x

Prioritas

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 15 Mei 2021 07:49 WIB

Apakah Dia Masih Prioritas Saya atau Saya Masih Prioritas Dia, Ayo Cek!

Diabaikan atau mengabaikan orang lain, adalah simbol atau tanda tak lagi diprioritaskan. (Supartono JW.1452021). Ayo melangkah dengan hati bersih, maka orang lain akan selalu menjadi prioritas kita, kita pun jadi prioritas bagi orang lain sesuai obyek dan kebutuhannya. Apakah parlemen dan pemerintah akan memprioritaskan rakyat? Apakah saya masih memprioritaskan orang lain dan masih diprioritaskan oleh orang lain?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Diabaikan atau mengabaikan orang lain, adalah simbol atau tanda tak lagi diprioritaskan. (Supartono JW.1452021)

Untuk menjaga hati kita tetap bersih dan selalu dapat mengontrol serta mengendalikan sikap dan perbuatan kita yang terpuji, maka jadikanlah setiap hari adalah Idul Fitri. 

Dengan demikian, kita akan selalu ada dalam atmosfir kebenaran dan kebaikan, terhindar dari sikap perbuatan buruk dan jahat karena hati kita terjaga kebersihannya, tak kotor.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu, Idul Fitri juga harus selalu kita jadikan momentum untuk kita melangkahkan kaki mengarungi hari-hari berikutnya dengan mempertahankan dan meningkatkan  setiap sikap dan perbuatan benar dan baik sebelumnya.

Hapus sikap dan perbuatan buruk sebelumnya. Ciptakan sikap dan perbuatan benar dan baik yang baru, kreatif, dan inovatif, yang dapat membuat kita ke luar dari jurang masalah, jurang keterpurukan, dan jurang kegagalan.

Dalam kesempatan ini, agar hati bersih kita senantiasa terjaga dan terkendali, melangkah seusai Idul Fitri 1442 Hijriah, ada baiknya kita bercermin dan bertanya, semisal dalam kapasitas pribadi,

1) Apakah saya masih memprioritaskan dia dalam diri dan kehidupan saya?
2) Apakah dia masih prioritas saya dalam kerangka pekerjaan saya?
3) Apakah dia masih prioritas teman dan sahabat saya?
4) Apakah dia masih prioritas dalam kegiatan saya?
5) Apakah dia masih prioritas dalam kontak media sosial saya?
6) Apakah dia masih prioritas bagi grup atau perkumpulan saya? Dan, lainnya?

Lalu,
) Apakah dia masih memprioritaskan saya dalam diri dan kehidupannya?
2) Apakah saya masih prioritas dia dalam kerangka pekerjaannya?
3) Apakah saya masih prioritas teman dan sahabat bagi dia?
4) Apakah saya masih prioritas dalam kegiatan dia?
5) Apakah saya masih prioritas dalam kontak media sosial dia?
6) Apakah saya masih prioritas bagi grup atau perkumpulan dia? Dan, lainnya?

Dalam lingkup negara misalnya,
1) Apakah rakyat masih prioritas parlemen dan pemerintah?
2) Apakah parlemen dan pemerintah masih prioritas rakyat?
3) Siapa prioritas parlemen dan pemerintah rezim ini?
4) Siapa prioritas bagi orang yang pekerjaannya mencari muka atau menjilat? Dan, yang lainnya.

Apa itu prioritas?

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), prioritas diartikan sebagai pekerjaan yang dapat kita selesaikan dengan cepat.

Dalam istilah lain, prioritas juga bermakna di mana seseorang atau sesuatu dianggap dan diperlakukan penting dibandingkan lainnya. 

Karenanya, prioritas merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap orang untuk memudahkan kita dalam bertindak dan sesuai dengan kebutuhan. 

Melansir dari laman kejarmimpi.id, dalam buku First Thing First karya Steve R.Covey, konsep manajemen prioritas adalah berdasarkan penting dan mendesaknya suatu hal. 

Namun, dalam kesempatan ini, saya ingin mengulas masalah prioritas dari hubungan antar manusia dengan manusia, hubungan orang dengan orang. Sebab, dalam setiap waktu terus terjadi ada orang yang tak lagi menjadikan orang lain sebagai prioritasnya. Hal sebaliknya, juga ada orang yang tak lagi menjadikan orang lain sebagai prioritas dirinya.

Dan kita, pasti selalu ada dalam bagian prioritas atau bukan prioritas orang lain. Atau orang lain mana yang masih menjadi prioritas kita dan sudah bukan prioritas kita.

Bila kita prioritas, bila kita tak prioritas

Sepanjang hidup kita, atau sekurangnya bercermin dari tenggat waktu Idul Fitri 1441 Hijriah (2020) hingga Idul Fitri 1442 Hijriah (2021), tentu kita pernah mengalami hal yang terkait dengan prioritas. Semisal dalam pekerjaan, kita selalu membuat skala prioritas tentang pekerjaan karena semua pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita adalah prioritas, primer, tidak ada yang sekunder.

Hal lainnya, kita juga pasti mengalami melakukan sikap dan perbuatan prioritas dalam urusan keluarga, saudara, teman, sahabat, tetangga, sekolah, kuliah, rekan kerja, grup, perkumpulan, instansi, institusi, dan lainnya. 

Mana di antara mereka yang kita anggap prioritas, lalu mana yang kita anggap bukan prioritas, hingga mana yang kita pikir malah harus dilupakan.

Sebaliknya, orang lain pun dalam keluarga, saudara, teman, sahabat, tetangga, sekolah, kuliah, rekan kerja, grup, perkumpulan, instansi, institusi, dan lainnya, juga berpikiran sama seperti kita, hingga kita pun dapat merefleksi diri, apakah dalam kurun waktu satu jarak Idul Fitri ke Idul Fitri, kita masih menjadi bagian prioritas bagi orang lain baik dalam keluarga, saudara, teman, sahabat, tetangga, sekolah, kuliah, rekan kerja, grup, perkumpulan, instansi, institusi, dan lainnya. 

Saat saya berpikir mana keluarga, saudara, teman, sahabat, tetangga, sekolah, kuliah, rekan kerja, grup, perkumpulan, instansi, institusi, dan lainnya yang masih saya jadikan prioritas dalam aktivitas sesuai kebutuhan di ranahnya, orang lain pun berpikir sama.

Maka, bercermin dari itu semua, saat kita tak lagi menjadikan orang lain prioritas kita, apa yang harus kita lakukan agar orang lain itu tahu, tidak tersinggung, dan dapat menerima fakta dan kenyataan?

Begitupun bila ternyata kita juga sadar dan tahu bahwa kita sudah tak lagi menjadi prioritas bagi orang lain, maka bagaimana sikap kita?

Bila ternyata ada orang lain yang tak lagi bukan prioritas kita, khususnya semisal dalam lingkungan sekolah, kuliah, pekerjaan, instansi, grup sosial, grup media sosial, perkumpulan, dan lainnya, maka banyak sikap terpuji yang dapat kita tunjukkan kepada orang lain yang bukan lagi menjadi prioritas kita.

Sikap terpuji dengan pondasi hati bersih itu, harus dilakukan sesuai dengan kondisi latar belakang kecerdasan intelegensi dan emosi orang tersebut. Semisal, orang yang tak lagi menjadi prioriras saya, cukup cerdas intelegensi dan emosi, maka kita bisa mengatakannya secara langsung dengan berterus terang bahwa semisal kita sudah tidak lagi dapat menyambung hubungan kerja sama, pun dengan alasan yang logis dan humanis. Sikap ini biasanya di lakukan di kantor-kantor, saat terjadi pemutusan hubungan kerja.

Bila orang yang tak lagi kita jadikan prioritas, dari segi kecerdasan intelegensi dan emosi belum mumpuni, maka cara penyampaiannya harus lebih jeli. Semisal, kita perlahan mulai menjaga jarak komunikasi verbal (lisan) dengan yang bersangkutan.

Kita juga bisa melakukan menjaga jarak komunikasi tertulis di media sosial seperti tak lagi memberikan like, memberikan respon dan komentar, hingga tak lagi menjawab chat di whatsApp (wa)nya.

Di sisi lain, saat orang lain juga tak lagi menjadikan kita sebagai prioritas mereka khususnya bukan di lingkungan kerja, kita harus peka atas sikap dan perbuatannya kepada kita, khususnya dapat kita baca dalam respon mereka dalam komunikasi non verbal di grup-grup media sosial yang tak lagi merespon upload kita, chat kita dan lainnya.

Contoh sikap prioritas saya

Di luar persoalan tersebut, sebab saya bekerja dalam bidang konsultan pendidikan, saya juga selalu memotret kejadian dalam bentuk artikel lalu memberikan alternatif solusi atau pemecahan masalahnya, maka bagi saya orang lain (masyarakat) selalu menjadi prioritas saya untuk berbagi kisah yang saya tulis, sebab kisah itu, masyarakat perlu tahu sebagai ilmu dan pengetahuan, serta menjadi acuan dalam kehidupan humaniora, bermasyarakat, dan bernegara.

Saya selalu mencoba membagi artikel yang saya tulis, kepada orang lain yang menjadi prioritas saya, terutama yang kontaknya ada di wa, karena saya berpikir, orang lain tersebut dapat pula membantu membagikan artikel yang saya tulis untuk berbagi menyebarkan kebaikan manusia pada umumnya.

Setiap artikel yang saya tulis tajuknya, niatnya adalah berbagi karena di dalamnya ada sebuah alternatif solusi dan pemecahan masalah dari potret masalah yang saya angkat di berbagai bidang, dari kisah rakyat jelata, orang kaya, hingga elite partai dan para pemimpin negeri, juga menyoal berbagai kejadian dan kebijakannya. 

Semua artikel yang saya tulis pun cirinya mudah ditebak, karena saya lekat dengan peran Semar dalam aksi panggung bersama grup teater saya, maka roh dari artikel adalah sesuai jiwa semar bijaksana tak memihak, obyektif, dan meluruskan.

Selain itu, juga bukan karena sok tahu apalagi menggurui tapi karena saya selalu menancapkan hati yang mantap dan percaya diri dalam membela kebenaran. Kita harus berani membela kebenaran (KBBI). Itulah sebabnya, maka semua orang adalah prioritas bagi artikel yang saya tulis.

Bila ternyata artikel yang saya tulis bukan prioritas bagi orang lain, dengan hati bersih, saya memohon maaf bila sharing artikel tersebut hanya nyampah di media sosial orang yang selalu saya prioritaskan.

Sebab niat berbagi, karena saya berani membela kebenaran sesuai dengan kapasitas dan kompetensi ilmu dan pengalaman hidup yang saya miliki, maka selama pikiran dan hati serta jasmani saya masih mampu menulis, demi memberikan sumbangan alternatif pemikiran tentang kebenaran, maka saya akan terus menulis untuk kebaikan.

Di bidang lain, sikap prioritas saya kepada orang lain, tentu dapat dirasakan secara langsung oleh orang yang bersangkutan, pun sesuai bidang dan obyek kegiatannya.

Sikap kita

Kembali kepada persoalan apakah ada orang lain yang sudah bukan prioritas kita, atau kita bukan lagi prioritas orang lain, maka kita wajib bersikap dengan dasar hati yang bersih.

Bila ada orang lain yang tak lagi bukan prioritas kita, maka lakukanlah komuniasi secara lisan atau tertulis dengan jujur, tegas, dan obyektif.

Bila ternyata kita atau saya bukan lagi prioritas bagi orang lain, maka sikap kita dengan hati yang bersih, harus berbesar hati, instrospeksi dan merefleksi diri, mengapa kita atau saya sudah bukan prioritasnya. Perbaiki diri, agar kita atau saya kembali menjadi prioritas mereka.

Bila upaya perbaikan diri sudah dilakukan, ternyata orang lain tetap menutup pintu hati, menjadikan kita atau saya bukan prioritasnya, jangan bersedih. Dunia ini luas, maka masih banyak ruang dan kesempatan lain di dunia ini yang menyediakan orang-orang yang akan menjadi diri kita atau saya prioritas bagi mereka berikutnya, sesuai obyektifitasnya, sesuai kapasitas dan kompetensinya, pun sesuai kebutuhannya.

Ayo melangkah dengan hati bersih, maka orang lain akan selalu menjadi prioritas kita, kita pun jadi prioritas bagi orang lain sesuai obyek dan kebutuhannya.

Apakah parlemen dan pemerintah akan memprioritaskan rakyat? Apakah saya masih memprioritaskan orang lain dan masih diprioritaskan oleh orang lain?

Satu di antara jawabannya, di saat mudik di larang, berkerumun dalam silaturahmi di larang di Idul Fitri ini, cek media sosial kita, apakah kita mengucapkan Idul Fitri bagi orang lain atau apakah orang lain mengucapkan Idul Fitri bagi kita atau saya? Bila ya, maka orang lain masih manjadi prioritas kita atau saya. Atau kita atau saya masih menjadi prioritas orang lain.

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler