan memastikan rasa aman, optimisme, perbaikan sosial ekonomi, atau pemberdayaan publik masa mendatang adalah hal realistis, bahkan memang sangat dibutuhkan warga masyarakat. 
 
Soal pencegahan misalnya, sederhana saja bisa dilakukan para kontestan pilkada, yang juga merupakan pesohor atau public figure. Seperti, selalu memberi imbaun terkait kesehatan setiap kesempatan kampanye, langsung atau melalui semua alat peraganya. Atau, sekadar membagikan masker atau lainnya, untuk melindungi diri setiap orang agar tidak rentan menjadi korban Covid-19.
 
Dalam konteks ini, sebenarnya cukup masuk akal sekiranya kandidat paslon mempertajam kembali apa yang akan dilakukan dalam mengatasi pandemi. Terlebih, pilkada serentak 2020 ini juga diikuti banyak paslon petahana. Setidaknya, mempertanggung jawabkan dan lebih terbuka lagi soal refocussing APBD yang sebelumnya disebut-sebut untuk pencegahan dan penanganan Covid-19. Ingat, refocusing anggaran bagi covid-19 bahkan bisa mencapai hampir separo APBD!
 
Pada pilkada Kabupaten Malang misalnya, melalui tim pemenangan paslon petahana yang diusung koalisi gemuk enam parpol peraih suara terbanyak pemilu 2019 lalu, dalam beberapa kesempatan tegas menyatakan komitmen pada masalah pandemi ini. Singkatnya, mereka 'siap memenangi pilkada, juga berarti menang melawan persebaran Covid-19!'.
 
Sebaliknya, masa kampanye terbuka semestinya bisa jadi kesempatan publik menilai sejauh mana komitmen calon kepala daerah pada pandemi. Dalam dialog dengan calon kepala daerah yang akan dipilih nantinya, tidak ada salahnya meminta kandidat mempertegas komitmennya, terutama pada aspek penanganan kasus dan pengendalian dampaknya. Komitmen yang tentunya diikuti integritas dan janji, jika memang akhirnya tak bisa memenuhi atau bahkan ternyata melakukan penyalahgunaan. 
 
Sebaliknya, jika saat berkampanye saja protokol dan disiplin sudah banyak diabaikan, maka derajat kepekaan dan kepemimpinannya kelak bisa dipertanyakan. Bisa menumbuhkan harapan dan menyerap aspirasi, tanpa mobilisasi berlebihan, bisa menjadi ukuran bagaimana kepala daerah bisa membangun komunikasi dan mengayomi warga masyarakatnya di kemudian hari. 
 
Bagaimanapun, pilkada serentak yang tetap digelar di masa darurat kesehatan pandemi ini adalah ujian, termasuk bagi siapapun kandidat kepala daerah terpilih nantinya. Usai terpilih, kepala daerah tidak bisa banyak berdiam atau terlalu lama melakukan penyesuaian. Ancaman pandemi dan semua dampak yang ditimbulkan sudah jelas di depan mata. Tidak waktunya lagi tentunya melakukan hal coba-coba, apalagi gagap menjalankan kepemimpinannya. Terpenting, kepekaan situasional lebih dikedepankan melebihi ego dan kepentingan kelompok.
 
Calon kepala daerah bisa berkaca pada situasi dan kepemimpinan pasca pemilihan kepala desa serentak belum lama ini. Beberapa bulan dalam situasi pandemi, hampir semua sumberdaya yang dimiliki desa harus dikonsentrasikan pada penanganan pandemi. Praktik dan realisasi kepemimpinan yang bahkan tidak diprogramkan atau dijanjikan sebelumnya. (*)

Ikuti tulisan menarik Choirul Amin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler