x

Iklan

Bayu W |kuatbaca

Penulis Manis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Maret 2022

Senin, 23 Mei 2022 15:10 WIB

Ekspedisi Awal yang Mengisi Nusantara dalam Kartografi Bikinan Eropa

Peta masa itu dibuat berdasarkan persilangan antara imajinasi dengan laporan perjalanan para utusan negara-negara. Itu sebabnya tata letaknya tidak sesuai dengan kenyataan saat ini. Lalu terjadi perubahan nama-nama karena temuan bukti-bukti baru oleh petualang berikutnya. Banyak karya katrografi abad pertengahan memberikan berbagai nama yang sekarang dikenal sebagai Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. Kenapa Nusantara disebut sebagai negeri di bawah angin?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Karya Poggio dengan judul De Varietate Fortunae dipublikasikan pada tahun 1492 oleh Cristoforo da Bollate. Di dalam karyanya, Poggio menonjolkan pengenalan negara-negara di Asia bagian selatan yang saat itu sangat sedikit diketahui orang-orang Eropa. Kisah ini ditulis berdasarkan cerita perjalanan Nicolo Conti kepada Sekretaris Paus Giovanni Francesco Poggio Bracciolini di Florence, setelah ia kembali ke Italia pada 1439.

Nicolo Conti (1395-1469) adalah seorang pedagang Venesia dan pengelana yang mengunjungi India dan sejumlah tempat di Asia Tenggara. Ia meninggalkan Venesia sekitar tahun 1419 menuju Damaskus (Suriah) untuk belajar bahasa Arab dan berkelana selama beberapa tahun. Dengan kemampuan berbahasa dan pengetahuannya mengenai budaya Arab ia pun memahami seluk-beluk wilayah yang dilaluinya. Saat itu kawasan Asia banyak dikuasai oleh pedagang-pedagang dari Arab. Perjalanan Nicolo Conti berlangsung hampir bersamaan dengan perjalanan Laksamana Cheng Ho, pengelana dari China.

Menurut beberapa penelitian, terdapat konsistensi mengenai nama-nama wilayah yang sesuai dengan kisah Cheng Ho sebagaimana ditulis Ma Huan (1433) dan Fei Xin (1436). Di masa-masa ini kepulauan di Nusantara disebut sebagai "negeri di bawah angin". Sebuah sebutan yang nampaknya berasal dari tradisi pelayaran.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah dari Damaskus, Conti menyeberangi gurun dan sampai di Baghdad, Irak, terus menuju Iran dan India. Dari India dia menuju wilayah bernama “Pedir” di Sumatera bagian utara. Di tempat ini ia dilaporkan bermukim selama satu tahun dan mempelajari ilmu pengetahuan lokal, terutama tentang produksi emas dan perdagangan rempah-rempah. Dari Pedir, Conti melanjutkan perjalanan ke Semenanjung Melayu dan mengunjungi sejumlah tempat, antara lain di Myanmar. Dan, dari Myanmar ia mengunjungi Jawa, dimana ia sempat tinggal selama sembilan bulan sebelum akhirnya kembali ke Italia dengan berlayar menuju Vietnam dan melanjutkan perjalanan melalui rute darat.

Mengenai Jawa, Conti menceritakan ada dua buah Pulau Jawa (sampai abad 16 di dalam peta masih disebut Jawa Mayor dan Jawa Minor). Penduduk pulau-pulau itu disebutkan sangat kejam dibandingkan dengan bangsa-bangsa lainnya. Mereka makan tikus, kucing, dan hewan-hewan yang tergolong disebut “tidak bersih”. Conti juga berkisah, penduduk di Jawa yang berutang dan tidak bisa mengembalikan menjadi budak dari si pemberi utang. Hiburan yang ada antara lain adu ayam, dimana beberapa orang juga diceritakan sebagai produsen ayam untuk aduan. Selain Poggio, kisah perjalanan Conti juga ditulis oleh Pero Tafur. Tafur adalah bangsawan Spanyol yang bertemu dengan Conti ketika hendak kembali ke Eropa dari Asia. Ia bertemu dengan Conti di Gunung Sinai pada tahun 1437.

Penuturan Conti ke Tafur kemungkinan lebih komplit daripada penuturannya kepada Poggio. Namun, Dengan kemampuan analisis dan minat khususnya mengenai negeri-negeri di Timur, Poggio dapat melihat kisah dari perjalanan Conti bukan sekadar cerita kronologis belaka, tetapi juga memberi informasi yang bersifat geografis. Akan tetapi, pada masa ini tradisi pemetaan (kartografi) belum dipenuhi dengan akurasi yang baik.

Dari generasi ke generasi terdapat nama-nama yang berubah di dalam peta sebagaimana ditemukannya bukti-bukti perjalanan terbaru. Seperti salah satu misalnya, banyak karya katrografi tentang Asia di abad pertengahan yang memberikan nama "Jawa" untuk beberapa pulau yang sekarang dikenal sebagai Sumatra, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. Bahkan, ada pula yang menggambarkan Pulau Jawa tersambung dengan Australia.

Bagi orang-orang di Eropa, Nusantara dalam peta hanya sebatas pulau yang dikenal oleh para penjelajah atau Kartografer. Peta di masa itu dibuat berdasarkan persilangan antara imajinasi para pembuatnya dengan cerita maupun laporan perjalanan dari para utusan negara-negara lain, sehingga tata letaknya tidak sesuai dengan kenyataan. Baru ketika semakin berkembangnya ilmu astronomi sebagai bagian dari ilmu navigasi, dan ditemukannya beberapa peralatan seperti teropong, trianggulasi dan theodolit, gambar peta kepulauan Nusantara pun makin berkembang ke arah detil-detil presisi yang lebih baik.

Ikuti tulisan menarik Bayu W |kuatbaca lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler