Memaknai Pengukuhan Guru Besar

Kamis, 11 Agustus 2022 12:59 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jabatan Profesor bukan untuk gagah-gagahan yang disematkan pada nama jabatan, kartu nama, papan pintu, dll. Profesor adalah sebuah penanda (signifier) yang merepresentasikan antara "jabatan" dan "makna" secara serentak atau berbarengan. Jaga dan pelihara jatidiri Profesor sebagai the Guardian of Academic Authority and Dignity, dengan selalu mempertimbangkan setiap pemikiran, sikap, dan tindakan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.

Dalam rangkaian Dies Natalis ke-38 Universitas Terbuka (UT), sejarah baru ditorehkan dengan pengukuhan delapan Profesor baru. Tujuh Profesor dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), dan satu Profesor dari Fakultas Ekonomi (FE). Ada rasa bangga bercampur haru menyaksikan gelaran tersebut.

Bangga, karena kini UT telah memiliki 18 Profesor dalam berbagai disiplin keilmuan, dan 13(72%) diantaranya adalah Profesor dari FKIP. Ini artinya, tugas dan tanggung jawab para Profesor bersama Dewan Profesor sebagai the Guardian of Academic Authority and Dignity UT akan semakin kokoh, dan bersama seluruh civitas academica yang lain mewujudkan visi dan misi UT “menjadi perguruan tinggi jarak jauh berkualitas dunia” melalui karya-karya akademik yang berkualitas.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Haru, karena penulis menyadari dan mengalami sendiri betapa berat tikungan dan tanjakan terjal yang harus mereka lalui, dan betapa luas ngarai yang harus mereka lintasi untuk meraih jabatan tertinggi akademik tersebut. Terutama ketika rezim Scopus dan WoS masih menjadi parameter tunggal kelayakan publikasi jurnal internasional bereputasi sebagai prasyarat usulan Profesor.

Pengukuhan bukan hanya seremonial yang mewartakan bahwa seseorang/beberapa orang telah dikukuhkan sebagai Profesor. Pengukuhan adalah mementum awal dan babakan baru bagi mereka untuk memasuki tugas & tanggung jawab baru dan "tertinggi" sebagai dosen/peneliti sesuai amanat Undang Undang.

Momentum baru ini ditandai oleh orasi ilmiah atau pidato inaugurasi yang niscaya dilakukan saat pengukuhan. Secara substantif orasi seorang Profesor memuat kristalisasi hasil pemikiran/penelitian termutakhir dan terunggul sesuai dengan state of the art bidang keilmuan masing-masing Profesor; atau "janji akademik" pemikiran/penelitian yang akan dilakukan ke depan, baik oleh sang Profesor sendiri atau oleh kolega/sejawat dalam rumpun bidang keilmuan.

Karenanya, acara pengukuhan Profesor kerap ditunggu dengan antusiasme tinggi oleh sejawat dosen/peneliti tidak hanya di lingkungan kampus, tetapi juga oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan (organisasi profesi, profesional, instansi pemerintah, dll.). Tujuannya adalah untuk mencermati apa "kebaruan" (novelty) dari hasil pemikiran atau penelitian yang ditawarkan dalam orasi mereka, yang bisa ditindaklanjuti baik secara teoretik maupun praktik.

Pada titik ini, seorang profesor yang akan dikukuhkan memiliki tangung jawab akademik untuk memenuhi harapan mereka, dengan menyiapkan orasi ilmiah atau pidato inaugurasi dengan baik dan sungguh-sungguh. Disini pula reputasi, marwah, dan wibawa akademik seorang profesor (dan perguruan tinggi) dipertaruhkan. Termasuk bagaimana "janji akademik" sang Profesor dapat diwujudkan di masa depan.

Jika ideal ini yang terjadi, sesungguhnya tidak akan ada persepsi atau pandangan yang menyangsikan tanggung jawab dan komitmen akademik pasca pengukuhan Profesor. Tak akan ada lagi kritik keras dari sejawat Profesor atau pihak lain, bahwa begitu jabatan Profesor dicapai, yang terjadi adalah fenomena "penurunan bahkan berhentinya proses dan hasil kreativitas ilmiah" dalam bentuk riset dan publikasi ilmiah (jurnal, prosiding, buku, dll.). Sang Profesor hanya duduk santai, tinggal menikmati hasil jerih payah selama ini.

Ingatlah selalu, bahwa jabatan Profesor bukan untuk gagah-gagahan yang disematkan pada nama jabatan, kartu nama, papan pintu, dll. Profesor adalah sebuah penanda (signifier) (Derrida, 1970) yang merepresentasikan antara "jabatan" dan "makna" secara serentak atau berbarengan. Sebagai "jabatan", seorang Profesor adalah penanda bahwa pemegangnya adalah orang terdidik, ilmuwan yang berdedikasi tinggi dalam puncak paramida dosen/peneliti. Sebagai "makna", seorang Profesor adalah pemelihara, penggerak, dan pengembang kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai bidang keilmuannya.

Ingat pula, bahwa pencapaian jabatan Profesor oleh seorang dosen/peneliti yang diputuskan melalui Surat Keputusan Presiden RI, merupakan penghargaan yang sangat prestisius yang diberikan oleh pemerintah RI. Tidak semua orang, khususnya dosen/peneliti yang mampu meraih dan menyandang jabatan profesor.

Jadilah Profesor yang terus aktif menghasilkan karya ilmiah, dan buah pemikiran yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kemaslahatan masyarakat. Jadilah simbol yang mencerminkan salah satu indikator kemajuan dan wibawa perguruan tinggi.

Jaga dan pelihara jatidiri Profesor sebagai the Guardian of Academic Authority and Dignity, dengan selalu mempertimbangkan setiap pemikiran, sikap, dan tindakan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Jangan sampai berubah hanya karena sudah menjadi Profesor. Kata pepatah jawa “Ajining dhiri ana ing lathi, ajining sarira ana ing busana.” Secara maknawi, kurang lebih berarti “jati diri dan harga diri seseorang terletak pada pemikiran, sikap, dan tindakannya, yang mengekspresikan “lathi” dan “busana” seorang Profesor.

Proficiat kepada para Profesor yang telah dikukuhkan oleh Ketua Senat Universitas Terbuka. Semoga ilmunya amaliyah dan amanah. Semoga UT semakin jaya dan mampu mewujudkan visinya “menjadi perguruan tinggi terbuka dan jarak jauh berkualitas dunia.”

Surabaya, 11 Agustus 2022.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Mohammad Imam Farisi

Dosen FKIP Universitas Terbuka

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler