x

Iklan

Nur Ngaeni

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 Desember 2021

Rabu, 15 Desember 2021 07:54 WIB

Eksistensi Tokoh Anak dan Kakek dalam Cerpen ‘Dilarang Mencintai Bunga-Bunga’ Karya Kuntowijoyo

Cerpen "Dilarang Mencintai Bunga-Bunga" karya Kuntowijoyo memberikan sedikit gambaran tentang nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat. Kehidupan sosial tentu memiliki banyak permasalahan. Kuntowijaya menyajikan cerita yang menarik dalam cerpen ini, sehingga sangat layak untuk dibaca karena mengandung nilai sosial yang memberikan padangan dari sudut lain.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Keberadaan tokoh dalam cerita fiksi selalu terkait dengan elemen-elemen lainnya, khususnya elemen plot atau struktur alur pada cerita. Peristiwa yang terdapat dalam cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga karya Kuntowijoyo berkaca pada kehidupan manusia disertai dengan masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Diisyaratkan oleh Kuntowijoyo bahwa ada saat dimana manusia harus belajar memahami manusia lain. Penilaian yang semena-mena akan membuat manusia tidak mengerti arti dirinya sebagai individu yang bermasyarakat. Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra beragam maknanya, tergantung bagaimana pembaca menginterpretasikannya. Nilai yang paling menonjol dan tergambar jelas dalam cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga adalah nilai sosial.

Dalam cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga tokoh anak laki-laki hadir di antara perbedaan atas dua hal yang saling bertentangan. Ayah dari tokoh anak laki-laki ini  menghendaki si anak berlaku dan bertindak sebagaimana layaknya laki-laki seusiannya dan dilarang untuk melakukan hal yang tabu yakni mencintai bunga-bunga. Menurut ayahnya, laki-laki haruslah bekerja keras membanting tulang memeras tenaga, bukannya seperti anak perempuan yang malah mengurusi bunga-bunga dan potnya. Anak laki-laki hendaknya memulai segala kegiatannya dengan kerja keras.

Namun pada saat yang lain, si kakek yang tak lain adalah tetangganya, mengajarkan kepada anak laki-laki itu bahwa hidup ini harus dimulai dengan kelembutan. Si kakek meyakini bahwa kelembutan akan membuat ketenangan jiwa, dan jiwa yang gelisah akan menimbulkan perbuatan kasar. Menurut kakek, yang akan menaklukan dunia dan membuat manusia peka terhadap kehidupan adalah sebuah kelembutan. Saat anak laki-laki ini bertemu dengan si kakek, ia diajak ke rumah si kakek, untuk melihat seindah apa kebun bunga yang kakek miliki. Si anak laki-laki ini merasa bersyukur dapat bertemu dan berteman baik dengan kakek, sebab si anak laki-laki telah merasakan suasana ketenangan yang tentram masuk ke dalam jiwa. Ia bertanya dalam hati, apakah yang lebih baik dari ketenangan jiwa dan keteguhan batin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tokoh kakek yang secara kasatmata hadir sebagai simbol dari spiritualitas, terlihat jelas dalam cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga. Tokoh kakek di dalam cerpen ini menggambarkan kehidupan spiritual di tengah kebun bunga yang ia miliki. Si kakek yang meyakini bahwa hidup ditemukan dalam sebuah ketenangan dan ketenangan itu bisa didapatkan melebihi bunga-bunga di taman.

Sikap kakek yang juga meyakini bahwa ketenangan di dapat apabila kita merawat bunga-bunga diartikan sebagai perilaku yang menyendiri dan berupaya terpisah dari kehidupan duniawi. Lebih mementingkan kehidupan spiritual daripada kehidupan material dalam realita sosial adalah cermin dari perilaku si kakek dalam cerpen karya Kuntowijoyo ini. Akibat dari perilaku tersebut, muncul perasaan tidak mempedulikan dan bahkan cenderung acuh tak acuh terhadap segala sesuatu yang ada dalam kehidupan di dunia.

Rampan (1980:4) menyebutkan bahwa tokoh anak laki-laki (Buyung) dalam cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga hadir dalam bingkai filosofis. Tokoh anak laki-laki ini menjadi pusat perhatian yang mengisahkan cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga. Dialah yang menjadi pusat bertemunya konflik antara sang ayah dan si kakek. Sosok Buyung sebagai anak laki-laki dalam cerpen ini hadir menjadi penghubung antara realita dunia yang diyakini oleh sang ayah dan ketenangan dari bunga-bunga yang menjadi prinsip hidup si kakek. Dalam situasi ideal, tokoh anak dapat menjadi representasi atau lambang generasi muda yang nantinya diharapkan dapat menjalani dan memaknai kehidupan.

Melalui cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Kuntowijoyo tidak menghadirkan keputusan memenangkan salah satu pihak antara sang ayah dan si kakek, juga si anak mengikuti sang ayah atau si kakek. Cerita diakhiri dengan sebuah kegelisahan bagi si anak laki-laki (Buyung) dalam menghadapi kondisi yang menyelimuti dirinya. “Malam hari aku pergi tidur dengan kenangan-kenangan di kepala. Kakek ketenangan jiwa-kebun bunga, ayah kerja-bengkel, ibu mengaji-mesjid. Terasa aku harus memutuskan sesuatu. Sampai jauh malam akku baru akan tertidur. Bagaimanapun, aku adalah anak ayah dan ibuku” (DMBB: 22).

 

Sumber referensi:

Efendi, Anwar. Agustus 2011.  EKSISTENSI TOKOH ANAK DAN TOKOH KAKEK SEBAGAI PENGEMBAN PESAN PROFETIK DALAM FIKSI KUNTOWIJOYO. Malang: JURNAL BAHASA DAN SENI.

Rohyati, Siti. Effendy, Chairil. Wartiningsih, Agus.  NILAI-NILAI SOSIAL YANG TERCERMIN DALAM KUMPULAN CERPEN DILARANG MENCINTAI BUNGA-BUNGA KARYA KUNTOWIJOYO. Pontianak: JURNAL KHATULISTIWA.

Ikuti tulisan menarik Nur Ngaeni lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu