Pembelajaran Berdiferensiasi: Untuk Mewujudkan Merdeka Belajar bagi Peserta Didik

Kamis, 25 November 2021 16:43 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Artikel ini berbicara tentang Pembelajaran Berdiferensiasi di kelas untuk mewujudkan merdeka belajar bagi peserta didik di kelas.

Beragamnya kemampuan pembelajar yang ada di dalam suatu kelas membuat seorang guru harus berpikir kreatif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pertanyaannya, bagaimana membagi waktu, bahan ajar yang sesuai dan perhatian guru terhadap semua pemelajar sehingga pembelajaran menjadi efektif dan dapat memaksimalkan talenta yang dimiliki setiap pemelajar telah menjadi pertanyaan yang terus diungkapkan semua guru sejak 100 tahun yang lalu.

Richard I. Arends (2008) secara tegas mengatakan, bahwa dalam teori perkembangan kognitif, peserta didik memiliki gaya belajar berbeda sesuai tingkat perkembangan kognitif. Heterogenitas peserta didik di kelas sudah menjadi kepastian, mereka memiliki kemampuan yang berbeda dari segi emosi, intelegensi, sosial, akademis orang tua, dan berbagai kemampuan lainnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu perbedaan learning style yang dimiliki siswa belum mendapatkan pembelajaran yang sesuai, sehingga semua bakat yang dimiliki oleh peserta didik tidak dapat terakomodasi dengan optimal. Tingkat kesiapan siswa (readiness) untuk menerima materi selanjutnyapun belum dipertimbangkan dengan khusus, sehingga kemampuan siswa untuk menghubungkan kaitan materi satu dengan yang lain, masih rendah. Akibatnya hasil belajar tidak maksimal, bahkan matematika menjadi pelajaran yang dihindari dan ditakuti. Maka pembelajaran perlu mempertimbangkan perbedaan karakter dalam diri siswa, diantaranya perbedaan: learning style (gaya belajar), readiness (kesiapan), dan interest (ketertarikan).

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, pembelajaran berdiferensiasi mutlak diperlukan. Karena realitas masyarakat Indonesia sangat multikultural, baik dari segi etnisitas, latarbelakang budaya, status sosial ekonomi, bahkan secara geografis. Tentunya perlu strategi pembelajaran yang lebih komprehensif untuk bisa meng-cover multikulturalitas tersebut, sehingga menjadi sebuah social capital bagi terbentuknya peserta didik yang kreatif, bernalar kritis, berkebihinekaan global, berjiwa gotong royong dan mandiri, serta dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.

Apa Itu Pembelajaran Berdiferensiasi

Menurut Carol Ann Tomlinson (2000), Pembelajaran Berdiferensiasi (selanjutnya PB) atau bisa juga disebut Differentiated Instruction (selanjutnya DI), adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas, untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut.

Diferensiasi pada awalnya dicetuskan oleh Tomlinson pada tahun 1999. Tomlinson mengatakan bahwa dalam PB ini, guru dapat menggunakan banyak kegiatan yang bermacam-macam untuk memenuhi semua kebutuhan pemelajar. Namun, diferensisiasi ini sendiri sesungguhnya sudah ada sejak zaman dahulu. Ki Hajar Dewantar, Menteri Pendidikan pertama Indonesia, memiliki sebuah gagasan yakni pendidikan yang menghargai perbedaan karakteristik setiap anak. Dalam bukunya Pusara (1940), Ki Hajar Dewantara menyatakan tidak baik menyeragamkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak bisa diseragamkan. Beliau berpendapat perbedaan kemampuan, bakat hingga keahlian harusnya difasilitasi dengan bijak. Prinsip inilah yang sama dan sejalan dengan pembelajaran Diferensiasi.

Berbeda halnya dengan Ki Hajar Dewantara, Carol Ann Tomlinson merupakan peneliti yang terkenal dengan PB dan terus mengembangkan penelitiannya tentang Diferensiasi. Dalam bukunya The Differentiated Classroom: Responding to the Needs of All Learners, beliau membuka pandangan baru tentang cara lain dalam belajar. Dia selalu menggunakan frase “One size doesn‟t fit all” yang berarti bahwa satu cara pengajaran atau pembelajaran tidak akan bisa cocok atau sesuai untuk semua. PB memandang bahwa pembelajar harus dilihat secara individu, meskipun pemelajar itu dikelompokkan ke kelas yang sesuai dengan umurnya tetapi nyatanya mereka berbeda dalam hal kesiapan belajar, minat dan gaya belajar. Berawal dari keberagaman tersebut, guru hendaknya mengakomodasi dan melakukan diferensiasi.

Bagaimana Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi

Dasar pemikiran strategi PB adalah peserta didik memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda secara psikologi. PB pada hakikatnya pembelajaran yang memandang bahwa siswa itu berbeda dan dinamis. Karena itu, sekolah harus memiliki perencanaan tentang pembelajaran berdiferensiasi, antara lain: mengkaji kurikulum saat ini yang sesuai dengan kekuatan dan kelemahan siswa, merancang perencanaan dan strategi sekolah yang sesuai dengan kurikulum dan metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan siswa, menjelaskan bentuk dukungan guru dalam memenuhi kebutuhan siswa, mengkaji dan menilai pencapaian rencana sekolah secara berkala.

Pendekatan PB mengharuskan para guru untuk menjadi fleksibel dalam pendekatan mereka ketika mengajar, menyesuaikan kurikulum, dan menyajikan informasi kepada siswa. PB merupakan teori pengajaran yang didasarkan pada pernyataan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan harus bervariasi dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing siswa. Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan, bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah : (1) Kesiapan belajar (readiness) murid, (2) Minat murid, dan (3) Profil belajar murid.

Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

Pembelajaran Berdiferensiasi darurat atau mutlak diperlukan, di tengah-tengah peserta didik yang sangat multikultural atau plural, baik dari segi etnisitas, latarbelakang budaya, status sosial ekonomi, bahkan secara geografis (wilayah). Sehingga dengan ini akan lahir peserta didik yang kreatif dan inovatif, sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. 

Bagikan Artikel Ini
img-content
MOH ZULHAM ALSYAHDIAN

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler