x

Iklan

Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 28 Maret 2022 12:33 WIB

Polemik Pernikahan Ketua MK yang Pelik dan Menggelitik

Rencana pernikahan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dengan Idawati, adik Presiden Jokowi menimbulkan polemik. Di satu sisi pernikahan merupakan hak privasi setiap orang. Tapi di sisi lain pernikahan mereka dianggap akan menimbulkan konflik kepentingan. Muncul pro-kontra seru.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, belakangan ini tengah menjadi perbincangan. Bukan, bukan karena telah memutuskan suatu perkara judicial review yang dianggap kontroversial, melainkan karena tak lama lagi akan melangsungkan pernikahan dengan seorang wanita idaman hatinya. 

Persoalannya bukan lantaran status wanita itu seorang janda ditinggal mati. Melainkan wanita  yang akan dinikahi oleh ketua Mahkamah Konstitusi, dan bernama Idawati ini kebetulan adiknya Presiden Jokowi. 

Hal inilah yang menimbulkan polemik di tengah publik. Dan sebagaimana biasanya di dalam setiap polemik, selain ada pihak yang pro, ada juga yang kontra, dan terdapat pula yang masa bodoh - tidak mempedulikannya,  tentu saja. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi yang pro atas pernikahan antara ketua MK, Anwar Usman, dengan adiknya Presiden Jokowi yang bernama Idawati ini, dianggap sebagai suatu hal yang biasa. Anwar Usman saat ini berstatus sebagai duda setelah istrinya Suhada Ahmad Sidik, meninggal dunia pada 26 Februari 2021 karena serangan jantung. Adik Jokowi, Idayati, juga berstatus sebagai janda setelah suaminya, Hari Mulyono, meninggal dunia pada 24 September 2018. 

Sejoli yang berstatus duda dan janda yang sama-sama ditinggal mati oleh pasangan sebelumnya, suatu ketika dipertemukan oleh mak comblang. Lalu chemistry keduanya bertaut, dan cinta kasih pun bersemi di hati keduanya. 

Adakah yang mampu melarang keduanya untuk saling mengasihi? Tentu saja tidak. Mencintai dan dicintai adalah hak setiap orang. Termasuk Anwar Usman yang kebetulan saat ini menjadi ketua MK, dan Idawati yang dicintai kebetulan juga merupakan adik kandung Presiden Jokowi. 

Akan tetapi mereka yang kontra, menilai jika Anwar  nantinya menikah dengan Idawati, tentunya akan terikat hubungan semenda dengan Presiden Jokowi. Hal tersebut dinilai berpotensi menimbulkan konflik kepentingan saat Anwar menyidangkan perkara di Mahkamah Konstitusi. 

Suka maupun tidak, sudah seharusnya Anwar Usman mengambil sikap bijaksana sebagai seorang negarawan, apabila nantinya sudah menikah dengan Idawati. Karena tidak menutup kemungkinan akan ada dua aturan yang berpotensi dilanggarnya. 

Pertama, Pasal 17 ayat (4) dan ayat (5) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 17 ayat (4) berbunyi: "Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat". 

Lalu, Pasal 17 ayat (5) berbunyi: "Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara". 

Apabila ketentuan ayat (5) dilanggar sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (6) yaitu bahwa putusan dinyatakan tidak sah dan hakim akan dikenakan sanksi administratif atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. 

Kedua, berpotensi melanggar Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Dalam perspektif peraturan tersebut, terdapat 2 prinsip pokok yang rawan benturan kepentingan dan berpotensi dilanggar yakni prinsip independensi dan prinsip ketakberpihakan. 

Hal itu pula yang menjadi kekhawatiran publik. Hubungan semenda ketua Mahkamah Konstitusi dengan Jokowi, akan menimbulkan permasalahan yang sulit dihindarkan tatkala menangani suatu perkara peraturan perundang-undangan, atau kebijakan pemerintah, karena tidak intervensi oligarki sehingga bisa jadi tidak akan dapat bersikap objektif lagi. 

Padahal independensi hakim konstitusi merupakan prasyarat pokok bagi terwujudnya negara hukum, dan merupakan jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan. Ketakberpihakan mencakup sikap netral, disertai penghayatan yang mendalam akan pentingnya keseimbangan antar kepentingan yang terkait dengan perkara. 

Oleh karena itu tidak syak lagi, banyak pihak yang menuntut Anwar Usman untuk melepaskan jabatannya sebagai ketua MK, atau membatalkan pernikahannya dengan Idawati, adiknya Presiden Jokowi. 

Oleh karena itu pula, sebagai seorang negarawan, wa bil khusus di bidang judikatif, maka hal ini merupakan suatu tantangan bagi seorang Anwar Usman. Apakah dengan mempersunting adik Presiden Jokowi, akan tetap mampu bersikap objektif, atau justru sebaliknya dengan resiko mendapatkan cemoohan dari publik? 

Terlebih lagi di zaman sekarang ini yang begitu mudahnya masyarakat di dunia Maya yang memiliki kebebasan berbicara yang seakan tanpa batasnya, apabila Usman memutuskan suatu perkara yang cenderung sudah tidak objektif lagi, maka imbasnya tidak hanya akan menimpa dirinya saja, melainkan keluarga, maupun pemerintahan Jokowi sendiri bisa jadi akan terkena getahnya juga. 

Sementara mereka yang bersikap pro, sebagaimana mantan Ketua MK Hamdan Zoelva, dikutip dari Tempo.co, menegaskan bahwa kekhawatiran publik tersebut merupakan suatu hal yang berlebihan. 

Pertama, karena gugatan judicial review yang diajukan ke MK berkaitan dengan pemerintah dan DPR sebagai pembentuk Undang-Undang. "Kalau judicial review kan menyangkut pemerintah. Nggak ada urusan dengan perseorangan," kata Hamdan. 

Beda cerita kalau gugatannya berupa impeachment karena menyangkut urusan pribadi Jokowi. "Tapi, kan, ngga ada impeachment (saat ini)," kata dia. 

Kedua, hakim MK juga ada yang berasal dari usulan pemerintah. Hamdan menilai analoginya sama dengan rencana pernikahan ini. "Masa jadi tidak boleh mengadili perkara yang berasal dari presiden?" ujarnya. 

Ketiga, tidak ada sama sekali aturan yang melarang hakim MK untuk memiliki pasangan di lingkar Istana. Keempat, hakim MK juga berjumlah 9 orang yang dinilai bisa menguji suatu perkara secara objektif. 

Adapun pihak ketiga yang bersikap masa bodoh terhadap rencana pernikahan Ketua MK dengan pujaan hatinya, Idawati, adiknya Presiden Jokowi, bisa jadi akan berkata, " Emang gue pikirin? Itu 'kan hak privasi Anwar Usman dan Idawati..."

Memang sungguh-sungguh menarik, dan begitu pelik, tapi juga menggelitik mengulik suatu permasalahan di negara demokratis seperti di Indonesia ini. 

Hanya saja yang jelas, kalau tidak ada perdebatan, dan pertentangan, bukan demokratis namanya. Melainkan otoriter tentu saja.

Semua orang memiliki sikap dan pendapat masing-masing. Asalkan dapat dipertanggungjawabkan pastinya. ***

Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB