x

Luter

Iklan

Tempo Institute

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 16 September 2021

Sabtu, 18 September 2021 07:37 WIB

Wartawan Bukan Hanya Penulis Berita

Validasi wartawan menjadi perhatian di saat informassi bebas berkembang. Banyak hal yang simpang siur atau belum tentu benar berkembang lewat grup WhatsApp keluarga. Hal ini pun harus menjadi perhatian untuk para wartawan bahwa mereka bukan saja menulis berita, tetapi harus melakukan satu hal penting yang tidak boleh dilupakan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam buku The Elements of Journalism,  Bill Kovach dan Tom Rosenstiel mengatakan bahwa  jurnalis bukan sekadar mengabarkan. Mereka harus memberikan kebenaran yang diperlukan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip ini menjadi salah satu hal fundamental jurnalisme hingga saat ini. 

Berbeda dengan sekadar memberitakan, mengabarkan kebenaran menuntut kesahihan sebuah kabar. Seorang wartawan tidak bisa memberitakan semua informasi yang dia dapatkan. Mereka terlebih dulu harus mencari kebenaran berita yang didapat, atau melakukan validasi. Validasi berarti pengujian kebenaran atas sesuatu. Jadi, setiap isu yang viral ataupun penting harus divalidasi terlebih dahulu sebelum diberitakan kepada masyarakat.

Validasi ini sangat penting, karena validnya informasi yang diberitakan menjadi indikator kepercayaan masyarakat terhadap media massa. Apabila berita yang sudah keluar terbukti adalah hoaks/disinformasi, si pembawa berita itu pun akan dicap sebagai pembohong.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sayangnya, saat ini tingkat validasi berita di media massa belum merata. Hal ini bisa dilihat dari masih adanya berita palsu yang diberitakan oleh media massa. Berita itu pun tersebar di beberapa platform media sosial, seperti Twitter, Facebook, Instagram, dll.

Akibatnya, kredibilitas media massa kerap dipertanyakan. Hal ini diperparah dengan tulisan berita yang bombastis dan sensasional demi mengejar klik. 

Salah satu contoh nyata validasi wartawan yang buruk adalah membuat sebuah berita dari isu/fakta yang sedang viral tanpa menguji keabsahan isu/fakta tersebut dari pihak yang terlibat. Contohnya adalah pemberitaan seorang remaja wanita menikah dini. Berita ini ditulis tanpa meminta keterangan lebih lanjut dari objek berita itu sendiri.

Berita tersebut berisi tweet keresahan sebuah akun Twitter, @renestudie, terhadap pernikahan dini yang akan dilakukan oleh sepupunya. Setelah penulis meminta keterangan lebih lanjut dari pemilik akun, pemilik akun tidak mengetahui kalau tweet-nya akan viral dan menjadi sebuah berita. Ia bahkan tidak dihubungi oleh pembuat berita tadi yang mengutip tweet viralnya tersebut.

Wartawan pun harus menjadi profesi yang kredibel nantinya. Calon wartawan yang baik pastinya akan mengikuti pelatihan terlebih dahulu ataupun menempuh pendidikan khusus jurnalisme di perguruan tinggi contohnya. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap kualitas yang dimiliki nantinya dalam dunia profesional.   

Ikuti tulisan menarik Tempo Institute lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler