x

Iklan

Yudhi Herwibowo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 4 Desember 2021

Senin, 6 Desember 2021 19:03 WIB

10 Fakta tentang Iblith Sekass, Si Penghancur Tugu Suci, No. 8 Paling Mengejutkan

Seorang pemuda bernama Iblith Sekass pernah dihukum mati karena menghancurkan Tugu Suci. Ia menjadi orang paling dibenci di seluruh kota. Saking dibencinya, kata iblis yang dikenal sekarang, mengacu dari namanya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di masa angin masih menyenandungkan alunan riang dan kunang-kunang masih memancarkan api, pernah terjadi satu kejadian mengerikan di kota itu. Seorang pemuda bernama Iblith Sekass pernah dihukum mati karena menghancurkan Tugu Suci. Ia menjadi orang paling dibenci di seluruh kota. Saking dibencinya, kata iblis yang dikenal sekarang, mengacu dari namanya.

Namun beberapa tahun kemudian, seorang penulis lontar paling ternama di kota itu menemukan beberapa fakta yang mencengangkan dari pemuda itu. Ia menulisnya, dan meminta beberapa pengganda lontar membuat salinannya sebanyak mungkin untuk disebarkan di seluruh kota. Ia sadar apa yang dilakukannya ini, bisa berakibat fatal baginya. Tapi ia telah siap. Karena ia meyakini, untuk menjadi penulis lontar yang baik ia harus berani menulis kebenaran!

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Fakta 1: Arti nama Iblith Sekass

Tak banyak yang tahu, dari Kitab Ejaan Lama yang Tak Lagi Dipakai, kata Iblith memiliki arti kritis, sedang kata Sekass memiliki arti terus-menerus. Jadi bila digabung nama itu berarti kristis terus-menerus.

Saat ayahnya mengumumkan nama itu, para tetangga segera mempertanyakannya. Pada saat itu hampir seluruh penduduk kota memberi nama-nama yang indah bagi anak-anak mereka, tentu yang diambil dari Kitab Ejaan Baru yang Telah Dinyatakan Benar. Beberapanya bahkan memberi nama yang mengandung arti membaca dan menulis, karena pada saat itu penduduk kora sedang digencarkan gerakan membaca dan menulis.

Tapi sang ayah hanya menjawab santai, “Bila anak-anak yang dinamai dengan arti membaca dan menulis itu besar nanti –seperti yang diimpikan orang tua mereka– anakku akan jadi penyempurna apa yang dilakukan anak-anak itu.”

 

Fakta 2: Iblith Sekass Tinggal Bersama Neneknya Seorang Ahli Batu Ternama

Sejak berumur 999 hari, kedua orang tua Iblith Sekass meninggal dunia. Ia kemudian tinggal bersama neneknya, Susuina Sekass, yang merupakan seorang ahli batu ternama. Pada masa itu setiap orang selalu berhubungan dengan batu. Rumah-rumah masih dibangun dengan batu, dan hampir semua orang menyimpan batu sebagai jimat keselamatan. Dan Nenek Susuina Sekass-lah yang dianggap memiliki kemampuan menilai batu-batu seperti itu.

Dari situlah, Iblith Sekass mendalami ilmu tentang batu sejak dini. Di umur 5 tahun, ia telah bisa membedakan kerikil yang tergeletak di jalanan batu bertuah atau bukan. Di umur 6 tahun, ia sudah diberi petunjuk melalui mimpinya untuk menemukan batu bertuah. Di umur 7 tahun, ia bahkan sudah merasakan getaran batu-batu bertuah di sekelilingnya.

 

Fakta 3: Iblith Sekass Sudah Mampu Menulis Sejak Anak-anak Seumurannya Baru Mulai Bicara

Walau namanya tak memiliki arti membaca dan menulis seperti beberapa anak lainnya, Iblith Sekass telah mampu melakukan keduanya sejak anak-anak seumurannya baru bisa bicara.

Tak ada yang mengajarinya. Ia hanya memperhatikan saat duduk di pangkuan neneknya yang tengah membaca lontar. Lalu dengan menggunakan lidi, ia meniru tulisan-tulisan itu di tanah.

Para tetangganya hanya bisa menggeleng-geleng tak percaya. “Ayahmu memang seorang yang mampu berpikir jauh ke depan,” ujar salah satu dari mereka. “Untuk mengritik sesuatu, ia harus menguasai segala hal lebih dulu.”

 

Fakta 4: Iblith Sekass Pernah Membongkar Kebohongan Ahli Batu Palsu

Di umur kesembilan tahun, Iblith Sekass telah berani membongkar kebohongan para ahli batu palsu di kotanya.

Satu yang paling ternama adalah Surai Petakk. Ia sangat tersohor sebagai ahli batu, bahkan mengalahkan reputasi neneknya. Tapi Iblith Sekass tahu, yang dilakukan orang itu sebenarnya hanyalah penipuan. Ia membiarkan beberapa orang membawa batu, dan menilai seberapa besar tuah batu itu, sekaligus menafsir harganya. Di situlah terjadi transaksi jual-beli. Tak ada yang tahu, kalau ia sering menyuruh orang-orangnya berpura-pura membawa batu biasa, untuk ia naikkan pamornya agar dapat terjual dengan mahal.

Satu hari, Iblith Sekass datang di kediaman Surai Petakk yang tengah dipenuhi orang. Sejenak ia memperhatikan batu dalam kotak-kotak yang dipajang Surai Petakk.

“Tak ada batu yang benar-benar bertuah!” teriak Iblith Sekass tiba-tiba.

Surai Petakk tentu saja kaget. “Bocah ingusan. Berani sekali bicara seperti itu! Kutendang pantatmu nanti!” teriaknya berang.

Ibliss Sekass malah maju ke depan. “Ini semua hanya batu biasa. Aku bahkan bisa menyentuhnya sekali saja dengan telunjukku untuk menghacurkannya satu demi satu!”

“Bocah laknat!” Surai Petakk hampir menyuruh pengawalnya mengusir Iblith Sekass, tapi suara-suara orang di sekelilingnya seperti terdengar di telinganya.

“Kalau batu-batu ini benar-benar asli, kenapa takut?”

“Toh ia hanya pemuda ingusan?”

“Aneh sekali bila seorang seperti Tuan Surai Petakk takut padanya!”

Surai Petakk menelan ludah. Ia merasa bisa kehilangan reputasi yang sudah dibanggunnya sejak lama. Maka ia pun memutuskan maju ke depan. ”Benar kau dapat mengancurkan batu-batu ini dengan sekali sentuh?” Ia sudah berada di dunia perbatuan sekian lama, dan yakin sekali tak pernah ada orang yang mampu melakukan hal seperti itu.

Tapi Iblith Sekass mengangguk.

“Kalau begitu lakukanlah! Tapi ingat, kalau kau tak berhasil, aku akan membuatmu menggali sumur di belakang sana! Dan aku tak akan membayarmu sepersen pun!”

Iblith Sekass mengangguk. Ia mendekat ke kotak-kotak batu itu yang berjumlah 38 kotak. Lalu dari kotak yang paling ujung, Iblith Sekass mulai menyentuhkan telunjuknya pada batu di dalamnya. Dan batu itu pun seketika hancur!

Tak ada yang tahu, satu ilmu tentang batu yang diturunkan neneknya adalah menemukan titik lemah dari batu. Batu yang tak bertuah akan dengan mudah menunjukkannya, namun batu bertuah tak mudah menunjukkan kelemahannya. Ia cenderung memiliki pertahan diri, tergantung seberapa kuat tuah yang ada di dalamnya.

Iblith Sekass mengulanginya lagi di batu kedua, ketiga, hingga batu ke-20. Saat itulah Surai Petakk mendekatinya nyaris menangis. Ia membungkuk berkali-kali. “Sudah! Sudah! Jangan lanjutkan! Aku percaya padamu! Aku percaya padamu!”

 

Fakta 5: Iblith Sekass adalah orang Pertama yang Mengritik Pembangunan Tugu Suci

Di usia 15 tahun 15 hari, Iblith Sekass datang ke kota untuk melihat peresmian Tugu Suci. Tugu suci merupakan pahatan batu besar yang berbentuk seperti nisan raksasa, tempat orang-orang berdoa dan memberi sesembahan. Rencananya Tugu Suci ini akan dijadikan tugu terbesar di antara semua kota yang ada di pulau ini. Namun begitu berada di dekatnya, Iblith Sekass terkejut saat menyadari kalau batu besar dipakai untuk membuat Tugu Suci itu ternyata mengandung tuah yang buruk.

Maka dengan keberanian seperti saat ia menghadapi para ahli batu palsu, ia segera berteriak pada penguasa kota yang baru memberi pidato peresmian tugu.

“Kenapa memakai batu dengan tuah seperti ini?”t Iblith Sekass, langsung menarik perhatian orang-orang yang datang.

 “Batu ini mengandung tuah yang buruk! Sangat buruk!” teriaknya lagi.

Orang kepercayaan penguasa kota itu segera memberi tanda pada pengawal untuk mengusir Iblitt Sekass. Tak berapa lama, Iblith Sekass sudah ditarik dari kerumunan, dan dilemparkan ke luar kota.

“Tunggu! Tunggu!” Iblith Sekass masih berusaha berteriak. “Ini akan membuat kota mengalami nasib buruk! Bencana akan datang! Dan orang-orang serakah akan menguasai kota!”

Tapi tak ada lagi yang mendengarkannya.

 

Fakta 6: Iblith Sekass Adalah Pemuda Pertama yang Mengirim Petisi untuk Menolak Keberadaan Tugu Suci

Sepanjang catatan Komisi Petisi dari Rakyat, tak pernah ada seorang pemuda yang mengirimkan petisi. Iblith Sekass-lah yang melakukannya untuk pertama kali. Ini setelah ia bicara pada neneknya, di hari ia diusir dari peresmian Tugu Suci.

“Apa yang harus kulakukan, Nek?” tanya Iblith Sekass.

Neneknya yang kini selalu terbaring di pembaringan, mengangkat kepalanya. “Satu-satunya jalan agar kota ini tak terus memburuk adalah... menghancurkan tugu itu lebh dahulu!”  

“Tapi bagaimana caranya?” Iblith Sekass tak mengerti.

“Kau harus meyakinkan sebanyak mungkin orang agar percaya padamu.”

Iblith Sekass terdiam. Ia sebenarnya tak yakin dengan ide neneknya. Namun ia tak punya pilihan selain tetap dilakukannya. Ia membuat petisi di tengah kota. Meminta dukungan orang-orang yang melewatinya. Tapi sampai senja datang, tak ada seorang pun yang mau mendukungnya.

Iblith Sekass tetap mengirimkan petisi itu ke Komisi Petisi dari Rakyat, walau hanya ia seorang diri yang menandatanginya.

 

Fakta 7: Iblith Sekass Sudah Berupaya 68 Kali Menghancurkan Tugu Suci.

Sampai hampir setahun lewat, tak ada tanggapan apa-apa dari Komisi Petisi dari Rakyat. Iblith Sekass tahu ia tak lagi bisa berharap banyak. Ia merasa langit mulai dihampiri awan hitam, rumput-rumput mulai layu dan menyerah, dan bulu-bulu burung yang rapuh seperti berterbangan di langit.

Iblith Sekass kemudian memutuskan untuk melakukan tindakan yang berani: menghancurkan tugu suci dengan tangannya sendiri. Ia sudah beberapa kali mendekati batu besar itu dan menemukan titik lemah batu itu. Ia merasa akan bisa menyentuhnya, dan menghancurkannya.

Namun di upaya pertama, saat baru saja ia melompati pagar batu di depan Tugu Suci itu, para penjaga sudah menangkapnya, dan menendangnya keluar. Di upaya kedua, ia bisa mendekati batu itu, tapi para penjaga kembali segera menendangnya. Di upaya ketiga, ia bahkan bisa menyentuh titik lemah batu itu, namun tak ada reaksi apa-apa yang terjadi, selain tendangan kaki para penjaga yang semakin keras.

Sampai upaya yang ke-68, Iblith Sekass selalu gagal.

Ia mulai putus asa.  

                                                      

Fakta 8: Perempuan Jelita yang Diduga Menjadi Kekasih Iblith Sekass

Sebenarnya, di upayanya ke-49, Iblith Sekass hampir tak lagi mencoba upayanya, sampai muncul Elin Nilelin di depannya.

Selama ini upayanya yang terus tanpa henti untuk menghancurkan Tugu Suci itu sebenarnya mulai menarik perhatian beberapa orang. Jati dirinya mulai diketahui orang. Ini yang kemudian membuat mereka mulai memberi dukungan secara diam-diam. Bagaimana pun mereka berpikir, ia adalah cucu ahli batu paling ternama di kota ini, jadi tak mungkin bila ia melakukan hal itu tanpa alasan yang jelas.

Satu orang di antara sedikit orang itu adalah Elin Nilelin. Ia anak pembuat pedang di kota ini. Awalnya ia hanya mengirim makanan pada Iblitt Sekass, yang dititipan pada salah satu pelayannya. Namun di kali ke-11, ia mulai memutuskan mengantarnya sendiri makanan itu.

Iblith Sekass langsung terpana di pertemuan pertama. Hatinya seketika terpaut, bagai ranting yang selalu mencoba berpilih pada ranting yang paling disukainya.

Tak banyak cerita yang beredar tentang keduanya. Tapi diyakini sejak itulah Elin Nilelin selalu ada di sisi Iblith Sekass.

Orang-orang yang mendukung Iblith Sekass meyakini: di belakang laki-laki yang tak kenal putus asa, selalu ada gadis cantik yang memberinya keyakinan. Namun orang-orang yang membeci Iblith Sekass meyakini: di belakang laki-laki gila, selalu ada gadis cantik sebagai pemanis kisahnya!

 

Fakta 9: Cara Pamungkas Iblith Sekass Menghancurkan Tugu Suci.

Elin Nilelin selalu berkata, “Jangan pernah menyerah! Upaya yang kauurungkan, bisa jadi adalah upaya yang akan membuahkan hasil.”

Tapi di upayanya yang ke-68, Iblith Sekass tak lagi percaya pada kalimat itu. Sampai neneknya kemudian berkata, “Ada batu yang memang tak bisa kau taklukkan dengan mudah. Satu-satunya jalan adalah membakarnya, lalu saat api sudah mengurung seluruh tubuhnya, kau harus menusukkan titik lemahnya dengan pedang tajam!”

Iblith Sekass nampak ragu. “Tapi bila aku membakarnya... para penjaga akan segera tahu dan aku akan ditangkap sebelum sempat menusukkan pedang...”

“Hanya itu yang bisa kau lakukan...”

Iblith Sekass terdiam. Ia menatap mata neneknya. Didapatinya air mata menggenang di pelupuk matanya. Seketika ia menyadari kalau itu adalah satu-satunya cara untuk menghancurkan Tugu Suci. Cara yang bisa jadi akan membuatnya dihukum oleh penguasa kota.

Maka di malam puncak saat awan hitam paling pekat hadir menutupi semua bintang, Iblith Sekass melangkah menuju Tugu Suci ditemani ribuan kunang-kunang api yang berderet bagai obor yang menunjukkan jalan.

Dengan sabar ia bergerak saat para penjaga tak berada di situ. Dibakarnya batu itu secepat yang ia bisa. Namun sebelum api membakar seluruhnya, para penjaga sudah berteriak-teriak.

“Ada yang membakar Tugu Suci! Ada yang membakar Tugu Suci!”

Iblith Sekass menyiapkan pedang yang dibawakan secara diam-diam oleh Elin Nilelin. Beberapa detik sebelum ia diringkus, ia masih sempat menghumuskan pedang itu ke titik lemah batu.

Setik itu juga, batu itu hancur berkeping-keping, seiring tubuhnya dan para penjaga yang terhempas.

 

Fakta 10: Tak Pernah Ada yang Tahu di Mana Iblith Sekass Dikuburkan

Iblith Sekass dipenggal keesokan harinya, diiringi kemarahan hampir seluruh penduduk kota. Bahkan ketika kepalanya jatuh menggelinding, orang-orang masih melemparinya batu.

Elin Nilelin dan beberapa orang yang diam-diam mendukungnya selama ini, hanya bisa diam tanpa bisa berbuat apa-apa. Sampai kemudian sebuah kursi roda menyeruak di antara keramaian. Susuina Sekass, nenek Iblith Sekass yang selama ini merawatnya, nampak di atas kursi roda dan memutar rodanya dengan susah payah.

Ia kemudian mengambil kepala cucunya dan meletakkannya di pangkuannya. Tak ada orang yang memprotesnya. Bagaimana pun, selama ini mereka selalu merasa berhutang budi. Saat itulah Elin Nilelin dan beberapa pendukung membatu mengangkat tubuh Iblith Sekass ke papan yang memang sudah diikatkan di belakang kursi roda.

Lalu mereka mengiringi Nenek  Susuina Sekass pergi dari kerumunan.

Tanpa bicara, ia terus bergerak menuju senja yang seperti terus ada di depannya, seperti sengaja menunggunya. Sampai lama, terus seperti itu. Satu persatu pendukung yang tadi mengiringi, menghentikan langkahnya karena lelah, termasuk Elin Nilelin. Tapi Nenek Susuina Sekass terus memutar roda kursi rodanya.

Sampai tulisan ini dibuat, tak ada lagi yang pernah melihat Nenek Susuina Sekass. Tak ada juga yang tahu, di mana ia mengubur tubuh cucu kesayangannya itu.

 

***

Ikuti tulisan menarik Yudhi Herwibowo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler