x

Iklan

Annisa Dea Fitri

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Oktober 2020

Senin, 5 Oktober 2020 08:42 WIB

Produksi Minyak Bumi pada Saat Pandemi

Saat ini, semua bagian dunia di planet ini sedang stres karena pandemi Covid-19, semua posisi dan organisasi kesal dengan adanya wabah pada masa pandemi ini. Untuk sektor minyak sendiri, dampaknya ditunjukkan dengan terjadinya penurunan harga minyak dalam isu pandemi Covid-19 saat ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Petroleum atau yang biasa disebut minyak bumi adalah cairan kental yang memiliki jenis seperti bewarna tanah kehitaman yang di dalamnya terdapat campuran yang disebut hidrokarbon dan dilakukan pengolahan dengan cara yang rumit.

Saat ini, semua bagian dunia di planet ini sedang stres karena pandemi Covid-19, semua posisi dan organisasi kesal dengan adanya wabah pada masa pandemi ini.  Untuk sektor minyak, berdampak pada penurunan harga minyak yang cukup besar.  Karena pandemi Covid-19, misalnya jika Indonesia akan mengadakan perjanjian pengiriman material dari luar negeri maka akan tertunda cukup lama, karena banyak Negara telah menghalangi atau membatasi perahu yang condong ke arahnya, negara mereka.

Selain itu, banyak sekali penundaan yang dilakukan. Contohnya yang paling memprihatinkan adalah munculnya penundaan yang diharapkan dalam proyek Merakes onstream yang akan dilaksanakan pada tahun 2021, seperti beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan pada tahun 2020 tetapi dalam jangka panjang namun melambat. Oleh karena itu, jika pandemi ini tidak segera berakhir dan harga minyak tidak kembali naik, diharapkan lifting migas semakin berkurang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika dilihat dari periode 2020 ketika wabah Covid-19 muncul, industri migas mengalami pembusukan yang sangat sangat besar, baik dari permintaan yang didiskon, biaya yang lebih rendah, dan penciptaan yang melimpah (meskipun faktanya ada penurunan yang sedang berlangsung). Hal ini terjadi karena banyaknya kegiatan di luar rumah yang dilakukan oleh banyak orang pada akhirnya dibatasi oleh pihak administrasi, sehingga kegiatan usaha yang disibukkan dengan usaha perakitan dan miniatur, usaha kecil dan menengah (UMKM) terpengaruh.

Akibatnya, hal inilah yang menyebabkan minat terhadap BBM sangat menurun, hal ini terjadi karena transportasi keluar-masuk sangat berkurang, terutama untuk usaha kecil atau menengah yang biasanya menggunakan BBM. Jadi minat terhadap bahan bakar sedikit demi sedikit mereda, dan khususnya, banyak negara yang berbeda telah melakukan lockdown untuk mencegah Covid-19 sehingga banyak negara pada akhirnya segera mengurangi minat mereka terhadap bahan bakar ini.

Maka dari itu karena produksi minyak buminya sendiri tidak bisa diturunkan secara langsung, untuk itu pada saat sedang ada di masa penurunan permintaan akan tetapi stok minyak dunia saat ini mempunyai kapasitas stok yang sangat besar, sehingga hal tersebut yang menjadi salah satu faktor minyak bumi mengalamai penurunan harga. Dibawah ini merupakan salah satu grafik penurunan dari BBM itu sendiri.

Penurunan tingkat kepentingan moneter dunia telah membuat biaya produk juga terus melemahkan, hal ini dikarenakan penurunan harga barang minyak yang berdampak pada masalah perang antara Arab Saudi dan Rusia hanya sebagai batas kapasitas. Dengan tujuan, ketika IMF menyelesaikan proyeksi biaya minyak pada tahun 2020 akan jauh di bawah normal tahun 2019. Sehingga proyeksi ini nantinya akan melemahkan biaya pergudangan yang nantinya dapat membuat eksportir barang mengalami tekanan dalam pembiayaan dan pelaksanaan bisnis.

Penurunan harga minyak dunia sangat mempengaruhi kebalikan dari impor pemerintah. Bagaimanapun, jika dilihat dari keadaan di lapangan, hingga saat ini biaya bahan bakar non-pembiayaan mengikuti harga minyak dunia. Sehingga minyak dunia sendiri secara signifikan mempengaruhi bisnis dan kondisi anggaran Pertamina di suatu negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan demikian, banyak keuntungan dan kerugian yang akan terjadi jika nilai minyak dunia turun, yang pada kenyataannya mempengaruhi organisasi perminyakan di Indonesia.

Dari sudut pandang korporasi, pilihan Pertamina untuk tidak menurunkan harga BBM nonsponsor dipandang sebagai langkah tepat. Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan sejak pelaksanaan PSBB secara keseluruhan telah terjadi penurunan penggunaan bahan bakar dari hari ke hari sebesar 8%, dari 134,87 ribu kilo liter menjadi 123,74 ribu kilo liter. Dengan hanya mengkonsolidasikan faktor penurunan pemanfaatan, Pertamina akan mengalami pengurangan pendapatan sebesar 38% dari Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP).

Jika dilihat dari sisi pembuatnya, rendahnya biaya minyak mentah nampaknya sangat mengecewakan. Menurut pakar Wood Mackenzie, dengan harga minyak mentah Brent sebesar US $ 25 per barel, sekitar 10 persen produksi minyak dunia tidak dapat mendanai latihan pembuatan yang menjadi lebih mahal daripada biaya minyak yang menarik. Bukan hanya produsen minyak, pabrik pengolahan minyak bumi juga terkena imbas penurunan harga minyak mentah kali ini. Secara teratur, penurunan biaya minyak bumi yang tidak dimurnikan akan memberikan kesempatan bagi fasilitas pengolahan minyak bumi untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar karena biaya bahan bakar tidak segera turun dan permintaan tetap. Bagaimanapun keadaan kali ini unik. Biaya minyak mentah turun dan bunga bahan bakar juga turun.

Pertama-tama, penurunan penggunaan bahan bakar sangat sering terjadi untuk kegiatan transportasi (gas, solar untuk kendaraan pengembara, avtur untuk motor pesawat). Penggunaan bensin berbahan bakar gas untuk transportasi sangat sedikit dibandingkan dengan BBM. Sejujurnya, pemanfaatan minyak bumi untuk keluarga (untuk memasak dan memasak) lebih diutamakan daripada pemanfaatan bahan bakar. Selama periode pembatasan sosial, penggunaan gas minyak dalam unit keluarga meningkat. Kedua, karena pembuatan gas yang mudah terbakar atau latihan pengangkutan tidak sesederhana melakukan hal-hal ini untuk minyak. Penyebaran minyak bumi membutuhkan kerangka kerja yang luar biasa (pipa, kapal LNG, dan sebagainya) yang tidak adaptif dalam mengurus bahan bakar minyak dan BBM yang lebih sederhana untuk dilakukan. Ketiga, dalam Perjanjian Penjualan dan Pembelian Gas umumnya ada pemahaman sehubungan dengan TOP (take or pay): pelanggan saat ini akan mendapatkan pengiriman gas minyak.

 

Penurunan biaya minyak mentah dunia pada dasarnya tidak dapat diartikan sebagai akibat dari penurunan biaya penjualan bahan bakar non-sponsor. Pertamina memilih untuk meningkatkan impor di tengah penurunan harga minyak, dan diperkirakan akan digunakan sebagai penahan utama untuk membayangkan lonjakan populer dan ketidakstabilan nilai pasca-Covid-19.

Terlepas dari kenyataan bahwa efek menyeluruh pada financial, misalnya istilah pandemi Covid-19 dan perubahan skala tukar rupiah terhadap AS. Namun, potensi memperbesar kekurangan APBN akan bertambah. Pemerintah memiliki peran vital dalam menjaga pengaturan yang diidentikkan dengan unsur-unsur biaya minyak dunia agar tidak membubarkan pos-pos pendapatan belanja negara. Pemerintah  harus memperhatikan dan mengatur strategi penetapan harga jual bahan bakar non-pembiayaan dan mendukung peningkatan volume impor minyak bumi sehingga memberikan keuntungan bagi jaringan sekaligus menjaga keamanan vitalitas masyarakat.

 

 

Ikuti tulisan menarik Annisa Dea Fitri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler