x

Iklan

Okty Budiati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Juli 2022

Jumat, 16 Desember 2022 09:16 WIB

Memintal Nusa dari Pasifik Barat

Ada rimba yang tetap rahasia saat hijau sesekali berganti biru keunguan, serupa sipu kerikil mutiara manakala sang surya merayapkan tubuhnya di cakrawala dari arah timur. Di mana kemunculan dari pohon pisang, hingga penamaannya dari berbagai jenis yang telah meninggalkan kenangan tentang peradaban yang hilang; Musaceae/Mali/Mansa Musa, entah sebab migrasi yang dikarenakan masa awal peradaban agrikultur dimulai ataukah sebab terjadinya suatu perubahan iklim dengan dampak kepunahan manusia di saat daratan harus segera ditinggalkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebelum Jumat kembali dihadapkan pada minggu ketiga di bulan Desember, saya bersama ilustrasi musik Dune: Spice Wars, karya Jesper Kyd, hening menatap sebuah foto pohon pisang yang dikirimkan kawan saya dari Ternate. Dirinya mengatakan dalam WhatsApp untuk memperjelas eksistensi di mana pohon pisang tersebut berdiri kokoh: “Bagian barat, samping rumah kami.” Dan, tentu saja, pohon pisang, barat, Ternate, menjadi perspektif lain bagi saya, khususnya yang tinggal di tanah Jawa dengan melihat fungsi kehadiran pohon pisang sebagai media wayang di masa awal kemunculannya hingga beragam mitos seputar urban legends mengenai pohon pisang.

Ada rimba yang tetap rahasia saat hijau sesekali berganti biru keunguan, serupa sipu kerikil mutiara manakala sang surya merayapkan tubuhnya di cakrawala dari arah timur. Di mana kemunculan dari pohon pisang, hingga penamaannya dari berbagai jenis yang telah meninggalkan kenangan tentang peradaban yang hilang; Musaceae/Mali/Mansa Musa, entah sebab migrasi yang dikarenakan masa awal peradaban agrikultur dimulai ataukah sebab terjadinya suatu perubahan iklim dengan dampak kepunahan manusia di saat daratan harus segera ditinggalkan.

Catatan sejarah, untuk beragam versinya, seringkali memberikan melemparkan ranjau, di mana saya harus mengukur; apakah saya membaca kenangan untuk menghidupkan dan hidup di masa lalu, atau menjadikan peristiwa sebagai pengetahuan baru dalam melihat kekinian untuk kembali berjalan ke arah depan yang masih begitu kosong, sekosong layar pewayangan sebelum berbagi bayangan saat obor dinyalakan.

Kenangan sebagai peristiwa epik selalu meninggalkan getaran; indah haru.

Lembaran daun-daun terlihat menadah menguning di antara belukar-belukar kecil sewarna kembang liar. Sementara rempah bukanlah satu-satunya permata yang menjadikan nusa dari timur mengajak penyulaman tradisi budaya manusia di masa yang lain. Ada plural yang menyusun perkembangan di saat peradaban manusia runtuh berkali-kali di antara seteru ras, ekonomi, hingga memilih keyakinan beragama. Namun pada akhirnya, perbedaan hanyalah tentang cara memandang ke arah yang begitu jauh dengan suatu lensa yang tak terukur, yang membutuhkan inovasi berulangkali.

Yang merenung, bisa saja; mewujud pohon pisang dari Ternate.

Yang membeber, bisa saja; mengolah kreasi budaya jalur Pasifik.

Yang mengerti, bisa saja; menakar tradisi kebijaksaan ragam Nusa.

Sebelum berpikir mengunci komunikasi yang seringkali tertindih, sebuah pohon pisang, di halaman sebelah barat sebuah rumah, di Ternate, kembali mengajak saya untuk melihat dan mengenal bahwa peradaban manusia sebagai lensa perkembangan kebudayaan tidak sungguh-sungguh punah, selain berkembang menuai dalam pewayangan serta pengetahuan.

Yang penuh telah menyulam setiap tragedi bersama alunan musik Azam Ali yang berjudul “Ocean”, saya hanya mampu melepas helai-helai dan berduka, saat mengingat bagaimana sastra kidung jiwa seakan menghilang di tanah Jawa. Namun, pada masa lalu dalam basodara, daratan Maluku bersama luasnya Papua, merangkul hulu-hulu Makassar hingga tilas pertanian hingga tarian yang menenun di tanah Flores memohon damai dari gelombang lautan Pasifik.

Peristiwa tentang pohon pisang berpelepah selayar pewayangan mengalir ranting-ranting pada hilir menuju samudra di tepian kisah-kisah yang terselamatkan oleh perjalanan jaman.

 

- Jakarta, 16 Desember 2022

Ikuti tulisan menarik Okty Budiati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler