x

Final Piala Eropa 2020

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 10 Juli 2021 20:49 WIB

Diterpa Isu Konspirasi, Performa Moncer Italia dan Inggris Akan Menjawab Siapa Jawara Euro 2020

Mari kita saksikan laga hebat antara pasukan pelatih pedagog dan pelatih cerdik, final Euro 2020 di rumah saja. Jaga prokes ketat. Dukung PPKM darurat. Lepaskan pikiran negatif tentang isu konspirasi dan sebagainya. Jangan khawatir, yang berbuat tak sportif tentu akan menerima hukuman pada akhirnya. Bila Inggris yang akhirnya menang, benarkah konspirasi itu? Bila Italia yang angkat trofi, berarti konspirasi tak manjur?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Berbeda dengan Copa America yang tak diterpa badai isu adanya skenario pengaturan tim yang dibantu oleh CONMEBOL atau CSF (Confederación Sudamericana de Fútbol, yaitu Konfederasi Sepak bola Amerika Selatan, hingga penghujung laga mempertemukan final ideal antara Brasil versus Argentina dan aman-aman saja.Tetapi, sejak Inggris lolos mulus dari fase grup di Euro 2020 hingga masuk partai final, isu Inggris dibantu dan diskenario untuk juara Piala Eropa pertama kalinya, ada saja yang coba mengulik.

Bahkan, seusai Inggris memenangi laga semi final atas Denmark, banyak pihak yang langsung menyampaikan pesan kepada saya dengan tuduhan ada pengaturan di balik kemenangan Inggris yang semakin nyaring. Meski buntut dari kemenangan Inggris, ancaman hukuman kepada Inggris pun siap menanti akibat peristiwa sinar laser yang di arahkan oleh suporter Inggris ke penjaga gawang Denmark, saat Harry Kane melakukan eksekusi pinalti dan pelanggaran yang dilakukan oleh suporter Inggris di Stadion Wembley.

Isu konspirasi, ancaman UEFA

Menghadapi fenomena ini, saya hanya menjawab sesuai fakta, data, dan performa tim di lapangan. Saya pun sampai bilang, bahwa tim sejati yang saya dukung di Euro 2020 telah gugur di fase 16 besar oleh Inggris. Karena sudah gugur dan faktanya memang logis Inggris memenangi laga, harus sportif.

Di Euro 2020 ini, saya juga takjub dengan performa Italia di bawah tangan Roberto Mancini. Bahkan atas kesuksesan Mancini, saya tidak pandang bulu dan tetap memberikan apresiasi secara fakta dan data kontribusi Mancini hingga sukses menorehkan rekor Euro, dengan 16 laga tanpa kalah. Karenanya, tanpa saya sadari, saya sudah menulis tentang Mancini dalam artikel yang berseri.

Pastinya, sebagai praktisi dan pengamat sepak bola, pikiran dan hati saya wajib tetap independen, obyektif, dan tak memihak, apalagi membuat karangan kisah yang jauh dari fakta, data, dan kebenaran.

Seiring dengan berbagai isu yang beredar, khususnya di tanah air menyoal Inggris yang dituduh ada yang membantu, meski itu berdasarkan versi publik sepak bola di Indonesia yang tak terima tim-tim kesayangannya ditaklukkan Inggris di Euro 2020, saya juga takjub saat membaca berita di media massa nasional, tentang tuduhan Inggris dibantu  oleh Federasi Sepakbola Eropa (UEFA) secara terang-terangan.

Isu yang bisa jadi benar atau juga hanya sekadar isu, benar-benar ditulis oleh seorang koresponden La Gazzetta dello Sport yang tinggal di London, yaitu Stefano Boldrini, yang menulis bahwa UEFA terindikasi membantu Inggris juara Piala Eropa 2020.

La Gazzetta dello Sport adalah sebuah koran Italia yang berisi mengenai berbagai macam di bidang olahraga. Diterbitkan pada tahun 1896, beroperasi pertama kali pada hari Kamis tanggal 3 April 1896, saat Olimpiade Athena 1896 dan Surat Kabar ini diterbitkan khusus pada kertas berwarna merah muda.

Kira-kira, Surat Kabar La Gazzetta dello Sport ada maksud apa menulis isu itu? Sebab, pastinya bukan karena kebetulan dan kesannya memang disengaja.

Bahkan dalam tulisannya, Stefano Boldrini mengungkapkan bahwa UEFA berutang budi kepada pemerintah Inggris, dalam hal ini Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson. Alasannya, saat April 2021, Florentino Perez (presiden Real Madrid) dan Andrea Agnelli (presiden Juventus) menelurkan kompetisi yang dimaksudkan menjadi tandingan Liga Champions. Turnamen yang dimaksud adalah Liga Super Eropa dengan 12 klub yang ambil bagian, yaitu Chelsea, Liverpool, Manchester United, Manchester City, Tottenham Hotspur, Arsenal, Juventus, Inter Milan, AC Milan, Real Madrid, Barcelona dan Atletico Madrid.

Rencana Liga Super Eropa pun bikin UEFA langsung kebakaran jenggot karena menjadi tandingan Liga Champions. UEFA langsung menggandeng operator kompetisi Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol dan FIFA untuk mencari bantuan.
Beruntung bagi UEFA, Inggris sangat kooperatif. Kurang dari 48 jam setelah kompetisi Liga Super Eropa diluncurkan, enam klub Inggris yakni Chelsea, Liverpool, Manchester United, Manchester City, Tottenham Hotspur, Arsenal memutuskan mundur.

Dari kemungkinan itulah, rupanya ada nada-nada campur tangan Boris Johnson atas mundurnya enam klub Inggris. Buntutnya rencana Liga Super Eropa pun tersisa hanya tiga tim, Juventus, Real Madrid dan Barcelona.

Lalu, kira-kira, dari mana nampak ada teori konspirasi UEFA yang bakal membantu Inggris juara Piala Eropa 2020? Stefano Boldrini pun memberi contoh saat laga Inggris versus Denmark. Sebelum gol kedua Inggris yang diciptakan Harry kane, salah satu sebabnya pinalti diberikan begitu gampangnya kepada Inggris. Bahkan Boldrini juga menyebut Perdana Menteri Inggris Boris Johnson tercatat dalam sejarah sebagai orang yang menyelamatkan sepakbola Eropa. Sebuah balasan yang logis (memberikan gelar Piala Eropa 2020 kepada Inggris) dan menutup tulisan, kita mungkin berdosa berpikiran buruk seperti ini, tapi lebih baik seperti ini.

Apakah tuduhan Stefano Boldrini, terhadap UEFA via La Gazzetta dello Sport benar dan bisa dibuktikan?  Atau sebaliknya hanya sebagai perang urat syaraf untuk menjatuhkan mental dan mempermalukan atau meremehkan Inggris sebelum bersua Italia?

Bila tuduhan Boldrini benar, pasti akan ada kisah akhirnya terhadap Inggris, tetapi bila tak benar, UEFA malah bisa menuntut balik Stefano Boldrini dan La Gazzetta dello yang telah menyebarkan isu atau hoaks atau fitnah.

Sebab, UEFA sendiri juga sedang melakukan investigasi terhadap kasus sinar laser dan masalah pelanggaran suporter Inggris.

Italia diunggulkan

Di luar tuduhan terhadap UEFA berkonspirasi membikin Inggris juara Euro 2020, pun investigasi UEFA terhadap pelanggaran suporter Inggris, saya lebih melihat sudut obyektifitas berdasarkan fakta dan data di lapangan tentang performa Inggris dan Italia sepanjang gelaran Euro sejak dari babak kualifikasi hingga mereka masuk babak final.

Selama gelaran Euro 2020, Italia menyapu bersih seluruh laga dengan kemenangan, Inggris pun sebagai tim yang hanya kejebolan sebiji gol sejak fase grup hingga semi final. Sebiji gol itu pun terjadi dari bola mati.

Inggris belum pernah merasakan juara Euro. Bahkan partai final ini adalah penantian selama 55 tahun sejak Inggris juara Piala Dunia 1966 saat menjadi tuan rumah. Sekarang adalah final pertama Inggris sepanjang sejarah partisipasi mereka di Piala Eropa.

Italia membidik gelar kedua, sedangkan Inggris bakal berharap tuah Wembley bisa mengantarkan mereka meraih gelar perdana. Italia sekali menjuarai Euro  pada edisi 1968, serta dua kali masuk partai final dan menjadi runner-up pada edisi 2000 dan 2012.

Untuk catatan pertemuan, Italia dan Inggris terakhir bentrok di major tournament, di fase grup Piala Dunia 2014. Saat itu, Italia unggul 2-1. Di putaran final Euro, mereka juga bertemu dua kali di fase grup dan Italia pun dua kali melibas Inggris saat Euro 1980, Italia menang 1-0. Di perempat final Euro 2012, Gli Azzurri menaklukkan Three Lions lewat adu penalti.

Saat Euro 2016, Inggris dihentikan Islandia di babak 16 besar. Sementara, Italia dijegal Jerman di perempat final.

Menyimak catatan keduanya sebelum partai final, maka laga dipastikan akan berjalan ketat. Terlebih Inggris mengincar gelar Euro pertamanya, sedangkan Italia membidik titel kedua sekaligus mengobati luka akibat kegagalan lolos ke Piala Dunia 2018.

Italia mencapai final Euro 2020 atas rentetan laga yang menakjubkan di bawah asuhan alenator pedagog, Roberto Mancini. Mulai dari menjuarai Grup A dengan mengeliminasi Austria, Belgia, dan Spanyol hingga semifinal.

Inggris pun moncer menjuarai Grup D, menyingkirkan Jerman di 17 besar dan Ukraina di 8 besar atas kecerdikan pelatih Gareth Southgate.

Dari catatan tersebut, selain dari total 27 kali mereka bentrok, Italia merebut 10 kali menang dan Inggris 8 kali menang serta imbang 9 kali. Sebab, pasukan Mancini juga tak terkalahkan dalam 33 laga terakhir, maka meski bermain di kandang sendiri, Italia lebih dijagokan memenangi laga dengan skor 1-0 atau 2-1.

Tetapi melihat mementum kebangkitan Inggris, bila barisan pertahanan Italia lengah, bukan tak mungkin Harry Kane dan kawan-kawan akan mengandaskan Donnarumma dan rekan.

Mari kita saksikan laga hebat antara pasukan pelatih pedagog dan pelatih cerdik, final Euro 2020 di rumah saja. Jaga prokes ketat. Dukung PPKM darurat. Lepaskan pikiran negatif tentang isu konspirasi dan sebagainya. Jangan khawatir, yang berbuat tak sportif tentu akan menerima hukuman pada akhirnya.

Bila Inggris yang akhirnya menang, benarkah konspirasi itu? Bila Italia yang angkat trofi, berarti konspirasi tak manjur?

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB