x

Iklan

Dhien Favian

Mahasiswa Sosial-Politik
Bergabung Sejak: 19 November 2021

Senin, 24 Oktober 2022 08:01 WIB

Sinyal Politik di Balik Perpisahan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tepat hari Minggu pada tanggal 16 Oktober 2022 lalu Anies Rasyid Baswedan secara resmi mengakhiri masa jabatannya sebagai Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Momen perpisahan tersebut juga dilaksanakan secara seremonial oleh Pemprov DKI Jakarta di Balaikota sebagai ucapan resmi dari pemerintah atas kinerja Anies dalam memimpin wilayah ibukota Republik Indonesia selama lima tahun terakhir.

Perpisahan seremonial ini dilakukan oleh pemprov sebagai rangkaian terakhir dari agenda pergantian kepemimpinan di DKI Jakarta. Posisi Anies digantikan Penjabat Kepala Daerah yang ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri sebagai mekanisme baru untuk mengganti kepala daerah yang habis masa jabatannya sebelum tahun 2024. Untuk saat ini pemerintah telah menetapkan semua wilayah akan melaksanakan Pemilu Serentak 2024 dan pemilu tersebut terdiri atas Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024.  Sementara untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan dilaksanakan pada 27 November 2024

Melalui mekanisme pemilu ke depan yang akan dilangsungkan secara serentak, maka semua wilayah yang mana kepala daerahnya akan mengakhiri masa jabatannya sebelum tahun 2024 akan diisi penjabat kepala daerah yang ditunjuk Kementerian Dalam Negeri beserta Presiden. Penjabat tersebut akan mengisi jabatan pemerintahan di masing-masing wilayah sampai Pilkada serentak dilaksanakan. Gubernur DKI Jakarta yang habis masa jabatannya pada tahun ini digantikan oleh Heru Budi Hartono. Heru Budi akan menjabat posisi tersebut hingga November 2024 mendatang. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada acara perpisahan seremonial yang berlangsung sejak pukul 08.00 pagi hingga 11.00 siang, tampak warga DKI Jakarta menghadiri acara tersebut dengan antusias. Itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada Anies karena telah memimpin Jakarta sejak 2017. Acara berjalan meriah.

Tidak hanya warga DKI Jakarta yang antusias mengikuti acara tersebut, Anies juga mengikuti acara dengan bersepeda bersama keluarganya dari Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Rombongan mereka disambut warga dengan teriakan “Anies Presiden” saat melewati Bundaran HI hingga mencapai destinasinya di Balaikota DKI.

Sesampainya di Balaikota, Anies berpidato di depan umum kepada audiens mengenai kinerjanya selama menjabat sebagai gubernur. Anies juga turut mengucapkan rasa syukur kepada masyarakat DKI Jakarta karena telah berkontribusi bersama membangun ibukota selama lima tahun terakhir.

Pidato terakhir Anies disambut meriah semua warga dan pejabat DKI yang siap untuk mengucapkan selamat tinggal. Sambutan tersebut pada kenyataannya juga didukung dengan sorakan “Anies Presiden” selama lebih dari sekali. Sorakan ini seolah-olah menjadi sinyal dukungan secara masif bagi masyarakat kepada Anies untuk menjadi presiden selanjutnya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa sejak Anies menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta lima tahun lalu, pamornya meningkat pesat di hadapan publik tidak hanya di Jakarta namun juga mencapai seantero Indonesia. Tak ayal pula apabila seruan “Anies Presiden” telah berulang kali menggema di media sosial.

Dengan posisinya yang tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI, Anies dapat lebih leluasa mempersiapkan dirinya menjelang Pemilu 2024. Anies telah dideklarasikan Nasional Demokrat sebagai calon presiden. Maka agenda saat ini lebih tertuju pada lobi-lobi politik dengan koalisinya sebagai ajang penentuan cawapres.

Keberadaan Anies Baswedan dalam politik nasional memang telah lama memberikan sinyal elektoral yang jelas bagi para elite politik saat ini, dimana sejak Anies berkontestasi dalam Pilkada DKI 2017 kemarin banyak pihak yang memandang Anies memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin Indonesia selanjutnya dan hal tersebut juga terlihat dari dua sisi. Pada satu sisi, terdapat beberapa pihak yang selalu mendukung Anies seperti PKS, Demokrat, dan kelompok yang berada di luar pemerintahan. Namun di sisi yang lainnya, ada juga pihak yang selalu mendiskreditkan Anies serta selalu mengkritik Anies sepanjang masa jabatannya seperti PDIP< PSI, ataupun buzzer pro-pemerintah.

Kendati terdapat polarisasi yang tajam di antara kedua belah pihak dalam memaknai keberadaan Anies di kancah politik nasional, namun pamor Anies tetap mencapai titik puncak dalam klasemen calon presiden yang disimulasikan oleh berbagai lembaga survei menjelang Pemilu 2024. Hasil survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga, mulai dari Indikator Politik hingga Charta Politika, menunjukkan bahwa Anies selalu masuk tiga besar dalam survei elektabilitas calon presiden dalam Pemilu 2024 dan dengan hasil survei semacam itu maka potensi bagi Anies untuk berkontestasi dalam Pilpres 2024 terhitung tinggi dan hal ini pula yang kemudian disambut oleh beberapa partai politik sebagai pegangan untuk pemilu mendatang. Hal ini dibuktikan dengan inisiatif dari Partai Nasdem untuk memajukan Anies sebagai calon presiden mereka dan pengusungan Anies pun juga diikuti dengan Demokrat dan PKS yang berkoalisi dengan Nasdem untuk 2024 mendatang, yang mana pada satu sisi dapat dilihat bahwa terbentuknya koalisi ini juga tidak lepas dari kepentingan mereka untuk menempatkan Anies sebagai Presiden RI selanjutnya. Kepentingan mereka tidak hanya pada sampai disitu saja, melainkan nanti berimbas pada pembagian kursi kabinet apabila Anies menang dalam Pemilu tersebut, dimana setelah Anies menjadi RI 1 koalisi tersebut pasti akan melakukan lobi-lobi politik untuk mendapatkan jatah kursi kementerian dan hal tersebut juga akan dilakukan dengan lobi kepada parlemen beserta seluruh fraksinya untuk menjamin dukungan DPR terhadap pemerintah serta membuat hubungan eksekutif-legislatif yang sehat seperti pada pemerintahan Jokowi saat ini.

Skenario tersebut memang merupakan prediksi sementara apabila koalisi Nasdem-Demokrat-PKS ini sukses memenangkan Pemilu 2024 kedepannya dan perhelatan pemilu pun juga masih jauh panggang dari api. Namun demikian, sebagaimana perhelatan pesta demokrasi yang akan dilaksanakan dua tahun lagi, ancang-ancang yang dilakukan setiap pihak sudah semakin kencang dengan banyaknya pemberitaan mengenai bongkar-pasang koalisi, deklarasi Ganjar, dan lain sebagainya. Selain itu, dengan masa berlangsungnya pemerintahan Jokowi yang hanya dua tahun lagi, kohesivitas partai politik pendukung Jokowi sekarang juga semakin merenggang dengan banyaknya partai yang membentuk koalisi sendiri untuk 2024 mendatang dan hal ini memang tidak bisa dinafikkan dengan sistem kepartaian Indonesia yang cenderung berorientasi kepentingan jangka pendek alih-alih berorientasi pada program dan ideologi yang diusung. Oleh karenanya, berakhirnya masa jabatan Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun ini akan menjadi babak baru dalam persaingan menuju 2024 dan dinamika politik dalam beberapa waktu kedepan akan semakin cair sampai pemilu 2024 selesai dilaksanakan.

Ikuti tulisan menarik Dhien Favian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler