Mendengar kata Khong Guan, kita akan disuguhkan dengan bayangan tentang sebuah merek biskuit legendaris yang hampir selalu hadir saat hari raya. Sampai saat sekarang, siapa yang tidak tahu tentang merek biskuit ini? Biskuit yang dikemas dalam kaleng berwarna merah dan putih yang dihiasi dengan gambaran isi di dalam kaleng dibagian bawah kaleng. Di bagian atas kaleng dihiasi dengan potret keluarga yang sedang menikmati sajian yang tersaji dalam sebuah meja makan.
Keberadaan Khong Guan sebagai merek yang populer, menimbulkan banyak pertanyaan yang timbul karena tidak menampilkan kehadiran seorang ayah dalam visualisasi yang ada dalam kalengnya. Pertanyaan tentang sosok ayah dalam masyarakat terbentuk karena visual kaleng Khong Guan yang tidak cocok dengan citra Khong Guan sebagai ‘Kue Hari Raya’ yang identik dengan berkumpul dengan keluarga.
Pertanyaan tentang kehadiran sosok ayah dalam kaleng Khong Guan terus bergulir sekian lama sampai berhasil menjadi ide warganet untuk membuat berbagai karya mulai dari poster, puisi, sampai meme. Seperti salah satu penyair ternama, Joko Pinurbo atau biasa dikenal dengan Jokpin. Khong Guan menginspirasi salah satu buku kumpulan puisi miliknya yang berjudul Perjamuan Khong Guan. Dalam kumpulan puisi Perjamuan Khong Guan, terdapat sebuah puisi yang menceritakan gambaran dari keluarga yang ada dalam gambar kaleng Khong Guan, yaitu puisi dengan judul Keluarga Khong Guan.
Keberadaan puisi pada saat ini bukan hanya sebagai sarana menyalurkan nasihat-nasihat lewat kalimat-kalimat yang indah. Saat ini, puisi dapat dinikmati dalam berbagai jenis media masa dan dengan mudah masuk ke dalam berbagai jenis masyarakat. Umumnya, puisi dinikmati sebagai karya yang dapat menyuarakan isi hati pembacanya. Pemilihan kata-kata yang tidak biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari menjadikan puisi sebagai sebuah kumpulan kata yang indah.
Seiring waktu puisi kemudian berkembang menjadi sebuah wadah yang dapat menyalurkan asprasi dan keresahan penyairnya. Seperti pada puisi Jokpin yang berjudul Keluarga Khong Guan, Jokpin menyampaikan keresahannya tentang jati diri seseorang. Puisi Keluarga Khong Guan seolah menjawab pertanyaan yang sering muncul tentang sosok ayah dalam keluarga Khong Guan.
Pemilihan kata yang tidak biasa dalam menciptakan puisi akan memunculkan makna-makna tersembunyi sebagai sebuah tanda yang terkadang sulit dipahami oleh pembacanya. Tanda-tanda dalam puisi sejalan dengan peran Semiotika yang mengatakan bahwa setiap hal yang ada dalam bahasa merupakan sebuah tanda. Dalam hal ini, tanda didapatkan dari setiap bait dan kalimat yang ada pada puisi.
Setiap penyair akan selalu menyispkan sebuah pesan dalam bait-bait puisinya. Joko Pinurbo, dalam puisinya yang berjudul Kelurga Khong Guan juga menyampaikan pesan tersirat tentang pencarian jati lewat gambaran keluarga Khong Guan.
Banyak orang penasaran
mengapa sosok ayah
dalam keluarga Khong Guan
tak pernah tampak di meja makan?
Kata anak laki-lakinya,
“Ayahku sedang
menjadi bahasa Indonesia
yang terlunta di antara
bahasa asing dan bahasa jalanan”
anak perempuannya
menyahut, “Ayahku
sedang menjadi nasionalisme
yang bingung dan bimbang.”
Si ibu angkat bicara,
“Ayahmu sedang menjadi
koran cetak yang kian
ditinggalkan pembaca dan iklan.”
“Semoga Ayah tetap
terbit dari timur, ya, Bu” ujar
kedua anak yang pintar itu.
“Bodo amat ayahmu
mau terbit dari mana,” balas si ibu.
“yang penting bisa pulang
dan makan bersama.”
(Jokpin, 2020: 106-107)
Ikuti tulisan menarik Alfi Bahaviani lainnya di sini.