x

Gambar oleh Sasin Tipchai dari Pixabay

Iklan

Helda Dwi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 November 2021

Kamis, 2 Desember 2021 18:03 WIB

Belajar penuh Kebebasan di Masa Golden Age

Artikel ini berisi tentang pandangan penulis akan pentingnya masa golden age terutama dalam mengembangkan kecerdasan anak melalui kebebasan belajar

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aku sudah banyak belajar dari anak murid selama kurang lebih 4 tahun. Bagaimana tidak belajar? Anak muridku adalah anak di usia emas yaitu 3 sampai 5 tahun. Selama mengajar, aku menempatkan diriku bukan sebagai orang tua, guru, pendidik, melainkan teman. Aku dituntut masuk ke dunia imajinasi mereka, saat membersamai mereka aku lupa bahwa menjadi dewasa sangatlah menyebalkan. Setiap kegiatan menggambar bebas, mereka dengan merdekanya menuangkan segala ide di atas kertas. Merdeka? Ya, anak di usia 4 tahun memiliki imajinasi diluar batas. Merdeka menurutku bagaimana setiap orang menumpahkan segala pikiran ke dalam berbagai hasil karya. Belum lagi dengan segudang pertanyaan yang terlontar dari mulut kecil mereka, Lagi-lagi aku belajar dari mereka setiap menjawab pertanyaan yang sama dari tubuh-tubuh mungil itu. 

Aku tidak pernah memaksa mereka harus pandai berhitung, gemar membaca, atau hobi menulis, karena aku yakin setiap perkembangan dalam usia manusia memiliki fasenya masing-masing. Aku hanya ingin membangun afeksi atau sikap yang mulia kepada mereka sebelum mencapai aspek kognisi atau pengetahuan. Sama seperti teori tahap perkembangan yang diciptakan oleh Jean Piaget. Bagaimana mungkin seorang anak yang pintar berhitung sedangkan ia tidak bisa mengantri? 
Bagaimana mungkin seorang anak pandai membaca namun ia tidak bisa meminta maaf?
Dan lagi kita berbicara soal merdeka dalam belajar. Belajar tidak hanya tentang buku, angka, rumus. Bukan. Belajar adalah suatu tindakan yang kamu belum tahu sebelumnya lalu kamu mau mencobanya sehingga menghasilkan perilaku yang lebih baik. Pernahkah melihat anak usia 3 - 4 tahun yang jika kamu lihat mereka banyak bergerak bak gasing? 
Padahal mereka sedang belajar bagaimana mengenal tubuhnya, mencari informasi dari fungsi-fungsi anggota tubuhnya, sangat disayangkan jika orang dewasa di sekitarnya malah melarang. 
Sebelum jam pembelajaran dimulai, aku selalu memberi kesempatan kepada teman-teman kecilku untuk menggerakkan tubuhnya di lapangan sekolah, aku informasikan bagian-bagian dan fungsi dari anggota tubuh. Lagi-lagi aku belajar, walau dengan informasi yang sama cukup menebalkan myelin dalam otakku tentang sistem anggota tubuh. 
Setelah kegiatan menggerakkan tubuh di lapangan, aku memberi kesempatan kepada mereka untuk membersihkan tubuh dengan ganti baju yang basah karena keringat. Lagi-lagi aku belajar tentang manfaat membersihkan tubuh. 
Berbicara tentang merdeka, aku mungkin bukan satu-satunya guru yang tidak suka dengan aturan, benci bila dikekang. Ya, sama dengan anak anak pada umumnya. Lalu, aku membuat aturan kelas dengan kesepakatan antara aku dan teman teman keciku agar kami sama-sama merasa nyaman. 
Aku juga tidak pernah memaklumi hal buruk yang mungkin mereka pernah lakukan dengan alasan "namanya juga anak-anak". Aku tetap memberikan informasi dan pijakan-pijakan mana yang baik dan buruk. Layaknya dua sisi mata uang. Dengan respon yang sama, mereka selalu bertanya " Kenapa? " 
Dan lagi-lagi aku belajar, menggurui orang lain tidak semudah menggurui diri sendiri. 
Selama memilih profesi menjadi guru, sungguh bagaikan ditampar oleh diri sendiri.
Merdeka dalam belajar bagiku bagaikan melepas burung dalam sangkar, bagaimana ia bisa terbang bebas kesana kemari, beradaptasi dengan  musim, berkelana mencari teman-temannya, sedangkan sang pemilik menuntutnya untuk hidup di dalam sangkar?
Belajar tidak memiliki makna yang terbatas. Belajar adalah kata kerja yang terus dilakukan dengan berbagai cara. Jadikanlah belajar yang menyenangkan, tanpa paksaan dan tuntutan. Sama seperti peribahasa ada banyak jalan ke Roma. Kenapa tidak untuk belajar? 


Helda Dwi R, Guru TK. 
Karawang,  20 November 21'

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Helda Dwi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler