Tantangan Baru untuk Indonesia agar Tesla Bersedia Berinvestasi

Minggu, 14 Februari 2021 06:11 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Untuk menjadi pemain di era kendaraan listrik, tidak semudah yang dibayangkan. Indonesia sudah berjalan cukup jauh namun kembali mendapatkan tantangan baru dari Tesla. Perusahaan yang didirkan Elon Musk itu menetapkan syarat urgen jika Indonesia ingin mendapatkan gelontoran investasi. Dan, Indonesia dinilao belum siap. Benarkah?

Ada tantangan baru untuk Indonesia jika ingin perusahaan otomotif yang didirikan oleh Elon Musk, Tesla Inc berinvestasi di dalam negeri. Bulan September 2020 lalu, lewat rapat tahunan pemegang saham, Elon Musk memberikan penawaran kontrak jangka panjang-raksasa kepada perusahaan yang mampu menambang nikel. Akan tetapi ada syaratnya, yaitu peduli dengan aspek lingkungan. 

Dalam berinvestasi, Tesla semakin berkomitmen untuk memegang aspek environmental, social, and governance (ESG). Tidak ada salahnya, mengingat bumi mengalami perubahan cuaca yang ekstrim dan banyaknya kerusakan lingkungan. Adanya ESG membuat Indonesia menjadi was-was.

Pembangunan pabrik hulu ke hilir untuk baterai kendaraan listrik sedang diproses di Indonesia, namun dengan adanya permintaan ESG tersebut membuat pemerintah kembali memutar otak; mencari jalan bagaimana agar produksi tetap berjalan, namun proses penambangan hingga saat menggunakan produk tetap ramah lingkungan. 

Dilansir dari Tirto.id, Andry Satrio Nugroho, Kepala Center of Industry, Trade and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef), memberikan tanggapan mengenai laporan The Sustainability Yearbook - 2021 Rankings (9/2) mengenai perusahaan yang diundang dan menjalani penilaian ketat terhadap standar ESG oleh S&P Global. 

Dimana dalam laporan tersebut sebanyak 29 perusahaan di Indonesia yang diundang belum mampu mendapatkan penghargaan, artinya tingkat komitmen ESG di industri Tanah Air masih lemah. Inilah masalahnya. Jika Tesla memegang teguh aspek ESG, maka kesempatannya untuk berinvestasi di Indonesia sangat kecil. “Kalau tidak comply secara ESG di mata internasional, saya rasa sulit dilirik juga,” ucap Andry dikutip dari Tirto.id, 11/2.

Andry memberikan contoh nyatanya. Adanya proyek biodiesel yang bersumber dari kelapa sawit dikatakan ramah lingkungan, namun hasilnya malah merugikan petani sawit dan menyebabkan deforestasi atau pengubahan area hutan menjadi lahan yang tidak berhutan secara permanen. 

Apa yang menyebabkan Indonesia belum siap?

Menurut Riki Frindos selaku Direktur Eksekutif Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia, sebagian besar perusahaan baru memasuki tahap belajar dan mencerna.  “Kalau ada duit masuk lalu investor bilang, ‘saya butuh ESG’, belum ada yang siap. Kita masih early stage. Banyak yang enggak terlalu yakin dengan Indonesia soal isu ESG," ujar Riki, dikutip dari Tirto,id, 11/2.

Dua faktor lainnya yang disebutkan oleh Riki adalah kurangnya perhatian pada isu perubahan iklim dan perusahaan yang masih kesulitan melaporkan realisasi penerapan ESG. 

Bukan hanya pengusaha saja yang berjuang keras dalam hal ini, pemerintah pun juga. Tidak hanya rencana pembangunan pabrik baterai listrik yang digembar-gemborkan, melainkan saatnya peduli dengan lingkungan. Peduli dengan limbah yang dihasilkan dari memproduksi baterai listrik. Semoga keyakinan Tesla untuk berinvestasi di Indonesia akan meningkat ya.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Sri Kandhi

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler