x

ilustr: Forum-China Daily

Iklan

M Yaasiin F

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Maret 2022

Jumat, 15 April 2022 06:04 WIB

Konvensi dalam Sastra Berupa Bahasa, Sastra, dan Budaya

Artikel ini menjelaskan apa itu konvensi bahasa, sastra dan budaya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam mata kuliah Teori Sastra ada materi konvensi dalam sastra, yang dimana konvensi ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu, bahasa, sastra serta budaya. Anda pasti bertanya-tanya apa sih arti konvensi itu dan apa arti konvensi ketika sudah masuk dalam ranah sastra?.

Konvensi dalam KBBI memiliki pengertian permufakatan atau kesepakatan, dalam pengertian yang lebih luas, konvensi merupakan aturan-aturan atau norma-norma sosial yang sudah di setujui dalam sebuah masyarakat terutama mengenai tradisi adat dan lai sebagaimya. 

Konvensi masuk pada ranah sastra pada abad ke-19 yang dimana, itu menyebabkan adanya aturan-aturan yang wajib dipenuhi oleh seorang pengarang. Adapun konvensi dalam sastra dibagi menjadi tiga bagian, yakni, konvensi bahasa, sastra, dan budaya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertama Konvensi Bahasa

Dalam memahami sebuah karya sastra, anda sebagai pembaca harus menguasai berbagai konvensi dalam sastra, baik itu bahasa, sastra, ataupun budaya. Dalam KBBI bahasa memiliki arti yakni sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipakai oleh sebuah anggota atau suatu masyarakat untuk berinteraksi dan bersosialisasi. Dalam bidang sastram konvensi bahasa dapat diartikan sebagai aturan-aturan bahasa dalam sebuah masyarakat yang sudah disepakati bersama, sebuah karya sastra memili bahasa yang berbeda dengan bahasa yang biasa dipakai masyarakat pada umumnya. 

Pemufakatan bahasa dalam sastra memiliki sifat yang arbitrer (mana suka), jadi, bahasa yang digunakan dalam sebuah karya sastra itu harus sesuai dengan sistem konvensi bahasa yang dipergunakan, karena demikian itu, seorang pembaca karya sastra atau kritikus karya sastra, dalam menghasilkan makna yang ia baca, harus tunduk pada sistem bahasa yang digunakan dalam karya sastra tersebut, dengan begitu, ia akan mendapatkan makna yang tepat dari teks karya sastra itu.

Kebanyakan seorang sastrawan dalam menulis karya sastra menggunakan bahasa yang menyimpang, tapi, yang sebenarnya terjadi adalah seorang sastrawan dalam menggunakan bahasa, masih ada di dalam ruang lingkup konvensi bahasa yang dipergunakan, karena jika tidak, bahasanya akan tidak komunikatif, berarti makna dari karya sastra tersebut tidak dapat dihasilkan berdasarkan konvensi bahasa yang dipergunakan.

Kedua Konvensi Sastra

Seorang sastrawan selain tunduk dengan konvensi bahasa, ia juga terikat dengan konvensi sastra yang digunakannya. Dengan adanya sistem konvensi sastra disamping Konvensi bahasa, maka ada konvensi tambahan (Preminger, 1974:980,981), yakni konvensi tambahan kepada konvensi bahsa, konvensi sastra kedudukannya lebih tinggi dari konvensi bahasa. karenanya, akan menimbulkan perbedaan dan pertentangan seperti arti ditingkatkan kepada makna, perbedaan arti dan makna semiotik sastra merupakan yang paLing penting (Riffaterre Via Teew, 1984:99), oleh sebabitu, dalam menghasilkan makna, seorang pembaca selain harus memperhatikan konvensi bahasa, seorang oembaca juga harus memperhatikan konvensi sastra yang terkandung.

Sebagai tambahan yang sepertinya perlu anda ketahui bahwa sebuah sastra biasanya, diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan. Apakah anda pernah bertanya, mengapa sastra perlu menikmati, memahami, dan memanfaatkan sastra?. Jika iya, maka inilah jawabannya, di dalam sastra mengandung nilai-nilai luhur yang secara konsep menyentuh seluruh kehidupan manusia. Jakob Sumarjo, seorang pelopor kajian filsafat Indonesia dan pemerhati sastra mengatakan bahwa sebuah karya sastra akan ditampilkan sesuai pada zamannya. Sastra merupakan pengaplikasian dari alam pikiran manusia, peristiwa kultural, dan adat istiadat yang memiliki nilai-nilai yang tinggi. 

Ketiga Konvensi Budaya

Selain terikat dengan kedua poin di atas, seorang sastrawan juga memperhatikan konvensi budaya, konvensi budaya merupakah sistem semiotik yang mengarah pada suatu kerangka kebudayaan yang menjadi latar belakang karya sastra itu sendiri. Konvensi budaya juga dapat diartikan dengan pemahaman terhadap latar kehidupan, konteks dan sistem sosial budaya. Menurut Champmamn (1980) Munculnya karya sastra dioengaruhi oleh kehidupan sosial budaya pengarangnya, oleh karena itu sikap dan pandangan pengarang dalam karyanya mencerminkan kehidupan sosial budaya masyarakatnya. Pendapat yang sama dengan itu Pradopo(2001) menyatakan bahwa karya sastra sebagai tanda terikan pada konvensi masyarakatnya karena merupakan cermin tealitas budaya masyarakat yang menjadi modelnya,

 Konvensi budaya berfungsi sebagai tempat spesifikasi makna, seorang penyair, baik itu laki-laki maupun perempuan pasti terpengaruh oleh sosial dan budayanya. hal itu terbukti ketika mereka membuat karya sastra, kemasyarakatan yang terasa melekat dengan pengarang, budaya, serta pandangannya terhadap golongan masyarakat, kesenian, dan benda-benda kebudayaan.

Konvensi budaya merupakan sistem semiotik yang berada di luar sistem semiotik bahasa dan sastra, hal itu dapat berkaitan dengan pola perilaku, bentuk-bentuk tertentu dan lain sebagainya. karena sebuah sistem semiotik kebudayaan dipandang memiliki aspek ekspresi fisik yang memiliki aspek makna.

 

Jadi, dapat disimpulkan bahwa konvensi dalam sastra ini sangat penting untuk dikuasai oleh para pembaca karya sastra,baik itu konvensi bahasa, sastra maupun budaya, hal itu disebabkan agar para pembaca dapat mengambil makna yang sesuai dan tepat yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri.

Ikuti tulisan menarik M Yaasiin F lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu