Hasil analisis perbandingan cerpen berdasarkan unsur instrinsik yang membangun kedua cerpen .
- TEMA
- Rumah yang terang
Tema cerpen “Rumah yang terang” mengisahkan tentang pada suatu desa yang tentram .disana listrik baru ada dan semua warga berbondong bondong untuk memasang listrik , tapi hal itu tidah berlaku untuk haji bakir , haji bakir tetap menggunakan penerangan seadaanya , hal ini menimbulkan gunjingan dari dua tetangganya mulai dari celoteh,memfitnah sampai menuduhnya mempelihara tuyul. Dan anaknya pun ikut merayu rayu haji bakir untuk memasang listrik tetapi haji bakir tetap pada pendiriannya dan tetap memasang tidak memasang listrik sampai akhir hayatnya sebelum haji bakir meninggal ia mengatakan pada anak nya kenapa alasanya ia tidak memasang listrik dan alasannya adalah bahwa kalau cahaya dihabiskan pada hidupnya ia khawatir di alam kuburnya tidak mendapatkan cahayanya.
setelah haji bakir meninggal tepatnya 100 harinya diadakan acara tahlilan dan semua undangan melihat lampu neon yang terpasang di plafon rumahnya sambil tersenyum lantas hal ini membuat anak haji bakir kesal dan menjelaskan kepada para undangan kenapa ayah nya tidak memasang listrik dan semua undangan menunduk diam dan anaknya melanjutkan doa dengan khusyuk.
2.Berteduh
Sedangkan tema cerpen “Berteduh” mengisahkan tentang Bu Marinah yang turut dipeluk basah. Menghindari sakit, lekas-lekas ia bersalin. Sebelum putrinya Santi menerbitkan protes panjang, lebar, hingga meluas.
- Latar
- Rumah yang cerah
a. Latar Tempat, kampong dan rumah.
b. Latar Waktu, terjadi pada malam dan sore, sedangkan
c. Latar Suasana, gelap dan hening, Sampai sekian lama rumahku tetap gelap. Aku siap menerima celoteh dan olok-olok yang mungkin akan dilontarkan oleh para tamu. Karena aku sendiri pernah menertawakan pikiran ayah yang antik itu. Aneh, para tamu malah menunduk. Aku juga menunduk. - berteduh
- Latar Tempat, di dalam rumah dan depan teras
- Latar Waktu, sore menjelang malam hari
c. Latar Suasana, Tegang , mencekam, menyedihkan, hikmad.
- Tokoh
1. Rumah yang terang
Aku, ayahku, ibuku, tetangga belakang rumah - Cerpen Berteduh
Santi dan bu marinah
- Gaya Bahasa
- Rumah yang terang
Gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen ‘Rumah yang terang’ yaitu gaya bahasa yang cukup familiar sehingga dapat dengan mudah di mengerti oleh pembacanya. - Berteduh
Dalam cerpen ini menggunakan gaya bahasa hiperbola. Karena penulis menggunakan kata-kata yang berlebih-lebihan hampir di setiap paragraph. Jenis-jenis percakapan yang digunakan bahasa keseharian.
- Alur
- Cerpen Rumah yang terang
Alur yang disajikan dalam cerpen “Rumah yang terang” alur maju yang dijelaskan secara runtun mulai dari perkenalan, penampilan masalah-konflik-memuncak-klimaks.
- Cerpen Berteduh
Alur yang disajikan dalam cerpen Berteduh merupakan alur mundur yang dijelaskan secara runtun mulai dari perkenalan tokoh-penampilan masalah-konflik memuncak-klimaks-ketegangan menurun-penyelesaian.
Dari beberapa perbandingan yang sudah dijelaskan diatas terdapat perbandingan yang paling mendasar, Cerpen Rumah yang terang disajikan dengan latar social yang terjadi pada masyarakat di zaman sekarang sedangkan cerpen berteduh disajikan dengan latar social masyarakat pada sebuah keluarga. Focus tema cerpen Rumah yang terang tentang cahaya yang diinginkan ayah sedangkan cerpen berteduh tentang bu marinah yang gampang terpengaruh oleh suasana sehingga memancing kesempatan niat kejahatan yang akan terjadi pada dirinya.
- Identifikasi Titik Mirip
Sesuai dengan tujuan kajian, maka kegiatan perbandingan antara dua cerpen tersebut dengan menggunakan analisis perbandingan struktural. Dalam hal ini kajian perbandingan dibatasi pada tiga masalah, yaitu (a) alur, (b) Tokoh, dan (c) tema. Kedua karya tersebut diidentifikasi titik miripnya kemudian ditentukan dasarnya mengapa terjadi kemiripan antara karya diperbandingkan.
Plot atau alur merupakan bangun karangan prosa maupun drama yang penting. Peristiwa yang muncul pada plot adalah peristiwa yang disebabkan oleh lakuan tokoh-tokohnya. Plot merupakan pola keterhubungan antarperistiwa didasarkan pada efek kausalitas.
Cerpen “Rumah yang terang “ dan “Berteduh” alurnya disusun secara konvensional, peristiwa disusun sedemikian rupa sehingga mencapai klimaks pada akhir cerita. Urutan peristiwa dibentuk secara espisodik, yaitu disusun berurutan dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya. Dalam kajian perbandingan ini, bandingan alur kedua karya sastra tersebut tidak dilihat dari segi pengalurannya, tetapi justru dari peristiwa-peristiwa yang membangun alur/plot.
Rumah yang terang
Cerpen Rumah yang terang diawali dengan penggambaran suatu perkampungan yang seperti mendapat tenaga baru yaitu listrik, dimana bulan sudah tidak lagi menerangi anak anak lagi yang di gantikan oleh cahaya lampu. Penggambaran pada awal cerita ini, mungkin dimaksudkan oleh pengaran untuk membawa pembaca pada permasalahan inti yang akan ditampilkan dalam cerita tersebut. Pembaca diajak untuk menangkap tentang adanya teknologi baru dengan resiko pengeluaran akan lebih banyak dan berfikir untuk selalu peka terhadap hal yang bebau teknologi.
“Listrik sudah empat tahun masuk kampungku dan sudah banyak yang
dilakukannya. Kampung seperti mendampat injeksi tenaga baru yang membuatnya menggeliat penuh gairah. Listrik memberi kampungku cahaya,
musik, es, sampai api dan angin. Di kampungku, listrik juga membunuh
bulan di langit. Bulan tidak lagi menarik hati anak-anak. Bulan tidak lagi
mampu membuat bayang-bayang pepohonan. Tapi kampung tidak merasa
kehilangan bulan. Juga tidak merasa kehilangan tiga laki-laki yang tersengat
listrik hingga mati.”
Penyajian peristiwa ini merupakan titik awal untuk memulai alur cerita dalam cerpen Rumah yang terang. Peristiwa dan kejadian sebagai titik awal dalam membangun cerita yang kemudian dirangkaikan denga peristiwa-peristiwa selanjutnya.
Berteduh
Seperti halnya pada cerpen Rumah yang terang, dalam cerpen Berteduh penyajian peristiwa sebagai titik awal susunan alur juga diawali dengan menghadirkan suatu peristiwa . Suatu alam sore menjelang malam, yang digambarkan dalam cerita ini mampu mengajak pembaca pada suatu kondisi pemikiran yang secara sistematis langit akan menjadi gelapa dan akan di terangi oleh lampu Pada sisi tertentu didasarkan pada kekuatan logika semata dan pada sisi lain harus menggunakan kesadaran akan keterbatasan dan pengakuan terhadap adanya hal tersebut.
“Menunggu cengkaruk matang, Bu Marinah hendak menutup gorden selepas menyalakan lampu teras. Apalagi suasana di luar telah menggelap. Namun sesampainya di jendela, Bu Marinah justru terdiam. Tak bergerak, tidak juga beranjak. Bahkan gorden tak kunjung terjamah. Seperti ada sesuatu di luar sana yang membuatnya terpana”
Dengan melihat peristiwa yang dihadirkan pada awal cerita dari cerpen Rumah yang terang dan Berteduh, dapat ditemukan titik mirip yaitu sama-sama menghadirkan cahaya untuk membangun alur cerita. Baik Ahmad Tohari maupun Endang S menyadari suatu cahaya dengan penyikapan pada dua sisi. Kemiripan yang terjadi pada dua karya tersebut, mungkin disebabkan oleh kesamaan keinginan untuk merefleksikan keadaan masyarakat masing-masing yang relatif “sama”.
Penafsiran Perbandingan
Sebagai tahap akhir kegiatan perbandingan adalah penafsiran hasil perbandingan. Yang dimaksud dengan penafsiran adalah penyikapan peneliti terhadap adanya kemiripan-kemiripan di antara kedua objek kajian. Tuas dari tahap ini yaitu menjawab pertanyaan, mengapa terjadi kemiripan di antara kedua cerpen tersebut. Penafsiran terhadap hasil bandingan itu harus berdasarkan data-data yang menunjukkan sebab-sebab mengapa terjadi kemiripan. Oleh karena itu, sebelum menafsirkan hasil perbandingan dalam pembahasan ini, perlu diuraikan data dan pertimbangan untuk menentukan kedudukan dari kedua karya tersebut.
AHMAD TOHARI dengan karya cerpen RUMAH YANG TERANG dan ENDANG S SULISTIYA cerpen BERTEDUH tidak terjadI kontak secara langsung, sehingga kecil kemungkinan bila keduanya saling mempengaruhi dalam penciptaan karyanya.
Dari uraian di atas, pada kajian perbandingan cerpen karya Ahmad Tohari dan Endang S kali ini, kemiripan-kemiripan yang terjadi karena adanya faktor analogi. Hal itu dengan penjelasan karena kondisi sosial kemasyarakatan yang menunjukkan adanya kesamaan taraf perkembangan. Seting sosial yang sama memungkinkan menghasilkan karya yang memiliki kemiripan. Secara psikologis, perkembangan pola pikir dan perilaku yang relatif sama juga memungkinkan menghasilkan bentuk dan substansi ekspresi yang relatif sama. Hal itulah yang mengakibatkan adanya kemungkinan munculnya karya-karya yang memiliki kemiripan pada aspek-aspek tertentu.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut ini. Pertama, rangkaian peristiwa yang membangun alur dari masing-masing karya memiliki kemiripan. Kedua, cara pengarang menghadirkan tokoh-tokoh dalam kedua karya tersebut memiliki kemiripan, khususnya pada aspek sosiologis tokoh. Ketiga, tema yang membangun cerita kedua cerpen memiliki kemiripan, yakni pertentangan antara unsur modernitas yang diwakili kaum muda dengan tradisionalitas yang diwakili kaum tua. Keempat, berdasarkan fakta dan data yang ada dapat disimpulkan bahwa kemiripan yang terjadi lebih disebabkan oleh faktor analogi.
Ikuti tulisan menarik Robby abdul Ajis lainnya di sini.