x

Perbuatan benar dan baik

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 25 Januari 2022 07:05 WIB

IKN Baru dari Sudut Kebenaran dan Kebaikan

Sejatinya, dalam diri setiap manusia, khususnya bagi yang sudah mengenyam bangku pendidikan, embrio untuk selalu berbuat kebenaran dan kebaikan sudah tertanam di dalam lubuk hati dan pikiran. Namun, perbuatan benar dan baik itu pun dalam praktiknya akan sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seseorang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menebar kebenaran dan kebaikan yang hakiki, lebih sulit dari yang manipulasi. (Supartono JW.24012022)

Sejatinya, dalam diri setiap manusia, khususnya bagi yang sudah mengenyam bangku pendidikan, embrio untuk selalu berbuat kebenaran dan kebaikan sudah tertanam di dalam lubuk hati dan pikiran. Namun, perbuatan benar dan baik itu pun dalam praktiknya akan sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seseorang.

Tak asing, kita menjumpai pernyataan: Tidak apa berbohong untuk kebaikan. Bahwa pernyataan tersebut salah. Namun, dalam praktik kehidupan nyata, pernyataan tersebut justru sudah dijadikan pedoman dan panutan oleh masyarakat. Mendarah daging.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Padahal berbohong adalah perbuatan salah. Tetapi karena dipadukan dengan kata baik, berbohong jadi perbuatan yang dimaafkan oleh para pelaku sendiri. Sebab itu, perbuatan bohong, selain mendarah daging, juga seolah halal-halal saja diperbuat oleh segenap individu manusia. Bahkan menjadi tradisi dan budaya demi medapatkan tujuan dan keinginan dengan cara yang tidak benar dan tidak baik, meski si pelaku tahu risikonya bila perbuatan bohong dan tak baiknya akhirnya terbongkar dan ketahuan, ada saknsi dan hukuman baik di pengadilan dunia mau pun akhirat.

Terlebih, sejak hadirnya media sosial (medsos). Seseorang melakukan kegiatan tertentu dan harus berbuat kebohongan dengan pihak terkait atau tertentu, tetapi dia tak menyadari bahwa kebohongannya ternyata terbongkar tanpa disadari. Foto atau video kegiatannya yang di tempat lain, ternyata dipublikasikan oleh orang lain, yang tak satu skenario bohong dengan dirinya karena kegiatannya justru di share di medsos atau menjadi status di medsos.

Ada juga orang yang terpaksa berbuat tak benar dan tak baik, demi melepaskan diri dari cengkeraman, yang terus merugikan dirinya. Akhirnya menjatuhkan pilihan dengan berbuat tidak benar dan tidak baik, terpenting dapat lepas dari cengkeraman yang selama puluhan tahun membuat dirinya terus dirugikan dan didzalimi.

Di ranah lain, persaingan politik di Indonesia dan dukungan terhadap junjungannya, juga terus menebar perbuatan tak benar dan tak baik oleh para simpatisan yang berbayar maupun gratisan, terus bergulir tak lekang waktu. Terus meninggalkan dan membangkitkan rasa dendam dan permusuhan tak berujung. Terlebih, ada ujung tombaknya yang terus mengeruhkan suasana dengan kicauan dan cuitannya. Juga dengan hasil survei-surveiannya sesuai pesanan.

Akhirnya, yang ada adalah budaya menebar kisruh dan permusuhan, dengan mengatasnamkan demi kebenaran dan kebaikan menurut versinya sendiri. Luar biasa.

IKN baru, benar dan baik, kah?

Terkait menebar kebenaran dan kebaikan, kini sangat hangat terjadi di negeri ini. Contoh nyatanya adalah praktik menebar kebenaran dan kebaikan, dalam hal Ibu Kota Negara (IKN) baru Republik Indonesia (RI). Tentu, dari pihak yang punya ide, melahirkan IKN baru adalah perbuatan benar dan baik sesuai pemikirannya, karena ada pengaruh internal dan ekternal.

Karenanya, si empunya ide yang tentu saja secara internal memiliki maksud dan tujuan. Pun ada faktor eksternal yang mendukung, sekaligus sedang memegang amanah menjadi penguasa negeri, maka melahirkan IKN baru adalah perbuatan menebar kebenaran dan menebar kebaikan sesuai versinya.

Sudah begitu, karena sedang menjadi penguasa, lalu didukung oleh faktor eksternal kelompok dan golongannya, pun dengan mudah menggandeng Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memuluskan mimpinya, seperti main sulap, RUU IKN baru pun diketuk oleh DPR yang menganggap dirinya mewakili rakyat.

Bila benar IKN baru dengan segala dalih dan prosesnya adalah perbuatan menebar kebenaran dan kebaikan, mengapa mendapat perlawanan dalam bentuk kritik, respon, kegelisahan, kekawatiran dari rakyat yang tidak pro terhadap lahirnya IKN baru?

Di berbagai media massa, medsos, di media televisi, rakyat di beberapa golongan dan beberapa pihak yang tidak setuju lahirnya IKN baru pun tak sekadar cuap-cuap bahwa proses lahirnya IKN baru dengan RUUnya, bukan langkah yang benar dan baik. Tetapi, melengkapi dengan fakta-fakta dan data, mengapa mereka tak setuju, tak menganggap IKN baru adalah mega proyek yang benar dan baik, di tengah rakyat Indonesia dalam situasi ekonomi yang sulit, bukan hanya imbas dari pandemi corona.

Sebelum corona datang, bicara perikemanusiaan dan perikeadilan di RI, terus menjadi khayalan bagi rakyat. Pasalnya, perikemanusiaan dan perikeadilan hanya berlaku bagi kelompok dan golongan yang sedang diberikan amanah memimpin negeri, tetapi tak amanah untuk rakyat. Hukum menggelinding tumpul ke atas, tajam ke bawah.

Hasilnya, IKN baru, bukanlah produk menebar kebenaran dan menebar kebaikan bagi rakyat. Tetapi menebar kebenaran dan kebaikan sesuai versi mereka, demi kepentingan-kepentingan yang memberikan modal, oligarkinya, dinastinya, dan sekadar mau menciptakan sejarah di Indonesia dan dunia bahwa IKN baru RI, dilahirkan dan dibuat oleh masa kekuasaan mereka.

Sebab pemimpin negeri dan pemerintahannya, berduet dengan DPR sebagai wakil rakyat yang amanahnya justru untuk sang tuannya, bukan untuk rakyat, maka perilaku yang tak sesuai perikemanusiaan dan perikeadilan malah dibalas dan diteladani oleh rakyat. Rakyat pun bangkit dan membalas sikap dan perbuatan yang tak merakyat.

Lihat, ada kelompok dan perorangan sebagai perwakilan rakyat RI yang cukup berani menolak IKN baru, dengan berbagai cara, sebab dalam pandangan dan pemikirannya, IKN baru adalah menebar ketidakbenaran, menebar ketidakbaikan.

Seharusnya, menebar kebenaran dan menebar kebaikan sesuai fakta dan data, mendatangkan manfaat dan menciptakan kedamaian hati bagi si pelaku, pun bagi orang lain yang terkena imbas tebaran kebenaran dan kebaikan itu.

Kini, menyoal IKN baru, bagi mereka yang punya proyek, apalagi sebagai manusia biasa, sejatinya mustahil tak merasakan kecemasan akan hal-hal buruk dan kegagalan. Namun, karena versi mereka mega proyek IKN baru ini adalah sesuatu yang memang sudah menjadi kontrak kerjasama atas nama kepentingan dan wajib terwujud, maka meski rakyat berteriak proyek IKN baru tak benar dan tak baik bagi rakyat dan negara Indonesia, di situasi dan waktu yang tidak pantas dan tidak tepat, mereka tetap bergeming.

Dari berbagai catatan dan koreksi berbagai pihak yang tersebar di media massa, medsos, hingga perbincangan di televisi, IKN baru ini bukan ide dan permintaan rakyat. Tetapi memutuskannya, seolah melibatkan rakyat, rakyat sudah dilibatkan.

IKN baru, sebagai mega proyek pihak yang berkepentingan pun keputusannya diambil oleh pemimpin negeri yang dianggap bukan Presiden, tetapi Raja.

Imbasnya, IKN baru terus melahirkan polemik di tengah rakyat. Mudah dibaca juga bahwa polemik pun digoreng, tujuannya untuk mengalihkan isu. Narasi berita pertentangan terus dibangun. Muncul sosok-sosok yang secara individu atau atas nama. Bikin kisruh. Lalu, opini rakyat dibawa ke suasana kisruh itu, hingga lupa bahwa IKN baru sedang diupayakan jalan terus. 2024 IKN baru RI pindah.

Kasus IKN baru, sangat mudah bagi rakyat untuk kembali belajar tentang kebenaran dan kebaikan di negeri ini yang sedang digadaikan. Sesuai versi rakyat yang tak setuju IKN baru. Tetapi bagi rakyat yang pro penguasa, proses dan melahirkan IKN baru adalah perbuatan benar dan baik.

Harus diingat, diperhatikan, dan dicatat oleh yang punya ide dan ingin tercatat namanya dalam sejarah memindahkan IKN baru RI, bahwa diihimpun dari berbagai sumber, sudah ada lima negara yang dianggap gagal memindahkan ibu kota. Di antaranya adalah Myanmar, Australia, Malaysia, Kazakhstan, dan Tanzania.

Apakah Indonesia akan menjadi negara keenam? Bila niat tulus dan sucinya memang bertujuan menebar kebenaran dan kebaikan untuk rakyat Indonesia, bukan untuk kepentingan dan ambisi pribadi, partainya, kelompoknya, oligarkinya, dinastinya, dan para cukongnya, yakin IKN baru akan berproses dan terwujud. Tetapi bila niatnya hanya untuk mengelabui rakyat, maka bukan mustahil, Indonesia sepertinya bisa menjadi negara keenam yang gagal pindah IKN baru.

Manusia sebenarnya?@@ Sebagai manusia yang sudah mengenyam pendidikan dan kehidupan dunia nyata, saat melakukan sesuatu yang dikerjakan oleh diri kita atau orang lain, tentu mampu sadar bahwa perbuatan yang dilakukan itu benar atau salah sesuai kitahnya.

Pasti, saat seseorang melakukan perbuatan tak benar dan tak baik. Dia sadar dan tahu. Pun saat melakukan perbuatan yang benar dan baik, juga tahu. Tetapi, seringkali, seseorang tetap melakukan perbuatan tak benar dan tak baik, karena ada motif dari dalam dirinya, faktor internal, ditambah motif di luar dirinya, faktor eksternal.

Sebagai manusia yang sebenarnya, tak sulit untuk melakukan perbuatan dengan menebar kebenaran dan kebaikan. Yang sulit adalah seberapa kuat dan mampu, seseorang melawan motif di dalam dirinya dan motif dari luar dirinya.

Semoga saya akan selalu terjaga dengan motif di dalam diri untuk selalu berbuat benar dan baik untuk diri sendiri dan orang lain. Pun akan selalu mampu mengendalikan diri tak terpengaruh motif dari pihak lain, hingga saya tak terjerumus melakukan perbuatan tak benar dan tak baik.

Yah, nyatanya, menebar kebenaran dan kebaikan yang hakiki, lebih sulit dari yang manipulasi.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler