x

Gambar merdeka belajar

Iklan

Mia Liliawati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Desember 2021

Sabtu, 4 Desember 2021 20:49 WIB

Merdeka Belajar: Kolaboratif, Aktif, dan Apresiatif!

Pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif berbasis kekuatan wujudkan merdeka belajar

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ngelmu iku kalakone kanthi laku (Ilmu itu hanya dapat diraih dengan perbuatan)

Lekase lawan kas (Dimulai dengan kemauan)

Tegese kas nyantosani (Artinya kemauan yang menguatkan)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setya budaya pangekese dur angkara (Ketulusan budi dan usaha adalah penakluk kejahatan)

 

Penggalan lirik tembang Pucung tersebut mengingatkan kita bahwa sistem pendidikan adalah sebuah proses yang mulia. Pendidikan merupakan proses luhur yang ditata sedemikian rupa guna menuntun murid menjadi manusia yang merdeka dan dapat memanusiakan manusia. Berdasarkan tujuan tersebut, sudah selayaknya pendidikan berpihak pada murid. Pendidikan yang wellbeing dapat mewujudkan murid yang bahagia, mengoptimalkan potensi yang dimiliki, sehingga berdampak pada eksistensi diri dan berguna bagi sesama. Sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan haruslah menilik pada kodrat alam dan kodrat zaman.

 

Sesuai kodrat alam, murid bukanlah kertas putih yang serta merta diisi sedemikian rupa sekehendak pengajarnya. Murid terlahir sepaket dengan segala potensi (antitabularasa). Seyogianya, pendidikan sebagai usaha mendewasakan manusia dapat memberikan tuntunan untuk mengoptimalkan potensi dan menjadi versi terbaik dirinya. Sistem pendidikan yang baik juga harus melihat pada kodrat zaman, di mana murid dididik untuk siap menghadapi kehidupan. Didiklah murid sesuai dengan zamannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator agar proses hominisasi dan humanisasi dapat berjalan dengan baik sehingga murid dengan Profil Pelajar Pancasila dapat terwujud.

 

Tidak dipungkiri berbagai transformasi pendidikan yang merdeka tentunya membawa dampak pada proses pembelajaran. Mulai dari teacher centered learning menjadi student centered learning, low order thinking skills (LOTS) menjadi high order thinking skills (HOTS). Sebelumnya hanya berorientasi pada nilai akademik saja lalu berfokus pada learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live together. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mewujudkan visi tersebut adalah dengan menerapkan pendekatan manajemen Inkuiri Apresiatif (IA) dalam pembelajaran.

 

Pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif berbasis kekuatan tersebut pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Noble & McGrath, 2016). Cooperrider menyatakan bahwa pendekatan IA dapat membantu membebaskan potensi inovatif dan kreativitas, serta menyatukan orang dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh proses manajemen perubahan yang biasa. IA berfokus pada kekuatan yang dimiliki masing-masing komponen manajemen dan menyatukannya agar dapat bersinergi mencapai tujuan tertinggi. Menurut Cooperrider, semakin sering memberikan penghargaan dan membangun sisi positif maka kekuatan sumber daya manusia dalam organisasi akan meningkat dan berkembang secara berkelanjutan. Pemikiran Cooperrider juga sejalan dengan Peter Drucker, seorang ahli dalam dunia kepemimpinan dan manajemen. Drucker menyatakan bahwa kelemahan organisasi menjadi tidak relevan manakala semua komponen berfokus pada penyelarasan kekuatan.

 

Selanjutnya, prinsip utama yang digunakan pada IA adalah psikologi positif dan pendidikan positif. IA percaya bahwa setiap elemen manajemen memiliki kelebihan yang dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan organisasi yang dalam hal ini adalah sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal. Penerapan proses IA diawali dengan menggali berbagai kelebihan, nilai positif, dan kekuatan masing-masing komponen sekolah serta keberhasilan yang telah dicapai sebelumnya. Kemudian proses pelaksanaan IA dapat dilakukan dengan tahapan BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi).

 

Salah satu contoh pertanyaan yang bisa diajukan pada tahapan buat pertanyaan (define) adalah “Bagaimana mewujudkan murid yang bahagia, merdeka, dan bertanggung jawab pada diri, keluarga, agama, bangsa, dan negaranya?”. Pada proses ini, selain membuat pertanyaan juga sekaligus memberikan jawaban sebagai penentu arah penelusuran terkait perubahan yang dimimpikan. Sebagai contoh adalah memadukan hobi murid dengan pembelajaran, menerapkan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL), serta membuat kesepakatan belajar.

 

Tahap kedua adalah ambil pelajaran (discover). Hal yang perlu dilakukan pada tahap ambil pelajaran adalah mengumpulkan berbagai pengalaman positif yang telah dicapai dan pelajaran apa yang dapat diambil dari pengalaman positif tersebut. Guru dapat melakukan sharing serta koordinasi dengan berbagai pihak yang pernah menerapkan model pembelajaran sejenis, belajar dari para tokoh yang berkompeten, dan sebagainya.

 

Tahap ketiga dari tahapan BAGJA adalah gali mimpi (dream). Guru dapat membayangkan kondisi ideal yang akan terjadi ketika visi tersebut telah tercapai. Kondisi ideal yang dapat dimimpikan adalah murid yang bahagia, merdeka dan mandiri menentukan pilihan, serta menguasai keterampilan abad 21 yaitu 4C (Creativity and inovation, Communication, Critical Thinking, dan Collaboration).

 

Tahap keempat adalah jabarkan rencana (design). Pada tahapan ini, guru menjabarkan rencana tindakan dan hal penting yang perlu dilakukan untuk mewujudkan visi. Membuat rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, sampai dengan indikator keberhasilan masing-masing tahapan kegiatan.

 

Tahap kelima atau tahap terakhir pada tahapan BAGJA adalah atur eksekusi (deliver). Guru memutuskan langkah yang akan diambil, berbagai pihak yang terlibat, strategi, dan aksi lainnya. Keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan satu kesatuan (Tri Pusat Pendidikan) menjadi pihak yang harus dilibatkan dalam tiap proses pembelajaran. Ketiga komponen tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan harus berjalan selaras untuk memberikan pola asih, asah, dan asuh agar murid dapat berkembang dengan optimal.

 

Akhirnya, pendidikan tidak dapat hanya diserahkan kepada guru atau orang tua saja, semua komponen harus saling bertanggung jawab dan bekerja sama. Pendidikan bukan hanya tertuju pada anak yang cerdas atau yang bermasalah saja, pun anak dengan kemampuan rata-rata, semua berhak mendapatkan perhatian sehingga semua murid dapat merasakan bahagia, merdeka, lahir dan batin.

Ikuti tulisan menarik Mia Liliawati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu