Yang unik dari Arboretum ini adalah karena menjadi tempat pemeliharaan tanaman kantong semar. Terdapat sekitar tujuh spesies kantong semar (Nepenthes) yang berada di Eduwisata Arboretum Gambut Marsawa ini.
Dua diantara tujuh Nepenthes tersebut, yaitu Nepenthes Sumatrana dan Nepenthes Spectabilis, yang merupakan tanaman dilindungi.
Kelahiran Arboretum ini merupakan hasil jerih payah Sadikin, pria setempat yang kini berusia 50 tahun. Sadikin mulai bergerak memelihara tanaman sejak tahun 2010 setelah mendapatkan tanah hibah dari orang tuanya.
Pada tahun 2013, Sadikin mempunyai keinginan untuk membuat taman bermain untuk putrinya sendiri yang saat itu masih berumur satu tahun. "Saat itu anak saya didiagnosa memiliki kelainan jantung sehingga harus seringkali ke rumah sakit untuk diberikan oksigen," kata Sadikin kepada penulis.
Sadikin berfikir dengan membangun taman akan menghasilkan oksigen segar bagi anaknya. Namun ternyata tahun-tahun berikutnya terjadi berbagai kebakaran hutan yang membuatnya khawatir. Banyaknya asap membahayakan kondisi kesehatan anaknya. Pada Oktober 2015, anak Sadikin meninggal karena kondisi udara yang sangat buruk akibat sering terjadinya kebakaran lahan.
Mengubah Kampung Neraka
Sadikin mulai memikirkan cara untuk mengajak masyarakat dalam rangka mencegah kebakaran hutan. Ia mempunyai ide menanami pepohonan di tanah pemberian orangtua. Ia mengajak warga sekitar agar sadar tentang pentingnya hutan.
Tapi sebagian masyarakat sudah pasrah dengan bencana kebakaran yang kerap terjadi. Masyarakat sering menyebut lahan yang sering terbakar itu dengan sebutan ‘kampung neraka’.
Kebakaran ini tentu saja memberikan dampak negatif cukup signifikan bagi warga. Antara lain lahan produktif juga turut terbakar. Selin tiu, asap kebakaran memicu penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Sadikin menjelaskan kepada penulis, pada tahun 2014 hingga 2015, saat itu hanya sekitar 1.1 ha lahan saja yang tidak terbakar. Kebakaran ini memaksa warga untuk bahu membahu dalam memadamkan api. Saking seringnya kebakaran lahan ini terjadi, warga kesulitan mencari nafkah.
Berbagai masalah tersebut mendorong Sadikin mengajak dua orang lokal lainnya, yaitu Samsul dan Heri untuk melakukan pembenahan. Ia menjadikan tanah gambut seluas satu hektar miliknya untuk ditanami aneka ragam jenis tanaman. Ia berniat lahan ini akan menjadi sarana pengenalan bagi anak anak sekolah dan tempat penelitian.
Pada tahun 2016 akhir, lahan ini kemudian diberi nama Arboretum Gambut Marsawa. "Marsawa merupakan singkatan dari nama-nama anggota keluarga kami, yaitu Marsela, Sadikin, Waty, dan Wahyu," kata Sadikin yang juga menjadi Ketua MPA (Masyarakat Peduli Api) kelurahan Sungai Pakning ini.
Oleh Sadikin dan warga, lahan ini terus dikembangkan dengan modal pribadi. Sadikin tidak ingin apa yang menimpa anaknya akan terulang terhadap orang lain.
Kegigihan dan semangat Sadikin sangat pantas dicontoh. Masyarakat tidak bisa tinggal diam ketika menghadapi masalah. Sebaliknya warga harus bergotong-royong untuk memecahkan setiap masalah yang dihadapi di lingkungan dimana mereka tinggal.
Sadikin dan warga sekitar mampu mengubah lahan yang awalnya sering sekali terjadi kebakaran kini menjadi lokasi wisata edukasi sangat indah.
Keseriusan Sadikin dalam melestarikan lingkungan juga dapat terlihat dari kondisi Arboretum Gambut Marsawa yang hingga kini terus eksis.
Dengan kegigihan dan keseriusan Sadikin inilah kondisi ekonomi di daerah Sungai Pakning sudah mulai terdongkrak. Antara lain turut mendukung operasional Eduwisata Arboretum Gambut Marsawa. Warga juga mampu mencegah kebakaran hutan sehingga meminimalisir kemungkinan terkena penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
Pada tahun 2018, Eduwisata Arboretum Gambut Marsawa mendapatkan bantuan dari dana CSR Pertamina. Dana dipakai untuk memperbaiki jalan masuk pejalan kaki, toilet, musholla, wahana permainan, hingga cafe. Kini lahan yang semula dijuluki ‘neraka’ telah berubah menjadi kawasan layaknya ‘surga’ akibat dari kegigihan yang ditunjukkan Sadikin.
Hal inilah membuat Sadikin dianugerahi penghargaan Kalpataru tingkat Nasional dan Provinsi kategori Perintis Lingkungan pada tahun 2020. Eduwisata Arboretum Gambut Marsawa juga meraih penghargaan Program Kampung Iklim (Proklim) Utama pada 2021 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Eduwisata Terbesar
Dilihat dari kondisi saat ini, kawasan Arboretum Gambut Marsawa telah menjadi pusat eduwisata gambut terbesar di Provinsi Riau. Tempat yang menjadi lokasi konservasi tanaman khas gambut serta pembibitan kantong semar ini seringkali menjadi tempat tujuan untuk melaksanakan outbound sekolah dengan menteri pendidikan cinta lingkungan dan pengenalan ekosistem gambut.
Pada kondisi pandemi pada tahun 2020, Arboretum Gambut sempat tutup. Namun pada 2021 telah kembali dibuka dengan tambahan beberapa fasilitas seperti Marsawa cafe, area terbuka sebagai tempat berdiskusi, kantin, serta sarana promosi untuk masyarakat.
Disamping itu, Arboretum Gambut Marsawa juga menjadi sentra dalam pembuatan pupuk kompos yang digunakan oleh para petani nanas lahan gambut. Untuk kalangan pendidikan, Arboretum Gambut Marsawa juga berperan sebagai pusat kegiatan research grant yang diikuti oleh mahasiswa dari kampus kampus di Provinsi Riau.
Mitigasi Kebakaran
Kawasan Arboretum Gambut Marsawa menggunakan mitigasi perencanaan yang berkelanjutan guna mempertahankan agar lingkungan tetap asri dan terhindar dari bahaya kebakaran.
Hal ini dilakukan dengan membuat sekat kanal, memanfaatkan lahan bekas dan berpotensi terbakar untuk keperluan lain yang mampu mengurangi potensi terbakar. Selain itu juga dilakukan penanaman pohon, perawatan terhadap pohon-pohon yang tumbuh, serta membuat perkebunan nanas dengan sistem jajar legowo.
Kedepannya lahan ini diharapkan mampu menjadi pusat eduwisata dan mampu terus memberikan dampak positif lain bagi masyarakat sekitar.
Ikuti tulisan menarik sangpemikir lainnya di sini.