x

Foto ini diambil dari https://www.vice.com/en/article/434qzg/prisons-are-still-charging-female-inmates-for-having-their-periods

Iklan

Akbar Faris Rama Hunafa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Januari 2021

Jumat, 3 September 2021 07:21 WIB

Akselerasi Pencegahan Peredaran Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan dengan 5 Hal

Luasnya cakupan pengguna narkotika ini, pastinya menjadi ladang subur bagi produsen maupun pengedar narkotika sehingga dengan berbagai cara mereka berusaha mencari celah untuk dapat mendistribusikan dan menjual produknya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saat ini penggunaan narkotika telah menjadi trend atau gaya hidup masyarakat Indonesia yang berasal dari berbagai kalangan, tidak saja dari masyarakat yang berpenghasilan menengah keatas bahkan sudah sangat masif menjalar kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah. Luasnya cakupan pengguna narkotika ini, pastinya menjadi ladang subur bagi produsen maupun pengedar narkotika sehingga dengan berbagai cara mereka berusaha mencari celah untuk dapat mendistribusikan dan menjual produknya.

Permasalahan yang muncul dan menjadi keprihatinan kita saat ini adalah terjadinya kasus peredaran narkotika yang melibatkan tahanan atau penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang dimanfaatkan oleh pengedar dan pengguna untuk memperluas jaringannya. Beragam cara dan upaya yang dilakukan mereka untuk dapat menyelundupkan narkotika ke lapas, mulai dari memasukkan kedalam makanan, barang-barang, menggunakan drone dan lain sebagainya.

Contoh kasus peredaran narkotika di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau  Rumah Tahanan Negara (Rutan), yang paling mengemparkan terjadi pada tahun 2012 yang melibatkan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang bernama Freddy Budiman. Kemudian dari tahun 2012 hingga sekarang sudah banyak contoh kasus peredaran narkotika di beberapa Lembaga Pemasyarakatan, tidak sedikit juga yang melibatkan oknum petugas, keadaan seperti ini menjadi keprihatinan bersama. Permasalahan ini tidak kalah rumitnya  dengan masalah Over capacity (kelebihan penghuni).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mengutip buku Sosiologi Penjara yang ditulis oleh Dr. Sugeng Pujileksono, M.Si., maraknya peredaran narkotika di lapas dan rutan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain pertama, para pengedar menganggap penjara merupakan tempat bisnis narkoba yang menggiurkan sebab para penggunannya sudah jelas. Penjara menjadi tempat perekrutan bagi pengedar baru narkoba. Salah satu modusnya, pengedar lama menjerat para pengguna narkoba di tahanan dengan memberikan bantuan uang kepada pengguna. Setelah bebas, pengguna tersebut menjadi kaki tangan pengedar yang masih berada di dalam penjara karena jeratan hutang.

Kedua, jumlah narapidana kasus narkoba dan penempatannya dalam satu sel atau blok dengan narapidana non-narkoba. Maraknya kasus narkoba dalam penjara muncul seiring dengan melonjaknya penghuni yang berlatar belakang kasus narkoba. Berdasarkan data Ditjen PAS (26 Juli 2021), jumlah narapidana dan tahanan narkotika sebanyak 138,810 ribu orang dengan penjabaran; Pengguna sebanyak 121,332 orang; Bandar, Pengedar, Penadah, Produsen sebanyak 17,478 orang. Narapidana kasus narkoba dan narapidana kasus non-narkoba banyak ditempatkan dalam satu sel atau blok sehingga mempermudah terjadinya transaksi dan memperluas jaringan peredaran narkotika di Lapas.

Ketiga, kurangnya kontrol atau pengawasan dari petugas lapas terhadap peradaran narkoba di Lapas atau Rutan. Hal ini dapat terjadi karena sikap petugas Lapas cenderung permisif dan komersil terhadap pelanggaran yang terjadi di dalam lingkungan Lapasnya. Keterlibatan petugas Lapas dapat terjadi pada level paling bawah hingga level Kepala lapas. Hal tersebut lebih disebabkan oleh faktor individu masing-masing saat berhadapan dengan pelanggaran di dalam Lapas. Selain itu, jumlah petugas Lapas atau Rutan belum memadai apabila dibandingkan dengan jumlah narapidana dalam suatu Lapas atau Rutan.

Atas dar ketiga faktor tersebut penulis menuliskan  beberapa hal yang menjadi upaya akselerasi pencegahan peredaran narkotika di Lembaga Pemasyarakatan.

Pertama, Identifikasi. Identifikasi adalah proses pengumpulan informasi/data yang digunakan untuk memahami agar memudahkan dalam pengambilan keputusan. Dalam pelaksanaannya identifikasi dinilai tidak terbatas pada penampilan narapidana, atau keadaan saat itu, melainkan juga semua riwayat dan karakteristik, yang meliputi, pada kasus yang menjeratnya ,proses bergabung dalam jaringan jika pengedar, saat memakai/mengedarkan, dan pada saat penangkapan serta karakteristik yang meliputi, kemampuan, nilai, sikap, dan minat yang berpengaruh terhadap program yang akan dilakukan. Identifikasi dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan tujuannya untuk memperoleh informasi/data tentang narapidana, keluarganya, lingkungannya dan jaringannya yang berguna untuk mengetahui segala bentuk informasi, untuk merancang program perlakuan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan resiko narapidana serta potensi narapidana untuk kembali melakukan kejahatannya.

Kedua, kerja sama. Dalam kaitannya akselerasi pencegahan peredaran narkotika di Lembaga Pemasyarakatan terhadap upaya bersama pemberantasan narkotika di Indonesia ialah sebagai suatu strategi, maka keberhasilan akselerasi pencegahan peredaran narkotika di Lembaga Pemasyarakatan akan sangat tergantung dari optimalisasi fungsi dari masing-masing komponen yang terlibat seperti fungsi Kepolisian,, Fungsi Badan Narkotika Nasional, fungsi Lembaga Pemasyarakatan, dan fungsi dari komponen pendukung seperti LSM, Ormas, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya masing-masing fungsi yang diperankan komponen tersebut memiliki peran penting dalam menunjang keberhasilan akselerasi pencegahan peredaran Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan khususnya dan Indonesia umumnya.

Ketiga, konsistensi dan komitmen. Dalam pencegahan peredaran narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kita dituntut untuk konsisten dan berkomitmen. Ini merupakan tantangan berat para aparat penegak hukum ke depan khusunya para petugas Pemasyarakatan untuk mencegah peredaran Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan. Petugas Pemasyarakatan dalam hal ini harus tegas, berani dan independen. Jangan pada akhirnya pencegahan peredaran narkotika hanya sebagai angan-angan saja, karena aparat penegak hukum mudah diintervensi dan mudah tergoda saat kepentingan uang dan kekuasaan ikut bermain. Hal ini tidak boleh terjadi dalam akselerasi pencegahan peredaran narkotika di Lembaga Pemasyarakatan. Para penegak hukum dalam hal ini petugas Pemasyarakatan harus tahan uji, bersikap independen dan bernyali besar.

Keempat, sikap positif. Dalam proses akselerasi pencegahan peredaran Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan perlu diperhatikan sikap positif petugas pemasyarakatan atau perilaku baik yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang berlaku dalam masyarakat. Hal ini penting mengingat sikap positif terhadap proses akan berkolerasi positif dengan keberhasilan.

Kelima, kapasitas untuk kerja keras. Peredaran narkotika di Lembaga Pemasyarakatan yang masif merupakan suatu tantangan untuk petugas pemasyarakatan agar dapat melakukan pencegahan. Tantangan memiliki pengaruh positif terhadap kerja keras sedangkan kerja keras memiliki hubungan positif dengan keberhasilan. Maka dari itu seorang petugas Pemasyarakatan harus memiliki kapasitas untuk kerjas keras, dikarenakan peredaran Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan merupakan permasalahan yang cukup rumit.

Ikuti tulisan menarik Akbar Faris Rama Hunafa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

21 jam lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

21 jam lalu