x

Iklan

Tri Budhi Sastrio

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 November 2021

Jumat, 19 November 2021 15:30 WIB

Seres

Kisah singkat lahirnya jalur sutra

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Cerpen Kasidi

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seres

Tri Budhi Sastrio

 

          ‘Mereka memberi julukan Seres untuk kita Yang Mulia,’ seorang pria separuh baya yang tampan berbicara sambil tetap bertumpu pada salah satu lututnya.

          ‘Seres?’ Kaisar mengulang kembali ucapan itu dengan susah payah. ‘Apa itu Seres dan mengapa?’

          Ruang pertemuan yang luas itu hening. Para menteri, jenderal, pejabat istana diam. Mereka memang hanya akan berbicara jika mendapat perintah dari Kaisar. Tanpa perintah mana mereka berani lancang berbicara.

          Pria paruh baya yang tampan ini baru saja diangkat menjadi jenderal setelah lima tahun berkelana melintasi perbatasan sampai jauh ke dalam kekuasaan kekaisaran Roma.

          Beberapa tahun setelah berkuasa, kaisar yang dianggap sebagai pendiri dinasti Han ini memang mengutus belasan prajurit handalnya untuk melintasi perbatasan ke berbagai arah untuk mencari keterangan apa yang sebenarnya terjadi di luar sana. Perintah pada para prajurit ini singkat dan sederhana.

          ‘Cari dan catat semua informasi dan keadaan di luar sana. Aku ingin tahu apa yang ada di luar sana. Sekembalinya ke istana dan melapor, kalian akan kuangkat menjadi jenderal,’ titahnya tegas dan singkat saat itu.

          Sekarang, dari belasan orang yang dikirimnya, baru satu orang yang dilaporkan kembali. Sesuai dengan janjinya, Li Yun telah diangkat menjadi jenderal kemarin, dan sekarang datang dalam pertemuan resmi kekaisaran untuk melapor. Kaisar memang telah membaca catatan perjalanan yang diterimanya kemarin, banyak yang menarik tetapi tidak dipahami, dan sekarang jenderal baru ini sambil tetap berlutut dengan satu kaki sepertinya hanya melaporkan satu kata ‘seres’. 

          ‘Mengapa ‘seres’, Li Yun Ciangkun. Jenderal Li Yun,’ Kaisar kembali bertanya kali ini dengan senyum lebar. ‘Aku hampir semalaman membaca catatanmu. Bagus karena banyak yang baru dan tidak kumengerti. Catatan itu penting untuk nantinya akan dipelajari oleh para penasehat kerajaan agar disarikan mana yang cocok untuk dikembangkan oleh kekaisaran. Hanya saja seingatku tidak ada kata ‘seres’ dalam catatan itu, dan sekarang laporan pertamamu di depanku menyebutkan bahwa kekaisaran ini adalah ‘seres’. Hmm … mengapa seperti itu Ciangkun, mengapa seperti itu Jenderal?’

          ‘Ada banyak ceritanya Yang Mulia yang memang tidak hamba catat karena yang satu ini tidak akan pernah bisa dilupakan.’

          ‘Oh begitu?’ kata Kaisar tetap lembut tetapi semakin penasaran. ‘Baik, kalau begitu silahkan diceritakan semua yang pasti tidak bisa dilupakan itu. Biarkan semua jenderal,  menteri dan para pejabat istana yang pagi ini hadir dapat mendengar sendiri. Jika memang penting dan dapat dikembangkan oleh   seluruh rakyat, aku pasti tidak akan keberatan.’

          ‘Sangat penting Yang Mulia dan menurut hamba dapat dikembangkan oleh seluruh rakyat, bahkan hamba berpendapat Yang Mulia harus memberi perintah untuk lebih hebat melakukan dan mengembangkan ini agar nantinya nama Yang Mulia akan terus dikenang dan dicatat oleh sejarah.’

          ‘Ya … ya …,’ kata Kaisar. ‘Kalau Jenderal mengatakan penting, seharusnya memang penting tetapi biarlah mereka yang hadir kali ini juga diberi kesempatan untuk mengatakan itu memang penting. Ini tentang ‘seres’ itu, bukan?’

          ‘Benar, Yang Mulia. Memang ada banyak yang sudah dicatat untuk dibaca  oleh Yang Mulia dan seluruh pejabat istana, tetapi menurut hamba justru satu hal yang sengaja tidak dicatat inilah yang penting, bahkan yang paling penting. Hamba membayangkan betapa nantinya kekaisaran yang dipimpin oleh Yang Mulia berserta dengan anak cucu penerus Yang Mulia akan dikenal dan dikenang sepanjang masa. Hamba juga membayangkan …’

          ‘Sebentar Jenderal,’ potong Kaisar dengan lembut. ‘Bolehkah jika kita semua ikut membayangkan apa yang Jenderal bayangkan tetapi kan harus diceritakan dulu apa yang harus dibayangkan itu.’

          ‘Baik Yang Mulia. Akan segera dijelaskan. Mohon ijin untuk duduk bersimpuh di lantai. Lutut hamba agak bermasalah, Yang Mulia …’

          Li Yun tidak sempat menyelesaikan perkataannya terpotong oleh Kaisar yang tertawa lepas.

          ‘Hahaha ... aku paham sekarang. Ternyata lutut Jenderal yang menyebabkan tidak segera bercerita ya. Hahaha … baiklah, sekarang boleh duduk bersimpuh.’

          ‘Terima kasih Yang Mulia.’

          Li Yun segera duduk bersimpuh dengan perasaan lega. Sejak tadi dia terus menahan sakit. Lututnya tidak bisa diajak kompromi.

          Kaisar juga ikut tersenyum. Ternyata penting memahami banyak hal agar dapat mengambil keputusan yang tepat. Lain kali aku harus lebih rajin bertanya jika ingin mengetahui lebih banyak hal.

          ‘Seres itu Sichou, Yang Mulia. Sichou itu Seres, Yang Mulia. Inilah julukan atau label yang diberikan pada rakyat yang mulia, pada kerajaan Yang Mulia, pada kekaisaran Yang Mulia. Cina itu sutera, Yang Mulia. Dinasti Han itu Sichou Yang Mulia. Tidak ada nama lain untuk Yang Mulia, untuk rakyat Yang Mulia, untuk kekaisran yang Mulia. Hanya Sichou, hanya Seres, hanya Sutera.’

          Ruangan besar kembali hening. Benar-benar hening. Bahkan jarum jatuh pun pasti akan terdengar nyaring.

          Sutera? Sichou? Seres? Bukankah ini pekerjaan rakyat biasa? Bukankah ini hal yang lumrah dan biasa dilakukan di Cina? Lalu untuk apa harus menunggu sekian lama jika hanya untuk informasi bahwa Cina adalah sutera, adalah sichou, adalah seres? Yah …

          Kaisar terdiam. Yang lain juga terdiam meskipun dalam hati mereka mengucapkan hal yang serupa.

          ‘Kerajaan lain mungkin bisa membuat tetapi tidak seperti kita. Tempat lain juga ada tetapi tidak seperti kerajaan Yang Mulia. Di kerajaan yang hamba kunjungi memang ada tetapi tetap saja yang dicari adalah sutera, adalah sichou, adalah seres dari kerajaan Yang Mulia. Jadi …’

          Jendral Li Yun tidak dapat melanjutkan kata-katanya, terpotong oleh titah kaisar.

          ‘Mulai sekarang diperintahkan agar seluruh rakyat terlibat dalam pembuatan sichou tanpa harus mengabaikan kegiatan yang lain. Aku ingin gelaran yang sudah diberikan pada kita menjadi benar dan semakin benar. Pendek kata jika di luar sana ini ingin membeli sichou, hanya dari kitalah mereka mendapatkannya. Ayo produksi sichou kita, produksi seres kita menjadi yang nomor satu di seluruh jagat …’

          Gema titah itu tidak hanya bergema di dalam ruangan besar itu tetapi juga di seluruh jagat raya untuk waktu yang lama, bahkan sampai sekarang di era digital ini. Sutera, sichou, atau seres adalah Cina. Bahkan Kasidi yang ikut membaca ini ikut termangu-mangu. Betapa luar biasanya. (SDA10092021)

.

Tri Budhi Sastrio

WA 087853451949

Email tribudhis@yahoo.com

No. Rek BCA - 1300018897

         

 

         

 

 

Ikuti tulisan menarik Tri Budhi Sastrio lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler