x

cover buku Notasi

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 14 Desember 2021 12:15 WIB

Notasi - Keterlibatan Militer di Demo Mahasiswa UGM 1998

Dari banyak novel tentang huru-hara Mei 1998 yang saya koleksi, baru “Notasi” ini yang secara eksplisit menggambarkan keterlibatan militer. Rata-rata novel tersebut memuat tentang korban-korban dari etnis Tionghoa. Khususnya para perempuan etnis Tionghoa atau mereka yang secara fisik mirip. Novel-novel tersebut secara detail mengungkapkan proses perundungan, pelecehan dan perkosaan para korban tersebut. Namun dalam novel-novel tersebut tidak secara eksplisit mengungap militer sebagai pelaku. Kalau pun ada, mereka hanya mengungkap ciri-ciri pelaku yang mengarah kepada oknum militer.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Notasi

Penulis: Morra Quatro

Tahun Terbit: 2013

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Gagas Media 

Tebal: vi + 294

ISBN: 979-780-635-9

 

Dari banyak novel tentang huru-hara Mei 1998 yang saya koleksi, baru “Notasi” ini yang secara eksplisit menggambarkan keterlibatan militer. Saya memiliki lebih dari 15 novel yang mengupas kerusuhan Mei 1998. Rata-rata novel tersebut memuat tentang korban-korban dari etnis Tionghoa. Khususnya para perempuan etnis Tionghoa atau mereka yang secara fisik mirip. Novel-novel tersebut secara detail mengungkapkan proses perundungan, pelecehan dan perkosaan para korban tersebut. Namun dalam novel-novel tersebut tidak secara eksplisit mengungap militer sebagai pelaku. Kalau pun ada, mereka hanya mengungkap ciri-ciri pelaku yang mengarah kepada oknum militer.

Namun “Notasi” karya Morra Quatro ini secara eksplisit menyebut adanya pasukan bersenjata yang menyerbu demonstran. Ada dua bagian yang secara eksplisit memuat peran militer. Pertama adalah kehadiran seorang bersenjata di lapangan basket (hal. 121) dan kedatangan pasukan bersenjata saat mahasiswa berdemo (hal. 195). Bahkan ada sniper dan perwira yang disebut secara tegas oleh Morra Quatro dalam novel ini (hal. 199). Penyebutan keterlibatan militer dalam novel ini membuat novel ini berbeda dari novel-novel lain yang menggunakan peristiwa Mei 1998 sebagai bahan cerita.

Lokasi peristiwa Notasi berada di Jogja. Tepatnya di Kampus UGM. Lokasi peristiwa ini juga membuat novel ini berbeda dari novel-novel berlatar peristiwa Mei 1998. Sebab kebanyakan dari novel-novel dengan latar belakang peristiwa Mei 1998 mengambil lokasi Jakarta dan sekitarnya, atau Kota Solo. Kedua lokasi ini memang menjadi kota yang paling banyak terjadi peristiwa pelecehan dan perkosaan perempuan etnis tionghoa atau mereka yang secara fisik mirip dengan perempuan etnis Tionghoa.

Notasi adalah novel dengan latar belakang kerusuhan Mei 1998 dengan lokasi kejadian di Jogja. Tepatnya di Kampus Bulaksumur. Novel ini agak lambat di awal cerita. Morra Quatro terlalu banyak menggambarkan persaingan pemilihan Ketua Senat yang lazim terjadi di UGM. Baru di bagian akhir, Morra Quatro memasukkan kisah demo mahasiswa Bulak Sumur sebagai bagian demo mahasiswa dalam rangka menurunkan Rejim Orde Baru.

Tokoh Nalia (aku - perempuan) adalah menjadi penutur kisah. Nalia sedang bernostalgia ke Kampus UGM bersama dengan calon suaminya (Faris). Aku yang digambarkan sebagai salah satu mahasiswa kedokteran gigi UGM melakukan napak tilas peristiwa 1998. Ia mengunjungi lapangan basket dimana para mahasiswa yang saat sebelum peristiwa 1998 berkumpul di situ mengalami peristiwa penembakan oleh oknum aparat.

Tokoh-tokoh lain dalam novel ini sepertinya sengaja dipilih untuk menunjukkan kebhinnekaan. Ada tokoh Tengku – mahasiswa asap Aceh, ada Lin Lin mahasiswa beretnis Tionghoa, Gomez mahasiswa asal NTT, Aryo keturunan Jawa dan sebagainya. Keragaman etnisitas tokoh ini juga menjadi kekuatan novel ini. Sebab keragaman etnisitas tokoh-tokohnya bisa melambangkan bahwa mereka yang muak dengan Orde Baru bukan hanya kelompok tertentu saja.

Tokoh aku juga mengenang kembali perjumpaannya dengan lelaki bernama Nino (Mahasiswa Teknik) yang kemudian menjadi dekat dengannya. Hubungan tokoh “aku” dengan Nino digambarkan sewajarnya tanpa dibumbui adegan-adegan seronok. Tak lupa Morra Quatro juga membumbui novelnya dengan kisah cinta segitiga.

Persaingan antarfakultas untuk menduduki posisi Ketua Senat digambarkan dengan sangat rinci oleh Morra. Kisah persaingan ini juga digunakan oleh Morra Quatro untuk membangun cerita tentang peran press dan radio kampus di masa tumbangnya Orde Baru.

Entah mengapa beberapa pihak mengggolongkan novel ini sebagai novel tentang etnis tionghoa yang menjadi korban kerusuhan 1998. Padahal menurut saya novel ini sama sekali tidak berbicara tentang hal tersebut.

Memang novel ini memuat kisah mahasiswa perempuan beretnis Tionghoa yang terlibat dalam demo dan sempat menjadi korban. Mahasiswa Kedokteran Gigi tersebut bernama Lin Lin. Lin Lin berpacaran dengan Tengku, mahasiswa asal Aceh. Berbeda dari novel-novel berlatar belakang kerusuhan Mei 1998, Morra Quatro tidak menggambarkan pelecehan Lin Lin (hal. 198). Lin Lin memang menjadi korban, tetapi korban yang selayaknya dialami oleh para mahasiswa lainnya. Lagi pula Morra Quatro tidak menempatkan Lin Lin sebagai tokoh utama di novel ini. Tanpa kehadiran Lin Lin pun kisah di novel ini akan sama bobotnya.

Atau mungkin di Jogja tidak terjadi perundungan dan pelecehan terhadap perempuan etnis Tionghoa? 639

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler