x

Kampanye hitam juga terjadi dalam pemilihan kepala desa.

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Minggu, 10 April 2022 12:41 WIB

Kisah Dolop di Jaman Old dan di Jaman Now

Fenomena terkini di jagad politik Indonesia mirip dengan fenomena yang saya lihat di masa kecil di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Saat itu ada kisah tentang dolop. Seperti apa kisahnya? Ikuti terus artikel ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Bambang Udoyono, penulis buku

Membaca judul di atas mungkin Anda langsung penasaran dengan arti kata dolop.  Barangkali Anda mengira ini adalah sebuah kata kekinian dalam Bahasa Indonesia yang justru menjadi asing bagi sebagian besar orang Indonesia. Sayang sekali dugaan Anda melesèt.  Dolop adalah sebuah kata dalam bahasa Jawa dialèk Magelangan.  Dalam dialèk Nganjukan yang saya sering dengar dari istri saya, padanan katanya adalah combé.  Apa sih artinya?  Adakah kisah menarik tentangnya? Sila simak paparan berikut ini.

Saya lahir dan tumbuh di sebuah kota kecil yang sepi tapi indah bernama Magelang di Jawa Tengah.  Ketika saya masih di sekolah dasar saya ikut latihan menari Jawa di sebuah sanggar di kawasan Mc Gersary (Magersari).  Seminggu dua kali saya berlatih menari.  Sekali di soré hari dan sekali di hari Minggu pagi. Nah di hari Minggu pagi inilah saya sepulang dari latihan menari melihat atraksi menarik buat saya di saat itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di tengah kota Magelang ada sebuah kawasan bernama Pecinan.  Di ujung utaranya ada sebuah gedung bioskop legendaris bernama Kresna.  Di masa itu gedung bioskop ini adalah sebuah tempat hiburan yang paling top di Magelang. Di depannya ada halaman yang cukup luas dan tidak berpagar.  Maka di setiap hari Minggu pagi di sana ada beberapa pedagang menggelar lapaknya.  Salah satunya adalah seorang pedagang obat yang pintar sekali berorasi, buktinya dia selalu dikerubungi banyak orang.  

Pedagang obat itu sebenarnya tidak ganteng tapi dia berbusana rapi. Dia selalu memakai baju lengan panjang yang ujungnya dimasukkan ke dalam celananya.  Busananya tidak mahal tapi selalu rapi dan bersih. Dia juga selalu bersepatu yang bersih.  Alat kerjanya hanya plastik yang digelar untuk memajang dagangannya, sebuah tas kotak berisi obat dan banyak bungkusan obat berbagai ukuran.  Selain itu ada sebuah kursi kecil yang unik karena terbuat dari logam dan kain terpal. Kerangkanya logam tipis sedangkan tempat duduknya dari terpal.

Dia mampu berorasi dengan sangat atraktif.  Seperti banyak penonton, saya saat itu sangat terkesan dengan kemampuan orasinya.  Untunglah saya hanya terkesan dengan orasinya tanpa membeli obatnya karena uang saku saya yang pas pasan.  Belakangan setelah dewasa saya tahu bahwa dia mampu menggunakan intonasi suara, bahasa tubuh dan sebuah teknik untuk mempengaruhi publik yang cukup lihai dengan memakai bantuan timnya.

Biasanya ketika orasi dibuka hanya beberapa gelintir orang saja yang mengerumuninya.  Kemudian makin lama makin banyak orang datang.  Setelah banyak orang dia makin bersemangat berorasi.  Kemudian di tengah orasi itu ada jeda beberapa saat.  Dia minum sambil duduk di kursi kecilnya.  Saat itulah ada beberapa orang yang berada di kerumunan penonton ngomong dengan suara keras dan tidak kalah atraktifnya dengan si pedagang.  Seseorang bercerita bahwa obat tersebut sangat manjur karena dia melihat sendiri seorang saudaranya yang sudah sakit parah sampai lumpuh bisa sembuh total setelah meminum obat tersebut.  Beberapa orang lain lantas menanggapi dengan pertanyaan dan dia menjawab dengan lancar.  Tidak lama kemudian dari kerumunan penonton ada orang yang dengan antusias membeli obat dalam jumlah besar dan mengumumkan bahwa saudaranya juga sedang sakit parah sehingga dia putuskan membeli obat tersebut.  Dia juga tidak lupa berjanji bahwa minggu depan akan hadir lagi di sana untuk memberi laporan hasil pengobatan itu.  

Demikianlah setiap hari minggu saya selalu mampir di halaman gedung bioskop Kresna itu untuk menonton aksi si pedagang obat.  Awalnya saya tidak bercerita kepada siapapun. Namun suatu hari almarhum bapak saya bertanya kenapa saya tidak segera pulang.  Saya ceritakan kepada beliau soal pedagang obat itu.  Almarhum bapak tersenyum lantas berkomentar bahwa si pedagang itu memang cerdik.  Menurut beliau pedagang obat itu memiliki beberapa teman kerja yang disebut dolop alias combé.  Mereka berbaur di  antara penonton dan berlagak tidak saling kenal.  Ketika si pedagang berorasi mereka menyimak dengan serius.  Kemudian ketika jeda giliran mereka tampil.  Ada yang bertugas bercerita tentang keampuhan obat tersebut.  Ada lagi yang bertugas bertanya. Sedangkan orang lainnya bertugas berpura pura membeli obat itu dalam jumlah besar.  Semua aksi itu dilakukan dengan padu. Seolah mereka penonton yang spontan dan tidak saling kenal.  Padahal sebenarnya semua aksi itu sudah dirancang dan dikoordinasikan dengan apik dan rapi. 

Jadi tim dolop itu sejatinya adalah tim penjualan.  Tugasnya mempengaruhi opini publik bahwa dagangan mereka itu unggul dan karenanya layak dibeli. 

Bagaimana kabar pedagang obat dan tim dolopnya sekarang?  Saya tidak tahu. Barangkali mereka sudah beralih profesi atau sudah tidak tinggal di dunia ini lagi.  Tapi saya melihat reinkarnasi mereka di dalam konteks yang beda.

Saat ini saya melihat banyak sekali dolop alias combé dalam bidang politik.  Tugasnya sama persis dengan dolop yang saya lihat dulu.  Tapi alat kerjanya, medan tempurnya beda.  Sekarang mereka memakai sosial media dan bertempur di medan maya selain di medan fisik juga.  Mereka juga berbaur dengan masyarakat dan berpura pura menjadi bagian dari masyarakat.  Mereka gabung di berbagai group whattsap, facebook, dan lain lain. Mereka gabung dengan berbagai kelompok pengajian, kelompok reuni sekolah, dan berbagai kelompok lain.  Mereka tidak terang terangan menjadi bagian dari tim sukses seseorang tokoh tertentu.  Tapi mereka memuji muji setinggi langit tokoh yang mereka dukung.  Tidak lupa mereka menyebarkan wacana yang dirancang untuk menimbulkan kesan negatif kepada tokoh lain yang menjadi lawan politiknya.

Sebenarnya pekerjaan menjadi dolop alias combé ini sah sah saja. Profesi ini sama baiknya dengan profesi sah lainnya. Meskipun demikian saya sering menyaksikan sendiri kata kata mereka tidak jarang melanggar etika dan tata krama orang Indonesia.  Banyak sekali wacana yang memanaskan hati lawan politiknya.  Akibatnya bangsa kita sekarang terpecah dalam dua kubu.  Keduanya sama sama sering menyebar kata kata yang tidak patut dan bahkan makin memperuncing perbedaan dalam masyarakat majemuk kita.

Bagaimana mungkin mereka membangun persatuan Indonesia jika mereka setiap hari rajin menebar kata kata yang memanaskan hati dan menimbulkan permusuhan?   Saat ini antar golongan dalam masyarakat rajin sekali  menebar kebencian lewat media sosial.  Akibatnya mudah diduga, antar golongan tersebut sudah saling tidak suka, saling tidak percaya, tidak saling dukung bahkan saling menyalahkan.  Apabila situasi ini terus menerus terjadi maka mudah diduga bahwa pertentangan kedua kubu akan makin memanas dan makin sulit disatukan. Kecurigaan, saling jegal akan makin subur.

Situasi ini mengarah kepada segregasi atau disintegrasi sosial politik.  Dengan kata lain segmen segmen sosial akan semakin eksklusif.  Dalam keadaan krisis situasi semacam ini akan sangat berbahaya.  Akan tercipta ‘bom waktu’ sosial politik, dalam arti akan mudah sekali pecah kekerasan yang akan membesar menjadi huru hara, penjarahan, pembakaran dsb.

Apabila situasi ini dibiarkan terjadi sudah pasti bahaya semakin meningkat.  Maka tiba saatnya sekarang bagi tokoh utama kedua pihak untuk menjadi makin arif bijaksana.  Sekaranglah saatnya untuk mengendalikan tim dolopnya agar lebih santun lagi.  Sekarang tiba saatnya merancang cara kerja tim dolop agar lebih bertata krama dalam berwacana sehingga suasana bisa sejuk lagi.  Inilah saatnya bagi pimpinan kedua kubu untuk memberi kontribusi positif bagi persatuan Indonesia.  Semoga hal ini menjadi perhatian pimpinan kedua kubu. 

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu