x

Iklan

Ekky Erdiansyah

Sedikit bicara, banyak mengetik.
Bergabung Sejak: 12 Juni 2020

Selasa, 16 Agustus 2022 07:10 WIB

Lagi-lagi Pelonco

Peloncoan atau masa orientasi peserta didik baru, merupakan salah satu program yang diadakan oleh pihak institusi pendidikan tiap tahunnya, dengan tujuan untuk memperkenalkan lingkungan baru kepada para peserta didik barunya. Namun, program masa orientasi tersebut kerapkali diselewengkan oleh para oknum senior di institusi pendidikan tersebut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lagi-lagi, muncul lagi sebuah kabar di mana beberapa oknum senior sebuah kampus, melakukan peloncoan fatal kepada para calon mahasiswa barunya. Kejadian ini baru saja terjadi beberapa hari yang lalu di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Banten.

Berkenaan dengan hal tersebut, Presiden Mahasiswa Untirta, Ryco Hermawan, akhirnya meminta maaf kepada masyarakat terkait adanya peloncoan fatal tersebut. Rektor Untirta, Prof. Fatah Sulaiman pun angkat bicara juga terkait peloncoan tersebut. Menurut beliau, kegiatan orientasi mahasiswa di Untirta haruslah menjunjung tinggi etika kemahasiswaan dan nilai-nilai kemanusiaan.

Saya sendiri pun sebenarnya sangat resah sekali sama senioritas songong yang ada di instansi pendidikan mana pun. Dengan masih adanya unsur senioritas tersebut, saya jadi berpikir kalau pepatah “anak muda akan selalu lebih progresif ketimbang para seniornya” itu menjadi tidak selamanya valid.

Berdasarkan apa yang sering kita temukan tiap tahunnya, motif peloncoan itu tak jauh-jauh dari “balas dendam”. Maksud “balas dendam” di sini ialah para senior di sebuah institusi pendidikan, akan melakukan hal-hal senioritas kepada para juniornya, sama halnya seperti apa yang dilakukan oleh seniornya terdahulu kepada si senior yang sekarang itu. Sejujurnya, ini terkesan tidak nyambung sih, balas dendam kok ke junior, ya harusnya ke seniornya yang dulu lah balas dendamnya.

Dari embel-embel “balas dendam’ tersebut, tidak jarang hasilnya malah memunculkan korban jiwa. Sudah banyak sekali proses peloncoan fatal yang memakan korban jiwa, semacam beberapa proses peloncoan di IPDN terdahulu saja. Maka dari itu, proses peloncoan yang fatal dan cenderung mengagungkan senioritas ini, harus dihapuskan dari dunia ini.

Untuk menghapus proses peloncoan fatal tersebut, para petinggi institusi pendidikan harus benar-benar membuat regulasi di mana proses orientasi itu harus lebih difokuskan lagi untuk mengenalkan lingkungan pendidikan baru kepada para calon siswa/mahasiswa. Selain itu, regulasi yang dibuat pun harus memenuhi semangat kemanusiaan yang adil dan beradab.

Jikalau regulasi tersebut sudah dibuat oleh pihak petinggi institusi pendidikan terkait, namun peloncoan fatal masih ada saja, mereka pun harus tegas menindak para oknum senior tersebut tanpa pandang bulu. Kalau sudah sangat parah, alangkah baiknya laporkan saja langsung ke pihak berwajib.

Melaporkan pelanggaran di internal institusi pendidikan, tidak membuat institusi tersebut menjadi lebih bobrok kok. Justru masyarakat akan lebih kagum jika pihak institusi pendidikan, berani menindak sendiri dengan tegas atau melaporkan pelanggaran di internalnya ke pihak berwajib.

Meskipun proses peloncoan fatal itu masih ada saja di mana pun tempatnya, saya tidak menafikan juga ada proses peloncoan yang benar-benar ‘orientasi mahasiswa baru’, alias benar-benar manusiawi. Ya, karena saya sendiri pernah mengalami hal tersebut dulu.

Di masa orientasi kampus dulu, saya kerapkali dikenalkan lingkungan kampus oleh para senior saya dengan baik. Selain itu, sempat juga saya diorientasi di Pusdikzi AD setempat, dan para Zeni di sana pun benar-benar mengorientasi saya dan teman-teman dengan manusiawi, sehingga bawaan proses orientasinya pun menjadi lebih seru dan menarik.

Pada intinya, buatlah proses peloncoan menjadi lebih manusiawi, agar para calon peserta didik baru menjadi lebih betah lagi di lingkungannya yang baru. Karena pada dasarnya, definisi pelonco versi KBBI ialah “pengenalan dan penghayatan situasi lingkungan baru dengan mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang dimiliki sebelumnya”. Tak pernah ada tuh unsur-unsur senioritas dan kekerasan terkandung di dalam arti kata “pelonco” tersebut.

Ikuti tulisan menarik Ekky Erdiansyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler