Memintal Nusa dari Pasifik Barat

Jumat, 16 Desember 2022 09:16 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada rimba yang tetap rahasia saat hijau sesekali berganti biru keunguan, serupa sipu kerikil mutiara manakala sang surya merayapkan tubuhnya di cakrawala dari arah timur. Di mana kemunculan dari pohon pisang, hingga penamaannya dari berbagai jenis yang telah meninggalkan kenangan tentang peradaban yang hilang; Musaceae/Mali/Mansa Musa, entah sebab migrasi yang dikarenakan masa awal peradaban agrikultur dimulai ataukah sebab terjadinya suatu perubahan iklim dengan dampak kepunahan manusia di saat daratan harus segera ditinggalkan.

Sebelum Jumat kembali dihadapkan pada minggu ketiga di bulan Desember, saya bersama ilustrasi musik Dune: Spice Wars, karya Jesper Kyd, hening menatap sebuah foto pohon pisang yang dikirimkan kawan saya dari Ternate. Dirinya mengatakan dalam WhatsApp untuk memperjelas eksistensi di mana pohon pisang tersebut berdiri kokoh: “Bagian barat, samping rumah kami.” Dan, tentu saja, pohon pisang, barat, Ternate, menjadi perspektif lain bagi saya, khususnya yang tinggal di tanah Jawa dengan melihat fungsi kehadiran pohon pisang sebagai media wayang di masa awal kemunculannya hingga beragam mitos seputar urban legends mengenai pohon pisang.

Ada rimba yang tetap rahasia saat hijau sesekali berganti biru keunguan, serupa sipu kerikil mutiara manakala sang surya merayapkan tubuhnya di cakrawala dari arah timur. Di mana kemunculan dari pohon pisang, hingga penamaannya dari berbagai jenis yang telah meninggalkan kenangan tentang peradaban yang hilang; Musaceae/Mali/Mansa Musa, entah sebab migrasi yang dikarenakan masa awal peradaban agrikultur dimulai ataukah sebab terjadinya suatu perubahan iklim dengan dampak kepunahan manusia di saat daratan harus segera ditinggalkan.

Catatan sejarah, untuk beragam versinya, seringkali memberikan melemparkan ranjau, di mana saya harus mengukur; apakah saya membaca kenangan untuk menghidupkan dan hidup di masa lalu, atau menjadikan peristiwa sebagai pengetahuan baru dalam melihat kekinian untuk kembali berjalan ke arah depan yang masih begitu kosong, sekosong layar pewayangan sebelum berbagi bayangan saat obor dinyalakan.

Kenangan sebagai peristiwa epik selalu meninggalkan getaran; indah haru.

Lembaran daun-daun terlihat menadah menguning di antara belukar-belukar kecil sewarna kembang liar. Sementara rempah bukanlah satu-satunya permata yang menjadikan nusa dari timur mengajak penyulaman tradisi budaya manusia di masa yang lain. Ada plural yang menyusun perkembangan di saat peradaban manusia runtuh berkali-kali di antara seteru ras, ekonomi, hingga memilih keyakinan beragama. Namun pada akhirnya, perbedaan hanyalah tentang cara memandang ke arah yang begitu jauh dengan suatu lensa yang tak terukur, yang membutuhkan inovasi berulangkali.

Yang merenung, bisa saja; mewujud pohon pisang dari Ternate.

Yang membeber, bisa saja; mengolah kreasi budaya jalur Pasifik.

Yang mengerti, bisa saja; menakar tradisi kebijaksaan ragam Nusa.

Sebelum berpikir mengunci komunikasi yang seringkali tertindih, sebuah pohon pisang, di halaman sebelah barat sebuah rumah, di Ternate, kembali mengajak saya untuk melihat dan mengenal bahwa peradaban manusia sebagai lensa perkembangan kebudayaan tidak sungguh-sungguh punah, selain berkembang menuai dalam pewayangan serta pengetahuan.

Yang penuh telah menyulam setiap tragedi bersama alunan musik Azam Ali yang berjudul “Ocean”, saya hanya mampu melepas helai-helai dan berduka, saat mengingat bagaimana sastra kidung jiwa seakan menghilang di tanah Jawa. Namun, pada masa lalu dalam basodara, daratan Maluku bersama luasnya Papua, merangkul hulu-hulu Makassar hingga tilas pertanian hingga tarian yang menenun di tanah Flores memohon damai dari gelombang lautan Pasifik.

Peristiwa tentang pohon pisang berpelepah selayar pewayangan mengalir ranting-ranting pada hilir menuju samudra di tepian kisah-kisah yang terselamatkan oleh perjalanan jaman.

 

- Jakarta, 16 Desember 2022

Bagikan Artikel Ini
img-content
Okty Budiati

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Gremet-gremet Waton Slamet

Kamis, 23 Maret 2023 06:15 WIB
img-content

Musim Masa

Kamis, 5 Januari 2023 19:28 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
Lihat semua