x

Iklan

13 - Rizki Pradana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 Desember 2020

Rabu, 23 Desember 2020 16:01 WIB

Masjid Berpotensi Membangun Ekonomi Umat; tapi Apa Kendalanya?

Sejarah mencatat bahwa masjid Nabawi oleh Rasulullah SAW selain difungsikan sebagai pusat ibadah juga menjadi pusat kegiatan kemasyaratan, dari pendidikan, pusat informasi, hingga pemberdayaan ekonomi umat. Singkatnya, masjid dijadikan pusat peradaban Islam. Peran itu sangat mungkin dilakukan era kini, tapi ada situasi internal yang mesti dicari solusinya. Apakah itu?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

MASJID adalah tempat ibadah kaum muslimin yang memiliki peran strategis untuk kemajuan peradaban ummat Islam. Sejarah telah membuktikan multi fungsi peranan masjid tersebut. Masjid bukan saja tempat shalat, tetapi juga sebagai pusat pendidikan, pengajian keagamaan, militer dan fungsi-fungsi  sosial-ekonomi lainnya.

Kebijakan Rasulullah yang pertama ialah membangun masjid sebagai tempat ibadah, menguatkan rasa persaudaraan, mendalami ajaran Islam baik dalam segi iIbadah maupun mualamah. Rasulullah SAW pun telah mencontohkan multifungsi masjid  dalam membina dan mengurusi seluruh kepentingan umat, baik di bidang ekonomi, politik, sosial, pendidikan, militer, dan lain sebagainya.

Sejarah juga mencatat, bahwa masjid Nabawi oleh Rasulullah SAW difungsikan sebagai (1) pusat ibadah, (2) pusat pendidikan dan pengajaran, (3) pusat penyelesaian problematika umat dalam aspek hukum (peradilan) (4). pusat pemberdayaan ekonomi umat melalui Baitul Mal (ZISWAF). (5) pusat informasi Islam, (6) Bahkan pernah sebagai pusat pelatihan militer dan urusan-urusan pemerintahan Rasulullah. Masih banyak fungsi masjid yang lain. Singkatnya, pada zaman Rasulullah, masjid dijadikan sebagai pusat peradaban Islam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masjid menjadi salah satu tempat kebajikan dan kemaslahatan ummat, baik dalam ukhrawi maupun duniawi dalam segala macam aspek manajemen masjid. Namun pada masa kini, fungsi masjid terlalu berdimensi duniawi sehingga peran-peran masjid pada masa kini jauh berbeda dengan masa kebijakan Rasulullah SAW pada masa itu. Banyak masjid berdiri megah nan mewah, namun masih banyak jamaah masjid itu sendiri yang ekonominya jauh dari cukup.

Dimana fungsi masjid yang Rasulullah SAW terapkan?

Ibnu Khaldun pernah berkata “Ekonomi adalah tiang dan pilar paling penting untuk membangun peradaban Islam (Imarah). Tanpa kemapanan ekonomi, kejayaan Islam sulit dicapai bahkan tak mungkin diwujudkan. Ekonomi penting untuk membangun negara dan menciptakan kesejahteraan umat”.

Lalu bagaimana peran masjid dalam membangun ekonomi ummat? Apa ekonomi ummat itu?

Salah satu peran atau fungsi masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai pusat pemberdayaan ekonomi ummat melalui Baitu Mal (ZISWAF). Pada masa sekarang, peran Nazir masjid atau pengurus masjid atau DKM masjid sangat penting dalam hal ini. Masalah Nazir Masjid banyak mengalami problem mismanajemen dalam memakmurkan masjid yang terjadi saat ini.

Salah satu penyebab terjadinya mismanajemen tersebut adalah pengurus masjid (nazir mesjid) kurang memiliki kapabilitas dan kurang berwawasan dalam beragama. Padahal nazir masjid, khususnya yang membidangi dakwah, sangat menentukan untuk kebangkitan kembali peradaban Islam seperti masa lampau.

Nazir masjid sangat menentukan maju-mundurnya umat Islam. Nazir masjid yang kurang berwawasan yang memandang agama Islam sebatas ibadah dan aqidah hanya tertarik dengan kajian spiritual belaka, sehingga mereka mengundang para ustadz yang ahli fiqih ibadah dan ahli teologi/sufistik saja. Nazir masjid sangat jarang memilih materi ekonomi Islam yang ruang lingkupnya sangat luas. Padahal mengkaji ekonomisyariah hukumnya wajib.

Menurut Husein Shahhatah, dalam bidang muamalah maliyah ini, seorang muslim berkewajiban memahami bagaimana ia bermuamalah sebagai kepatuhan kepada syari’ah Allah. Jika ia tidak memahami muamalah maliyah ini, maka ia akan terperosok kepada sesuatu yang diharamkan atau syubhat, tanpa ia sadari.

Selama ini materi ceramah dalam pengajian rutin berkisar di seputar tauhid, tasawuf, fiqh, keluarga sakinah, akhlak dan adapula yang secara khusus mengkaji tafsir atau hadits. Namun sangat jarang membahas kajian muamalah (ekonomi Islam). Padahal ekonomi Islam adalah bagian penting dari ajaran Islam. Masalah ekonomi adalah masalah paling urgen (dharury). Para ulama masa lampau  tak pernah mengabaikan kajian muamalah (ekonomi Islam). Hal itu bisa dibuktikan dalam kitab-kitab hasil karya mereka.

Ekonomi Islam bukan saja menjadi pilar dan rukun kemajuan Islam, tetapi juga merupakan fardhu ’ain untuk diketahui setiap muslim. Nazir masjid yang cerdas dan ingin akan kebangkitan Islam, akan menjadikan materi ekonomi Islam sebagai salah satu materi kajian dalam pengajian agama di masjid, baik dalam pengajian rutin atau tabligh keagamaan maupun dalam khutbah jum’at.

Jika Nazir masjid sudah diisi oleh orang-orang yang paham ibadah dan muamalah, paham sstem ekonomi islam, bukan tidak mungkin mereka akan membangun sebuah Baitul Mal untuk pemberdayaan ekonomi ummat.

Peran Baitul Mal untuk masjid sangat berperan penting bagi ummat atau jamaah. Baitul Mal yang berfungsi sebagai penghimpun dana dan penyalur dana baik itu untuk Zakat, infak, Shodaqoh dan wakaf maupun menyimpan uang, akan sangat membantu pereknomian ummat atau jamaah setempat.

Contoh, ummat yang sedang membutuhkan uang, ia tidak harus susah payah pinjam ke Renternir ataupun Bank, yang pada umumnya memakai sistem bunga pada pinjamannya, dan kita tahu bahwa itu adalah Riba, dan Riba jelas-jelas sudah dilarang oleh Allah SWT. Dengan adanya baitul Mal, ummat dapat meminjam dana dari Baitul Mal dengan tidak memakai bunga, dia pinjam 1 juta, maka ia harus mengembalikannya 1 juta pula, tidak ada embel-embel lainnya.

Dan tidak hanya masalah pinjam uang, contoh lain yakni jika ada keluarga jamaah yang meninggal dengan kondisi ekonomi kebawah, peran masjid melalui Baitul Mal ini sangat penting, karena melalui Baitul Mal, Nazir masjid dapat memberikan bantuan berupa perlengkapan yang dibutuhkan, misalnya kain kafan, sabun, wewangian maupun dana.

Bahkan dari sisi ekonomi, kita bisa menjadikan mustahiq sebagai pengusaha/pedagang. Dengan cara memberikan modal usaha kepada para mustahiq untuk berdagang, dengan kesepakatan nisbah/bagi hasil keuntungan atau kerugian.

Misalnya, nisbah yang disepakati adalah 40:60, 40% untuk masjid dan 60% untuk Mustahiq, jadi jika mendapat keuntungan 500.000, si mustahiq wajib memberikan 40% dari 500.000 itu itu kepada masjid, namun jika mengalami kerugian, maka akan ditanggung oleh keduanya, agar tidak saling memojokan satu sama lain.

Masih banyak fungsi Baitul Mal yang dapat memakmurkan dan mensejahterakan pereknomian ummat.

Tidak hanya Baitul Mal, mungkin saja untuk kedepannya Ummat/Jamaah akan banyak mengerti dengan system ekonomi Islam. Mulai dari akad-akad dalam muamalah seperti Syirkah, Ijarah, Rahn, Salam, Istishna, Hawalah, Wakalah, Wadiah, Mudharabah dll, dan mengetaui transaksi yang dilarang oleh Islam, seperti Riba, Gharar, Maysir, manipulasi, dll.

Materi ini secara mendasar harus dipahami oleh Umat Islam agar tidak terpelosok kedalam transaksi yang Batil. Ulama Abdul Sattar, mengatakan, mengetahui hukum ekonomi Islam adalah dharuriyah (kemestian primer/utama) yang tak bisa ditawar. Jika tidak diketahui, maka dikhawatirkan sekali umat Islam akan terperosok kepada praktek  kebatilan.

Jika semua dapat dibangun dan diterapkan, maka Insya Allah peran masjid dalam Membangun Ekonomi Ummat akan terus berkembang. Pembagian zakat akan merata, kemiskinan akan berkurang, jumlah mustahiq akan berkurang, serta kesenjangan Perekonomian Ummat akan sejahtera.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dapat mewujudkan peran masjid dalam membangun ekonomi ummat dan para nazir/pengurus masjid mampu membantu para Jamaah disekitarnya. Wallahu a’lam.

Ikuti tulisan menarik 13 - Rizki Pradana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler