x

Bunga Senja

Iklan

Cak Bangau

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Desember 2021

Minggu, 12 Desember 2021 10:56 WIB

Orang Aneh dan Perempuan Dalam Cangkir Kopi Cappuccino

terkadang kita lebih bahagia dengan hal-hal sederhana tanpa perlu sama dengan orang lain, malah sebaliknya ketika kita meniru orang lain tidak semenyenangkan yang dibayangkan. itulah kehidupan, bagaimana kita menjalankannya, seperti itulah bahagia yang sesungguhnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 Orang Aneh dan Perempuan Dalam Cangkir Kopi Cappuccino

Waktu menunjukan pukul lima sore, lelaki yang berumur 35 Tahunan itu sudah duduk di kursi kafe langganannya setengah jam yang lalu. sudah seminggu berlalu, dia selalu menjadi pelanggan pertama kafe itu. penampilannya jauh dari kata rapih, rambutnya gondrong sampai menutupi telingannya, di sisi kiri dan kanannya sudah di tumbuhi satu dua helai uban. Mengenakan jaket levis lusuh dan kaos oblong berwarna hitam dipadu dengan celana jeans hitam yang di bagian lututnya sudah berwarna agak putih.

Jari telunjuk tangan kanannya mengetuk-ngetuk meja kafe, perlahan dan pelan. Seperti sedang menunggu seseorang, selama lebih dari lima belas menit dia terus seperti itu setiap harinya. Para pelayan kafe sudah tidak asing dengan orang itu. satu dari empat pelayan kafe itu datang menghampirinya membawa daftar menu dan nota yang selanjutnya ia serahkan kepada lelaki itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Silahkan Tuan…” dengan nada sopan pelayan itu menyerahkan apa yang dia bawa.

Lelaki itu melihat daftar menu yang di berikan pelayan kafe tersebut. “Saya pesan  yang biasa.” Ucapnya kemudian mengembalikan daftar menu itu kepada pelayan kafe. “Maaf tuan, Kopi yang tuan inginkan sejak seminggu yang lalu masih belum tersedia.” Pelayan kafe wanita itu berbicara.

            Diketahui, sejak seminggu yang lalu lelaki itu memesan kopi Cappuccino dengan gambar wanita yang yang sama persis dengan foto yang dia  bawa. Namun, sampai hari itu kafe tersebut tidak bisa membuat gambar seperti foto yang lelaki itu bawa. Meski berkali-kali para pelayan kafe tersebut mencobanya namun hasilnya tetap gagal.

*****

            Ke esokan harinya, di waktu yang sama. Bedanya kali ini senja begitu memerah di langit kota itu. kota yang sering disebut sebagai kota mimpi. Dimusim senja seperti ini, orang-orang akan lebih lama berada di luar rumahnya, untuk melihat cahaya ke emasan yang di tampilkan sang langit. Namun, bagi lelaki itu musim senja sama sekali tidak menarik baginya. “Untuk apa melihat langit dengan warna seperti itu? itu sama sekali tidak indah dimataku. Aku lebih suka memandang langit dengan warna yang putih abu-abu.” Ucap lelaki itu tempo hari kepada kawannya yang bersikeras untuk mengajaknya melihat langit senja dari gedung tinggi kota itu.

            Sore itu, ia kembali duduk di kafe yang sama, di kursi yang sama, dengan memesan kopi yang sama juga, dengan pelayan yang sama juga, dan yang pasti dengan hasil yang sama juga. Seperti  biasanya, lelaki itu dengan santainya menanggapi permintaan maaf dari pelayan kafe tersebut. Dia tidak pernah marah-marah atau bahkan sampai kecewa kepada pelayanan kafe tersebut, karena setiap kali dia memesan kopi tersebut, dia tidak pernah mendapatkannya.

            “Apakah Tuan akan tetap menunggu dan kembali lagi sampai kopi bergambar wanita tersebut ada?” Pelayan wanita yang usiannya kurang lebih Dua Puluh Tujuh Tahun tersebut bertanya. “Sampai Kopi itu jadi, saya akan tetap kembali kesini dan memesan kopi tersebut.”

“Beri kami waktu dua hari sampai waktu itu tiba mungkin secangkir kopi pesanan tuan akan tersedia, kami akan mencari peracik kopi terbaik di Kota ini.” pelayan itu memberi saran.

“Dua hari dari sekarang saya akan kembali lagi.” Ucap lelaki itu. “Saya kasih uang terlebih dahulu, sehingga ketika nanti kopi itu tiba saya tinggal menikmatinya.” Ucapnya melanjutkan sembati menyerahkan uang 100 ribuan berwarna merah muda 3 lembar. “ini terlalu berlebihan Tuan.” Pelayan kafe tersebut ragu-ragu menerima uang tersebut. “Ambil lah, mencari orang yang bisa menggambar wajah wanita ini bukan sesuatu yang mudah nona.” wajah nya berubah menjadi wajah bahagia. Senyumnya melebar seprti seorang yang baru mendapatkan hadiah.

            Orang-orang memanggil lelaki itu dengan sebutan Rukab. Orang-orang sering menyebut dia orang aneh. Tetapi baginya, kalau tidak aneh bukan dia. Itulah keteguhan dirinya. Bagaimana tidak, ketika musim senja seperti sekarang, dia sama sekali tidak tertarik dengan itu. efeknya adalah dia dijauhi banyak orang, karena berbeda kesukaannya. atau ketika musim puisi tiba, ketika orang-orang sibuk mencari kata-kata untuk pasangannya, dia asik sendiri dengan ke-tidak sibukannya, atau juga ketika musim berpelukan tiba, orang-orang akan sibuk memeluk istri atau pasangan mereka dengan mesra, tapi Rukab berbeda dia memilih duduk melihat keanehan orang-orang dikota tersebut. itu juga di anggap hal aneh bagi orang-orang dikota tersebut. apapun yang berbeda dengan orang lain maka orang itu akan di cap aneh dan bukan termasuk golongan orang-orang kota tersebut.

            “Si Rukab itu orang aneh, dia berbeda dari kita jangan dekati dia.” Ucap Seorang tetangga rumahnya.

“Iya, dia itu tidak mau seperti kita. dia itu tidak kompak” Jawab seorang tetangga lagi yang baru keluar tempat ibadah di sekitaran rumah tempat tinggalnya. “Kemarin saja, ketika saya baru pulang dari kantor dia terlihat hanya duduk di depan rumahnya meminum kopi kesukaannya. Bukannya keluar rumah mencari senja.” Ucap satu lelaki lagi yang usiannya kurang lebih 26 tahunan. “Jangakan begitu, istrinya saja tidak pernah dia peluk ketika musim berpelukan tiba, iya kan?? kita tidak pernah melihat dia memeluk istrinya?” Ucap lelaki yang baru selesai beribadah. “Alah…musim puisi juga dia tidak pernah mengirim puisi-puisi untuk istrinya, dia tiak pernah sekalipun.” Seorang bapak-bapak yang kumisnya agak tebal ikut berbicara. “Lahh… kalian lihat penampilan dia? Dia tidak seperti penampilan kita pada umumnya.” Kembali lelaki yang usianya 26 Tahun berbicara. “Heran, menagapa ada manusia yang hidup bahagia saat dia berbeda.” “Iya, jangan sampai itu terjadi kepada kita. amit-amit….” Malam itu, orang-orang lebih sering membicarakan Rukab, sepertinya mengasyikan. Atau mungkin malam itu terjadi musim baru? Musim membicarakan Rukab. Apapun itu, Itulah yang terjadi di Kota tempat Rukab berada, segala sesuatu yang beda dia akan di cap sebagai orang yang aneh.

*****

            Dua hari setelah hari yang di janjikan pelayan kafe itu. Rukab kembali datang ke kafe itu, penampilannya tidak pernah berubah. Yang berbeda kali ini adalah kedatangan dia yang lebih awal lima menit dari waktu-waktu sebelumnya. Aneh? Tidak juga. Tapi mungkin bagi orang-orang disana itu terlihat aneh. Musim senja masih belum berakhir. Orang-orang disna asik menikmati pemandangan langit merah ke emasan itu, mereka datang ke tepi-tepi pantai, ke gedung-gedung atau bukit tinggi, bahkan ada yang datang ke gunung-gunung hanya untuk melihat senja. Mereka membawa pasangan-pasangan mereka menggandeng tangannya, saling mempertontonkan kemesraan mereka agar tidak kalah dengan kemesraan orang lain.

            Berebeda dengan yang lain, Rukab memilih datang ke kafe tersebut, kafe yang tampak sepi karena orang-orang lebih sibuk dengan senja. Dia datang dengan menggandeng satu perempuan cantik disampingnya. Wajah mereka berdua tampak begitu bahagia, terlihat dari senyum mereka berdua ketika duduk di kursi kafe tersebut. tidak berselang lama, satu pelayan kafe wanita yang biasa datang melayani Rukab menghampiri nya. “Tuan kopi yang tuan pesan dari hari-hari sebelumnya sudah tersedia.” Pelayan itu menyerakan satu cangkir kopi Cappuccino dengan gambar wanita yang persis mirip dengan wanita yang ada di hadapan Rukab. “Dan Nona, ini pesanan nona air putih paling sederhana yang ada di kota ini. yang nona pesan pagi kemarin disini.” Ucap pelayan kafe tersebut sopan kepada wanita di hadapan Rukab. Wajah Rukab dan wanita di hadapannya itu terlihat lebih bahagia dari biasanya. Rukab dan Wanita dihadapannya saling bertukar cangkir, Rukab menyerahkan cangkir Kopi Capuccino bergambar wanita dihadapannya, dan Wanita itu menyerahkan cangkir berisi air putih paling sederhana di kota itu.

            Mereka tertawa setelah menukar cangkir mereka masing-masing. “Selamat musim bahagia, di hari pernikahan kita.” Ucap mereka berdua bersamaan. Senja telah berakhir dilangit cakrawala, Rukab dan wanita dihadapannya msih asik bercerita banyak hal tentang kopi Cappuccino dan juga air putih sederhana di kota itu, setiap kata tidak pernah terlewat dari senyum dan tawa. Tidak ada puisi, tidak ada pelukan, tidak ada senja. Tapi semua terlihat begitu bahagia.

Musim senja, 11 Desember 2021

Ikuti tulisan menarik Cak Bangau lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

6 jam lalu

Terpopuler