x

Sumber : Akun Instagram \x40historybekasi

Iklan

Salsabila Ramadhity

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 Desember 2021

Senin, 13 Desember 2021 18:46 WIB

Ecomuseum Lokal di Situs Buni Kabupaten Bekasi

Indonesia kaya akan sejarah yang tersebar di setiap daerah baik kebudayaan, adat istiadat bahkan situs temuan suatu benda arkeologi tak lekang dari catatan sejarah. Situs Buni sebagai saksi peradaban menjadi bukti autentik bahwa bangsa yang besar memang tak lepas dari sejarah. Kini situs yang berada di Kabupaten Bekasi tersebut menjelma menjadi ekomuseum lokal khususnya bagi masyarakat setempat dan masyarakat luar untuk lebih dekat dengan sejarah. Apakah anda tertarik mengunjunginya agar lebih dekat dengan sejarah?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarah.”Ir. Soekarno

Begitupun Indonesia kaya akan sejarah yang tersebar di setiap daerah baik kebudayaan, adat istiadat bahkan situs temuan suatu benda arkeologi tak lekang dari catatan sejarah. Warisan budaya inilah yang tentunya dapat mejadi pengembangan berkelanjutan bagi setiap daerah dan berpotensi menjadi ekomuseum jika dilestarikan dengan baik. Salah satunya keberadaan Situs Buni sebagai saksi peradaban menjadi bukti autentik bahwa bangsa yang besar memang tak lepas dari sejarah. Kini situs yang berada di Kabupaten Bekasi tersebut menjelma menjadi ekomuseum lokal khususnya bagi masyarakat setempat dan masyarakat luar untuk lebih dekat dengan sejarah. Apakah anda tertarik mengunjunginya agar lebih dekat dengan sejarah?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

----

Situs Buni adalah kawasan penemuan benda arkeologi yang berlokasi di Kampung Buni Pasar Emas, Desa Buni Bakti, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Dilansir dari Warta Kota, Bekasi. Situs ini merupakan kawasan penemuan emas dan benda yang berasal dari peninggalan pada 2.000 tahun silam, sebelum Masehi. Jika menilik dari sejarahnya Situs Buni juga termasuk peninggalan Kerajaan Segara Pasir (Kerajaan yang berdiri sebelum Tarumanegara) dengan pusat pemerintahan di daerah pesisir Pantai Utara Bekasi, menurut beberapa sejarahwan, kebudayaan dari kerajaan Segera Pasir di dominasi oleh kebudayaan Egypt Kuno yang mana setelah diindentifikasi memiliki kebudayaan yang mirip dengan manik-manik dan temuan di sekitar Situs Buni.

Kini eksistensi situs Buni dirawat secara turun temurun oleh warga Kampung Buni, berdasarkan hasil wawancara dengan penjaga situs Buni yang dilansir dari Warta Kota, Bekasi. Atikah menceritakan bahwa penemuan benda-benda tersebut bermula pada tahun 1958 ketika Mertua (Masnah) beserta anak bungsunya (Dogol) menemukan benda asing saat hendak membuat kali kecil untuk aliran sawahnya. Diduga penemuan tersebut merupakan manik-manik dan emas hingga fenomena tersebut membuat geger masyarakat bahkan sempat terjadi penggalian secara liar oleh masyarakat luar hingga pemilik sawah melarang jika adanya penggalian secara liar. Sejak fenomena tersebut nama kampung yang semulanya Bendungan berganti nama menjadi Pasar Emas. Namun seiring berjalannya waktu fenomena ini seakan lekang dimakan waktu meskipun sejak tahun 1960-an sempat dilakukan evakuasi penyelamatan oleh badan LPPN dan pada tahun 2000-an juga telah banyak Arkeologi yang merekomendasikan sebagai cagar budaya namun hingga kini belum adanya perhatian lebih dari pemerintah setempat.

Padahal Situs Buni sendiri memiliki potensi sebagai ekomuseum lokal, sebagaimana penuturan Ohara (1998) dalam (Sulisthio, I, & Nurdiah, E. A. 2013) Ecomuseum merupakan aktivitas ekologi bertujuan untuk melakukan pengembangan terhadap suatu daerah sehingga dapat menjadi museum hidup dengan mengimplementasikan tiga unsur di antaranya preservasi kebudayaan suatu wilayah, pengelolaannya yang melibatkan masyarakat lokal, fungsi alam dan tradisi setempat. Ketiganya harus memiliki keseimbang. Situs Buni sendiri telah mengadaptasi ketiga unsur tersebut adanya keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan dan juga preservasi terhadap temuan arkeologi yang terkandung dalan tanah Buni sebagai warisan sejarah membuat Situs ini sangat direkomendasikan sebagai ekomuseum setempat.

Potensi Situs Buni yang mengandung warisan budaya ini dibuktikan dengan temuan yang diduga berasal dari Neolit dan Masa Perundagian, diantaranya seperti tembikar anyam, kapak perunggu, periuk, mangkuk berkaki, kendi, tempayan, beliung persegi, jenis artefak logam baik perunggu dan besi, perhiasan seperti manik-manik, cincin emas, bandul jala, bahkan topeng dan mahkota, bukan hanya benda pusaka yang terkandung dalam tanah Buni tersebut, namun juga menjadi saksi peradaban dan bukti autentik sejarah peninggalan kerajaan terdahulu. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Ali Anwar dalam bukunya berjudul “Sejarah Kabupaten Bekasi” Tarumanegara merupakan puncak peradaban Buni yang mana pada masa kepemerintahan raja Purnawarman wilayah kekuasaannya mencakup Bekasi sampai dengan Cirebon.

Namun sangat disayangkan dalam pengembangan menuju ekomuseum di Situs Buni, Berdasarkan penuturan Penjaga Situs tempat penyimpanan barang arkeologi tersebut sampai saat ini masih sebatas disimpan di rumahnya (warga setempat) saja dengan menggunakan peralatan seadanya yang kemudian dijadikan sebagai Museum Buni, belum ada upaya lanjutan untuk dibuatkan bangunan penyimpanan khusus inilah yang sebenarnya membuat eksistensi situs Buni terancam punah karena tergerus waktu sebab tidak adanya bangunan penyimpanan khusus yang diberikan langsung oleh pemerintah sebagai bukti fisik bahwa Situs Buni merupakan wisata sejarah yang dapat diperkenalkan kepada masyarakat luas. Bahkan tak jarang pula masyarakat yang ingin mengetahui Situs Buni Pasar Emas namun kerap kesulitan mencari lokasinya

Padahal ini merupakan salah satu daerah yang memiliki nilai sejarah, jangan sampai terlupakan akibat tergerus oleh waktu dan lenyapnya bukti fisik. Oleh karena itu warga setempat tetap berusaha melestarikan peninggalan tersebut sebagai bentuk pengembangan agar Situs Buni dapat menjadi warisan budaya lokal yang tercatat dalam sejarah dan dikenal bukan hanya untuk masyarakat setempat namun juga masyarakat luas. Tentu saja hal ini memerlukan banyak dukungan dan kolaborasi baik dari masyarakat setempat, sumbangan ide dan gagasan kreatif para generasi muda sebagai penerus bangsa, serta dukungan pemerintah agar Situs Buni ini dapat berkembang menjadi Ekomuseum lokal yang dapat menjadi ikon daerah setempat, sehingga tetap lestari dan dikenal secara luas. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi? Mari berkolaborasi dan peduli untuk lestari!

 

Sumber Referensi

Anwar, A. (n.d.). Sejarah Singkat Kabupaten Bekasi. Retrieved from https://www.scribd.com/document/321130819/Sejarah-Singkat-Kabupaten-Bekas

Azzam, M. (n.d.). Ketika Situs Buni Pasar Emas Diburu Pencari Perhiasan Emas dari Zaman Kerajaan Tarumajaya. Retrieved from https://wartakota.tribunnews.com/amp/2019/02/26/ketika-situs-buni-pasar-emas-diburu-pencari-perhiasan-emas-dari-zaman-kerajaan-tarumajaya?page=4

Jabar, D. (n.d.). Situs Buni. Retrieved from http://disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=585&lang=id

Sulisthio, I., & Nurdiah, E. A. (2013). Fasilitas Ecomuseum Suku Dayak Kenyah Desa Pampang di Samarinda. JURNAL EDiIMENSI ARSITEKTUR, 1(2), 225–232.

----

Nama Penulis : Salsabila Ramadhity

Prodi : Perpustakaan dan Sains Informasi – Fakultas Ilmu Pendidikan – UPI

Kelas : 5 (A) – 2019

Pembimbing : Dr. Leli Yulifar, M.Pd dan Angga Hadiapurwa, M.I.Kom

Fasilitator : Hafsah Nugraha, S.S.I

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Salsabila Ramadhity lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu