x

Merayakan keberhasilan di kelas

Iklan

Nia Megahwita Guru SD

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 November 2021

Sabtu, 4 Desember 2021 06:10 WIB

Merdeka Belajar dan Manifestasinya Saat PJJ di era Pandemi Covid 19 Dorong Kreativitas Guru di Kabupaten Mimika

Penutupan sekolah pada awal masa pandemi Covid-19 menjadi tonggak dimulainya proses adaptasi teknologi ke dalam dunia pendidikan yang menghasilkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebagai solusi atas kebutuhan pendidikan peserta didik yang bertabrakan dengan ketatnya protokol kesehatan. Dari sisi guru sebagai pendidik, adaptasi teknologi ke dalam dunia pendidikan di tengah situasi pandemi Covid-19 membutuhkan komitmen dan kerja keras. Guru harus belajar dan menambah wawasan tentang aplikasi dan fitur-fitur pendukung dalam waktu yang sangat singkat. Namun demikian fokus Merdeka Belajar mengadaptasi teknologi ke dalam dunia pendidikan bukan bertujuan untuk meninggalkan atau bahkan menggantikan kompetensi pedagogi guru dalam menghasilkan pengalaman belajar yang semakin beragam dan bermakna. Bukan masalah seberapa banyak aplikasi yang harus dikuasai oleh guru. Bukan masalah seberapa canggih dan otomatis aplikasi yang harus diterapkan pada sekolah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mendengar, saya lupa. Melihat, saya ingat. Melakukan, saya paham. Menemukan sendiri, saya kuasai. Demikian kutipan pandangan Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan nasional Indonesia, yang kemudian dijadikan dasar dalam proses pembelajaran di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini atau yang lebih dikenal PAUD.

Anak-anak pada usia dini dilatih untuk mengoptimalkan panca inderanya. Anak-anak mendapatkan informasi dengan cara melihat, menyentuh dan mendengar sehingga pengetahuan yang diperolehnya berdasarkan fakta. Fakta dari data riil ini yang kemudian mengasah pikiran dan batinnya.

Dalam pandangan penulis sebagai guru, kutipan pandangan Ki Hajar Dewantara menyiratkan kekuatan panca indera yang menghasilkan pengalaman belajar yang luar biasa. Saya mengkaitkan pandangan tersebut sebagai syarat keberhasilan dalam memanifestasikan sebuah program atau kebijakan. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sejalan dengan pemikiran tersebut, ketika Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mencanangkan Merdeka Belajar, maka   konsekuensinya dibutuhkan kesadaran dan kerjasama dari berbagai pihak. Bukan hanya kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik saja, tetapi juga oleh guru, orangtua, praktisi pendidikan, tenaga kependidikan sampai pada pemimpin lembaga pendidikan.

Sejarah mencatat Merdeka Belajar yang dicanangkan Mendikbudristek lahir berdekatan dengan masa awal penyakit menular yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 atau Covid-19. Sehingga dibutuhkan adaptasi yang tentu tidak mudah. Pertambahan jumlah kasus yang terus meningkat mendorong pemerintah pusat dan daerah melakukan berbagai upaya untuk menekan penyebarannya, salah satunya kebijakan pembatasan aktivitas sekolah.

Penutupan sekolah pada awal masa pandemi Covid-19 menjadi tonggak dimulainya proses adaptasi teknologi ke dalam dunia pendidikan yang menghasilkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebagai solusi atas kebutuhan pendidikan peserta didik yang bertabrakan dengan ketatnya protokol kesehatan. Dari sisi guru sebagai pendidik, adaptasi teknologi ke dalam dunia pendidikan di tengah situasi pandemi Covid-19 membutuhkan komitmen dan kerja keras.

Guru harus belajar dan menambah wawasan tentang aplikasi dan fitur-fitur pendukung dalam waktu yang sangat singkat. Sekalipun memang pada praktiknya tidak semua daerah di Indonesia melaksanakan PJJ mengingat letak geografis, demografis dan topografis daerah yang berbeda-beda. Belum lagi infrastruktur seperti kemerataan internet.

Dalam Merdeka Belajar, fokus adaptasi teknologi ke dalam dunia pendidikan bukan bertujuan untuk meninggalkan atau bahkan menggantikan kompetensi pedagogi guru dalam menghasilkan pengalaman belajar yang semakin beragam dan bermakna. Bukan masalah seberapa banyak aplikasi yang harus dikuasai oleh guru. Bukan masalah seberapa canggih dan otomatis aplikasi yang harus diterapkan pada sekolah. Guru hanya akan memilih aplikasi dan fitur-fitur pendukung yang sesuai kebutuhan dan tujuan dari skenario kegiatan belajar mengajar (KBM) yang bermakna dan beragam.

Beberapa aspek penting sebagai bentuk manifestasi Merdeka Belajar menurut pengalaman penulis sekaligus guru di Kelas 2 SDK Kalam Kudus Timika yaitu:

1. Peserta didik yang Merdeka Belajar

Merdeka Belajar memposisikan peserta didik sebagai subyek. Peserta didik dilibatkan dalam menentukan aktivitas belajar. Di awal pembelajaran, saya memberikan assesmen diagnostik non kognitif untuk menolong saya mengenali karakteristik peserta didik secara sosio emosi melalui pertanyaan-pertanyaan pada kelas maya dengan aplikasi Goglee Meet.

Secara berkala, saya membagikan asesmen penilaian diri pada aplikasi Google Classroom untuk membantu peserta didik merefleksikan apakah metode pembelajaran yang saya berikan mengakomodir gaya belajarnya. Serta tugas-tugas yang saya berikan bermakna bagi mereka.

Kami merayakan pencapaian-pencapaian kecil pada akhir pembelajaran dengan memberikan kesempatan pada peserta didik mempresentasikan karyanya di depan teman-temannya pada kelas maya dengan aplikasi Google Meet.

Di akhir semester, saya memberikan apresiasi kepada peserta didik sesuai pencapaian karakternya selama proses pembelajaran. Piala bertuliskan "siswa rajin bertanggungjawab" menjadi salah satu bentuk apresisasi yang saya berikan kepada peserta didik sebagai penguatan profil Pelajar Pancasila.

2. Guru yang Merdeka Mengajar

Sebagai konsekuensi dari peserta didik yang merdeka belajar, guru memiliki kebebasan untuk menentukan metode mengajar, sumber belajar, cara menilai, cara merefleksi diri agar peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna dalam pencapaian kompetensi sesuai jenjangnya.

Berdasarkan pencapaian kompetensi C1 (ingatan) ketika belajar menghafal penjumlahan, saya memberikan kesempatan pada peserta didik yang memiliki gaya belajar kinestetik untuk menggerakkan jari jemarinya sebagai cara menghafal penjumlahan dan memilih memanfaatkan aplikasi https://vt.tiktok.com/ZSeDAHpYM/. Bagi peserta didik yang memiliki gaya belajar audio visual dan kesulitan menghafal perkalian, saya membuat lagu perkalian dan memilih memanfaatkan aplikasi https://youtu.be/CpoBkO5XRVA. Bagi peserta didik yang memiliki gaya belajar auditori, saya memberikan pertanyaan-pertanyaan secara lisan setiap hari pada kelas maya dengan aplikasi Google Meet.

Sedangkan, untuk pencapaian kompetensi C2/pemahaman, saat mengkaitkan atau menghubungkan pengetahuan formal dengan praktik kehidupan sehari-hari peserta didik, sebagai bagian dari kecakapan literasi yang mengasah daya nalar dan sikap kritis peserta didik, saya menyediakan aplikasi Mentimeter dikombinasikan dengan aplikasi Google Meet yang bisa diakses oleh peserta didik yang suka menuliskan idenya.

Bagi peserta didik yang lebih suka memvisualisasikan dengan gambar atau bercerita, diijnkan menekan fitur angkat tangan pada aplikasi Google Meet untuk selanjutnya diijinkan mengaktifkan mikrofonnya untuk memulai berbicara atau memulai memperlihatkan gambarnya.

Sebagai umpan balik intensif untuk peserta didik secara individual, saya memilih aplikasi Google Classroom yang kemudian saya kombinasikan dengan Wordwall atau Crossword atau Googleform atau Quizizz Peserta didik yang menyukai tantangan biasanya lebih tertarik aplikasi Wordwall berbentuk mazze sebagai umpan balik. Peserta didik yang menyukai ketenangan merasa lebih nyaman menggunakan Wordwall berbentuk match and maching.

Sementara, untuk pencapaian kompetensi C3/penerapan atau aplikasi, saya memilih aplikasi Google Meet sebagai ruang kelas untuk berinteraksi dengan peserta didik pada saat mereka mempraktikkan pengetahuan formalnya pada konteks atau tugas sehari-hari di rumah seperti menyapu, membersihkan tempat tidur dan merawat tumbuhan/ hewan peliharaan.

Terakhir, dalam pencapaian kompetensi C4/analisis dan C5/kreasi, saya memilih aplikasi Google Meet untuk  memberikan kesempatan kepada peserta didik menyampaikan argumennya sebagai hasil analisis terhadap sebuah kegiatan atau mempresentasikan produk yang dihasilkan dari kreativitasnya.

3. Pembelajaran yang Adaptif Sesuai Kondisi Orangtua Peserta Didik

Merdeka Belajar yang  memposisikan peserta didik sebagai subyek, dilandasi oleh relasi yang positif antara guru dan orang tua. Di awal PJJ, sekolah kami menyediakan waktu untuk guru berbincang dengan orang tua, memastikan kesiapan orang tua dalam mendampingi murid, akses orang tua terhadap teknologi, dan pola kerja orang tua.

Hasil dari bincang-bincang dengan orangtua, awal PJJ di sekolah kami dibagi menjadi pembelajaran sinkron dan asinkron. Pembelajaran sinkron dilakukan melalui kelas maya dengan aplikasi Goggle Meet yang dilakukan dalam dua model yaitu model A dan model B. Model A adalah ruang belajar forum besar (pleno) dalam proses KBM yang menggunakan aplikasi dan fitur-fitur pendukung.

Selanjutnya peserta didik dalam forum besar dibagi menjadi empat kelompok yang disebut model B. Dalam sehari, model B dilakukan pada empat sesi dengan pilihan jam belajar yang disesuaikan dengan pola kerja orang tua. Model B sebagai ruang belajar kelompok kecil akan memudahkan guru melakukan umpan balik dari pembelajaran di model A, pendampingan saat peserta didik mengerjakan soal-soal latihan, menstimulus peserta didik untuk membuat pertanyaan dan membuat kesimpulan.

Pembelajaran asinkron dilakukan melalui aplikasi Google Classroom, guru menyediakan rekaman video pembelajaran dan asesmen pendukung bagi peserta didik yang berhalangan hadir dikarenakan kendala jaringan atau keterbatasan alat teknologi yang dipakai orangtua bekerja.

Saya memberikan kesempatan kepada salah satu orangtua peserta didik yang memiliki kompetensi sebagai ibu rumah tangga untuk menjadi pembicara di kelas maya pada pembelajaran tematik subtema 2e tentang aturan keselamatan di rumah.

Pada semester ini, sekolah kami menggunakan model pembelajaran hybrid learning. Terlebih dulu kami melakukan perbincangan dengan orang tua siswa mengenai kesiapan orangtua dalam mengijinkan anaknya melakukan pembelajaran tatap muka, tujuan dan proses pembelajarannya.

4. Diperlukan Kesadaran Semua Pihak

Penulis berpendapat untuk mewujudkan ekosistem sekolah yang Merdeka Belajar dibutuhkan kesadaran dari semua pemangku kepentingan pendidikan untuk memanifestasikannya lewat praktik dalam keseharian. 

Albert Hirschman,  seorang ekonom dan penulis beberapa buku tentang ekonomi politik dan ideologi politik yang mengenalkan konsep trickle down effect alias dampak tetesan ke bawah, membuat kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terpusat pada satu daerah bisa menetes ke daerah lain sehingga diharapkan terjadi pertumbuhan ekonomi. Dengan dasar pemikiran Albert Hirschman ini, memanifestasikan Merdeka Belajar perlu dimulai dari keteladanan pimpinan lembaga pendidikan.

Pemimpin lembaga pendidikan perlu melibatkan guru dalam menentukan kebijakan. Guru perlu dilibatkan dalam menentukan pengembangan dirinya. Guru perlu diberikan ruang dalam kebebasan berpendapat yang bertanggungjawab sebagai konsekuensi logis atas perannya dalam mengasah nalar dan sikap kritis peserta didik untuk membekalinya dalam mengakomodir kecakapan global abad 21.

Pemimpin lembaga pendidikan perlu membuat kebijakan yang memberikan kontribusi positif bagi masyarakat sekitar. Sekolah perlu secara aktif dan inisiatif melakukan aktivitas  yang mempersiapkan peserta didik terjun di masyarakat sebagai makhluk sosial yang mampu beradaptasi sebagai penguatan profil pelajar Pancasila. Sekolah perlu menjadi solusi dalam permasalahan sosial masyarakat sekitarnya. Sekolah perlu menjadi pendukung pengembangan kearifan lokal sebagai kekayaan budaya Indonesia.

Bukan tanpa alasan seorang tokoh pendidikan dunia, Nelson Mandela  berkata, Education is the most powerfull weapon which you can use to change the world. Bayangkan bila setiap lembaga pendidikan di Indonesia membangun ekosistem sekolah yang memanifestasikan Merdeka Belajar di dalam ide dan praktik kesehariannya. Apa yang akan terjadi pada bangsa Indonesia, lima, sepuluh, seratus, bahkan seribu tahun kemudian.

 

Ikuti tulisan menarik Nia Megahwita Guru SD lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu