x

Ilustrasi sektor pertambangan. Sumber foto: penasultra.com

Iklan

Sutri Sania

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Januari 2021

Selasa, 28 Desember 2021 06:41 WIB

Ternyata Penghambat Sektor Pertambangan Berasal dari Jajaran Kementerian ESDM

Ya, meski menjadi tumpuan, bukan hal rahasia bahwa Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara kadang menjadi penghambat terutama bagi para pengusaha tambang. Hambatan ini parahnya datang dari jajaran di dalamnya yang bergaya bak mafia dan malah tidak pernah patuh pada aturan yang ditentukannya sendiri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sektor pertambangan Indonesia belum lama ini disebut oleh Jenderal Minerba Ridwan Djamaluddin telah berkontribusi bagi pembangunan nasional di masa Covid-19. Daerah yang mempunyai kegiatan ekonomi berbasis industri pertambangan terlihat tetap terjaga pertumbuhannya.

Namun dibalik keberhasilan sektor pertambangan yang bisa membantu pulihkan perekonomian Indonesia, ada kasus-kasus tidak mengenakkan yang menerpa para pengusaha tambang.

Ironisnya, kasus yang merugikan para pengusaha tambang justru disebabkan oleh lembaga yang mengatur pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia yaitu Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara yang berada di bawah Kementerian ESDM.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal ini juga sempat diakui oleh Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin. Hambatan-hambatan birokrasi dalam Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menurutnya adalah hal-hal yang harus diperbaiki.

"Namun ada hal-hal yang masih harus kita perbaiki, yakni mengurangi hambatan-hambatan birokrasi," ujarnya.

Munculnya Mafia Tambang

Adanya revisi UU Pertambangan Mineral dan Batu Bara tentang perizinan yang sebelumnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan kini menjadi kewenangan ESDM senyatanya malah dimanfaatkan oleh pegawai di lingkup ESDM yang tidak bertanggung jawab.

Hal ini terungkap kala adanya kasus di mana ada tiga dari 20 IUP di daerah Banjar yang secara tiba-tiba memiliki tanda tangan Bupati Banjar kala itu yaitu Pangeran Khairul Saleh. Padahal Pangeran tidak pernah merasa meneken penerbitan terkait SIUP untuk izin eksplorasi lahan pertambangan.

Di Juni 2021, terjadi kasus dugaan gratifikasi di Dinas ESDM Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan terkait IUP batu bara.

Dan di akhir Oktober 2021 ini, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim digugat oleh tiga perusahaan pertambangan di PN Samarinda. Alasan ketiga perusahan emas hitam ini menggugat 3 pegawai Dinas ESDM Kaltim ialah terkait izin usaha yang diperoleh dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim dan perihal perusahaan mereka tak kunjung disahkan izin usaha dan tak didaftrakan ke  database IUP operasi produksi batu bara di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM.

Padahal diketahui ketiga oknum di Dinas ESDM Kaltim itu terindikasi telah menerima imbalan atas tindakan yang mereka. Masing-masing mendapat uang Rp40 juta,Rp20 juta dan Rp3 juta. Maka ketiganya tak terhindari dari dijatuhkan hukuman karena dianggap melanggar Pasal 406 juncto Pasal 2 Ayat 1, Pasal 3 UU 20/2021 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Ditjen Minerba ESDM Harusnya Jadi tumpuan Pemanfaatan SDA Indonesia

Meski menjadi tumpuan, nyatanya Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menjadi penghambat terutama bagi para pengusaha tambang. Padahal, Kementerian ESDM senyatanya mempunyai peran penting dalam mengelola sumber daya alam pertambangan dan menjadi regulator untuk mengarahkan pemanfaat kekayaan dan sumber daya alam di Indonesia. Termasuk membuat kebijakan-kebijakan untuk menjaga kepastian pemanfaatan batu bara, menjaga ketahanan energi domestik yang bisa dijadikan pembangkit listrik dan peningkatan nilai tambah di mineral seperti nikel yang bisa diubah menjadi baterai kendaraan listrik.

Program pemberian nilai tambah pada mineral ini telah diatur oleh pemerintah dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Value added di produk mineral, yang bisa dilakukan dengan hilirisasi industri, dimaksudkan demi memberikan manfaat maksimal pada produk nasional yang kuat dan memiliki daya saing.

Padahal Indonesia sedang semangat-semangatnya menggarap dan memberikan nilai tambah di produk sumber daya alam dan mineral agar bisa memiliki daya saing di pasar global dan menguntungkan bagi perekonomian Indonesia.

Jika penjegalan terhadap para pengusaha tambang terus terjadi, bukan tak mungkin daerah yang sebelumnya memiliki pertumbuhan bagik berkat kegiatan ekonomi berbasis industri menjadi menurun berkat tidak lancarnya kegiatan pertambangan di daerah tersebut.

Ditjen Minerba ESDM sudah seharusnya bergerak cepat menuntaskan beragam persoalan yang melibatkan para jajarannya. Bagaimana menurutmu?

Ikuti tulisan menarik Sutri Sania lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler