x

STY

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 30 Desember 2021 12:35 WIB

Mencolok Perbedaan antara yang Kotaan dan Kampungan

Ayo penggawa Garuda, meski berat membalikkan keadaan di leg kedua, berusahalah dan tunjukkan bahwa kalian bisa sadar dan berubah menjadi individu kotaan/modern dalam sepak bola sesuai standar TIPS pemain maupun tim. Jangan sampai cap kampungan masih menempel di leg kedua ya. Belajarlah dari laga malam ini. Tontonlah video siaran ulangnya. Di mana TIPS kampungan itu masih terus melekat? Singkirkan!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dari fakta laga malam leg pertama, harus diakui bahwa sepak bola Indonesia masih tertinggal. Itu cermin dari pola pembinaan, pelatihan, dan kompetisinya. Bandingkan dengan sepak bola Thailand, dalam laga tadi, itu adalah deskripsi dari bagaimana pola pembinaan, pelatihan, dan kompetisi berjenjang di negeri itu.

Jadi, untuk Ketua Umum PSSI, jangan buru-buru bikin poster kampanye, ya? Benahi dulu sepak bola Indonesia!

Haruskah kalah 0-4?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Haruskah timnas Indonesia takluk 0-4 dari timnas Thailand? Siapa yang bikin andil hingga Thailand menang mudah? Apakah andil pelatih Shin Tae-yong (STy) yang salah strategi dan komposisi pemain? Atau andil pemain?

Jawabnya, menurut catatan saya, STy ikut andil bikin kesalahan, sebab terlalu berani menurunkan pemain minim pengalaman dalam laga genting. Hingga, pos yang ditempati pemain tersebut menjadi titik lemah timnas dan dalam tempo singkat, gawang Nadeo jebol dari skema permainan simpel nan cerdas.

Jelas, gol cepat mempengaruhi mental pemain. Terlebih, kecerdasan pemain Indonesia pun masih jauh dari standar. Dengan demikian Laga final leg pertama memang menjadi laga antiklimaks Piala AFF 2020, yang saya sebut tak pantas level permainan partai final jadi begitu.

Selain andil STy, pemain pun sangat berandil hingga gawang Garuda digelontor 4 gol tanpa mampu membalas, padahal ada 4 peluang emas yang bisa menyamakan kedudukan, lho? Ada perlawanan dan Indonesia mampu meladeni Thailand. Tapi mengapa harus kalah 4-0?

Perbedaan kecerdasan

Mencolok perbedaan intelegensi itu. Padahal dari segi teknik dan speed, timnas Indonesia tak kalah dengan pasukan Gajah Perang, timnas Thailand.

Partai final Piala AFF 2020 leg pertama di Stadion Nasional, Singapura, Rabu 29 Desember 2021 benar-benar menjadi pertunjukkan antara tim yang berotak cerdas meladeni tim yang masih kurang cerdas.

Modal kecerdasan para pemain timnas Thailand benar-benar teraplikasi dan terterapkan dalam laga. Main sangat terorganisir, sangat rapi, simpel dalam ballpossesion sentuhan 1-2 tiki taka, hingga bikin gol pun tetap dengan skema yang sama. Tidak ada yang sok-sokan, gaya-gayaan, tidak ada yang egois juga individualis.

Kematangan kecerdasan pemain Thailand yang pastinya sudah terbudaya dalam permainan sepak bola dalam ajang kompetisi di negeri mereka, benar-benar menjadi garansi. Hingga menghadapi ajang Piala AFF 2020, timnas Thailand tidak dipersipkan khusus. Tidak ada TC, pun tak perlu uji coba ke manca negara.

Sehingga, apa yang dipertunjukkan oleh para pemain Thailand dalam menghancurkan Indonesia di leg pertama babak final, maupun apa yang diperagakan saat mereka menyingkirkan Vietnam di semi final, benar-benar sekadar deskripsi sesuai dengan apa yang terjadi dalam pertandingan kompetisi internal di negeri itu.

Sepak bola yang tak neko-neko. Sepak bola cerdas yang benar-benar menunjukkan bukti kualitas teknik, intelegensi, personaliti, dan speed (TIPS) individu para pemain maupun tim. Simpel, taktis, kreatif, imajinatif, dan inovatif. Itulah cerminanan sepak bola KOTAAN. Bukan sepak bola kampungan, seperti masih dipertunjukkan oleh para pemain Indonesia.

Benar-benar, laga leg pertama menggambarkan betapa para pemain Indonesia cukup tertinggal dalam pondasi kecerdasan. Faktanya kurang lebih ada 4 peluang emas yang dapat menjadi gol, tapi semua disia-siakan karena kendala kebodohan.

Jelas, timnas Indonesia mampu meladeni Thailand. Serangan baliknya pun terus membahayakan gawang Thailand. Tapi siapa yang justru membikin gol dengan mudah?

Memang masih ada leg kedua. Masih ada harapan untuk membalikkan keadaan, meski secara matematis bisa disebut mustahil. Pasalnya, hanya dalam tempo tiga hari, tak mungkin kecerdasan pemain Indonesia dapat minimal mensejajari pemain Thailand.

Tim kotaan/modern dan kampungan

Inilah drama laga yang kali ini saya sebut sebagai tim KOTAAN (MODERN) yang tak bergaya hedon apalagi OKB, melawan tim yang masih kental budaya KAMPUNGANNYA.

Maaf, analogi kotaan/modern dan kampungan di sini tetap merujuk kepada standar dan kualitas TIPS pemain mau pun tim.

Jadi, timnas Thailand adalah gambaran dari sepak bola modern karena modal dasar pemainnya adalah cerdas otak, emosi, maka kecerdasan teknik dan speednya pun, mengikuti perintah otak yang yang cerdas.

Lalu bagaimana dengan maksud kampungan itu? Tetap sama merujuk terutama khusus kepada TIPS individu pemain terutama dari sisi intelegensi/otak, yaitu, tak mampu mengendalikan diri, emosi, egois, individualis, kasar, bikin pelanggaran tak perlu, sangat mudah dikecoh, mengulang kesalahan, buntu memecahkan masalah, mudah hilang bola, salah passing-control, salah antisipasi, salah pengertian, tak terorganisir, tak simpel, neko-neko, kegayaan, meliuk-liuk, sok menguasai bola, dan sejenisnya.

Sungguh, malam ini nampak jelas jurang perbedaan level permainan tim cerdas TIPS yang kotaan/modern, dan belum cerdas TIPS alias masih kelas kampungan.

Tunjukkan bisa kotaan/modern

Dari fakta laga malam leg pertama, harus diakui bahwa sepak bola Indonesia masih tertinggal. Itu cermin dari pola pembinaan, pelatihan, dan kompetisinya. Bandingkan dengan sepak bola Thailand, dalam laga tadi, itu adalah deskripsi dari bagaimana pola pembinaan, pelatihan, dan kompetisi berjenjang di negeri itu.

Jadi, untuk Ketua Umum PSSI, jangan buru-buru bikin poster kampanye, ya? Benahi dulu sepak bola Indonesia!

Ayo penggawa Garuda, meski berat membalikkan keadaan di leg kedua, berusahalah dan tunjukkan bahwa kalian bisa sadar dan berubah menjadi individu kotaan/modern dalam sepak bola sesuai standar TIPS pemain maupun tim.

Jangan sampai cap kampungan masih menempel di leg kedua ya. Belajarlah dari laga malam ini. Tontonlah video siaran ulangnya. Di mana TIPS kampungan itu masih terus melekat? Singkirkan!

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler