x

Iklan

Luna Septalisa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 Agustus 2022

Jumat, 9 Desember 2022 06:38 WIB

Jujur, Pernahkah Kamu Merasa Senang atas Kemalangan Orang Lain?

Setiap manusia punya sisi terang dan gelapnya. Schadenfreude dan gluckschmerz merupakan sepaket emosi negatif yang ada dan pernah dialami oleh setiap orang pada kondisi tertentu. Yang berbahaya adalah ketika kedua emosi negatif tersebut tidak dikendalikan sehingga membuatmu tidak lagi dapat merasakan empati dan simpati pada orang lain.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pernahkah kamu merasa senang bahkan bersyukur setelah melihat, mendengar atau membandingkan hidup orang lain yang menurutmu lebih tidak beruntung darimu?

Mungkin kamu merasa senang dan bersyukur karena tumbuh dalam keluarga yang harmonis sedangkan ada temanmu yang berasal dari keluarga broken home.

Mungkin kamu merasa senang dan bersyukur karena satu per satu impian dan rencanamu terkabul. Semua tampak lancar bagimu. Sementara orang lain dengan mimpi dan rencana yang sama denganmu masih terseok-seok dan jatuh bangun berkali-kali untuk bisa berada di posisi tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam ilmu psikologi, istilah ini dikenal dengan nama schadenfreude. Istilah schadenfreaude berasal dari bahasa Jerman yang terbentuk dari kata schaden yang berarti merugikan dan freude yang berarti kegembiraan.

Jika didefinisikan, schadenfreude artinya adalah rasa senang, gembira atau puas atas kemalangan yang dialami orang lain.

Adapun satu istilah lagi yang merupakan kebalikan dari schadenfreude, yaitu gluckschmerz yang berarti rasa sakit atas kebahagiaan orang lain.

Dalam bahasa Indonesia, istilah schadenfreude dan gluckschmerz senada dengan pameo yang menyatakan “susah melihat orang lain senang, senang melihat orang lain susah”.

Sadar tidak sadar, kita pasti pernah punya perasaan seperti itu. Namun, apakah ini normal atau malah buruk?

Fenomena schadenfreude sendiri sebenarnya telah diteliti oleh beberapa ilmuwan. Misalnya, sebuah studi yang diterbitkan dalam Personality and Individual Differences pada tahun 2020 terkait reaksi responden terhadap subjek uji yang terlibat dalam perjudian, di mana ada yang menang, kalah atau menonton orang asing bermain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika penjudi adalah orang asing atau yang disukai, semua subjek menunjukkan empati. Sementara subjek dengan kecenderungan mengutamakan kepentingan pribadi lebih mungkin mengalami schadenfreude apabila pemainnya adalah orang yang tidak disukai.

Dengan demikian, hasil riset tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan schadenfreude berkaitan dengan rasa suka atau tidak suka pada orang lain. Semakin kita tidak menyukai seseorang, kemungkinan mengalami schadenfreude akan lebih besar.

Penelitian lain yang dilansir oleh Live Science, peneliti dari Universitas Leiden, Belanda, Wilco W. van Dijk dan rekan-rekannya meminta 70 mahasiswa sarjana (40 laki-laki dan 30 perempuan) untuk membaca dua wawancara tentang mahasiswa berprestasi yang kemungkinan akan mendapat pekerjaan yang bagus. Mereka juga diminta membaca wawacara dengan supervisor yang mengungkapkan bahwa mahasiswa tersebut mengalami kemunduran dalam studinya.

Setelah itu, untuk mengukur kecenderungan schadenfreude, peserta diminta untuk menilai tingkat persetujuan dari lima pernyataan (semacam mengisi kuesioner) yang diajukan.

Hasil penelitian menunjukkan peserta yang merasa rendah diri punya kemungkinan mengalami schadenfreude lebih besar. Mereka juga lebih mungkin merasa insecure oleh mahasiswa yang berprestasi.

Mengutip dari kumparan.com, selain saat mengetahui orang lain mendapat kesulitan atau keberuntungan, schadenfreude juga bisa muncul dalam kondisi tertentu, seperti ketika melihat seseorang yang melanggar peraturan, mengalami kekecewaan atau kegagalan, persaingan hidup yang ketat di masyarakat, terlalu memikirkan keberuntungan atau kemalangan orang lain, rasa iri atas kesuksesan orang lain dan ketidaksukaan terhadap seseorang atau kelompok tertentu.

Sekilas, schadenfreude maupun gluckschmerz membuat kita nampak jahat karena merasa bahagia di atas penderitaan dan menderita atas kebahagiaan orang lain. Namun, menurut ahli, perasaan tersebut normal dan lazim dialami oleh siapapun, termasuk kamu dan saya.

Saya pikir, jika dilihat dari kondisi yang memicu munculnya schadenfreude, perasaan semacam ini tidak selalu buruk.

Ketika ada seseorang atau suatu kelompok melanggar aturan kemudian dihukum dan kita merasa senang. Apalagi kalau yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran hukum yang membahayakan atau merugikan banyak orang.

Lalu, schadenfreude yang timbul karena rasa iri, apakah selalu negatif?

Belum tentu.

Perlu ditelisik dulu apa yang membuat iri dan bagaimana menyikapi rasa iri tersebut.

Iri pada seseorang yang lebih cerdas dan berprestasi? Tidak masalah, asalkan mau mengubah rasa iri itu menjadi kemauan untuk tidak berhenti belajar. Yang jadi masalah ketika rasa iri itu membuat seseorang jadi menghalalkan segala cara untuk meraih apa yang diinginkan.

Setiap manusia punya sisi terang dan gelapnya. Schadenfreude dan gluckschmerz merupakan sepaket emosi negatif yang ada dan pernah dialami oleh setiap orang pada kondisi tertentu. Yang berbahaya adalah ketika kedua emosi negatif tersebut tidak dikendalikan sehingga membuatmu tidak lagi dapat merasakan empati dan simpati pada orang lain.

.

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Luna Septalisa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler