x

Gambar oleh jodeng dari Pixabay

Iklan

Indŕato Sumantoro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 Juli 2020

Jumat, 10 Februari 2023 16:03 WIB

Buton Bukan Hanya Sebuah Nama

William Shakespeare pernah mengungkapkan :”What’s is a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet”. Yang artinya: “Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi”. Ternyata pendapat William Shakespear mengenai arti sebuah nama ini tidak berlaku untuk nama “Buton”. Buton bukan hanya sebuah nama. Tetapi Buton berarti “cinta, harapan, dan doa” dari seluruh rakyat di Pulau Buton untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton. Dan sekaligus juga “cinta, harapan, dan doa” untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera. Buton adalah Buton. Sebuah nama yang tidak akan mungkin dapat tergantikan dengan nama lain sampai akhir zaman.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

William Shakespeare  pernah mengungkapkan, "What’s is a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet”. Yang artinya: Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi.

Bagaimana degan nama Buton? Mengapa Buton bukan hanya sebuah nama? Karena selain Pulau Buton terkenal dengan deposit aspal alamnya yang melimpah, juga terkenal dengan sejarah Kesultanan Buton yang berbudaya tinggi. Tetapi yang paling unik adalah apabila kita mendengar kata aspal alam, pasti kita akan selalu ingat nama Buton. Dan sebaliknya, kalau kita ingat Buton, kita pasti akan ingat aspal alam. Tetapi mirisnya, kalau kita ingat nama Buton, maka kita akan ingat juga bahwa perjuangan untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton itu masih jauh. Masih sangat jauh sekali.

Aspal alam dan Buton sudah menyatu menjadi satu kesatuan yang tidak mungkin bisa dipisahkan satu dengan lainnya lagi. Mereka sudah senyawa dan sejiwa. Sehidup dan semati. Kalau kita dapat membayangkan bahwa air dan minyak itu, meskipun sudah diaduk dengan kuat, suatu saat mereka niscaya akan selalu dapat terpisah dengan sendirinya. Tetapi sebaliknya, kita juga harus dapat membayangkan fenomena seperti air dan gula. Apabila diaduk dengan kuat, maka gula akan larut di dalam air dengan sempurna. Begitulah eratnya ikatan batin antara aspal alam dengan nama Buton. Sehingga mereka dapat kita anugerahi gelar sebagai pasangan sejati yang paling ideal, harmonis, dan serasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mengapa nama Buton ini sekarang menjadi lebih terkenal, penting, dan telah mendapatkan perhatian yang sangat besar dari Bapak Presiden Joko Widodo ? Karena Pak Jokowi merasa terkagum-kagum dengan besarnya deposit aspal alam yang berjumlah 662 juta ton itu. Seandainya saja jumlah deposit aspal alam sebesar 662 juta ton ini diproduksi setiap tahunnya sebesar 5 juta ton, maka aspal alam Buton akan dapat diproduksi selama 120 tahun. Hitung-hitungan Pak Jokowi ini sudah benar. Tetapi yang masih perlu dikaji lebih jauh lagi adalah dari mana datangnya angka-angka 662 juta ton, dan 5 juta ton itu?

Di atas kertas aspal alam Buton tampaknya sangat manis dan indah menawan. Seindah gula dan air. Diaduk dan langsung bisa diminum. Rasanya manis. Tetapi di dunia nyata, ternyata aspal alam Buton itu sejatinya rasanya pahit. Mengapa? Karena semua pejabat-pejabat negara dan masyarakat Indonesia, termasuk Pak Jokowi sendiri, selama ini telah memiliki paradigma bahwa aspal alam Buton itu sudah siap pakai. Sehingga bisa langsung dimanfaatkan sebagai pelapis jalan-jalan. Memang pada saat pertama kali aspal Buton ditemukan pada tahun 1924, aspal alam Buton bisa langsung dimanfaatkan sebagai pelapis jalan-jalan. Karena kandungan bitumen dalam batuan aspal Butonnya masih tinggi, rata-rata sekitar 40%. Tetapi pada saat ini, kandungan bitumen dalam batuan aspal Butonnya rata-rata hanya tinggal 20% saja. Kita tidak menyadari bahwa jaman telah banyak berubah.

Ini berarti kondisi aspal alam Buton pada tahun 1924 sudah tidak sama lagi dengan kondisi aspal alam Buton pada tahun 2023. Oleh karena itu aspal alam Buton harus diolah terlebih dahulu menjadi aspal Buton ekstraksi untuk meningkatkan kandungan bitumennya menjadi 100% guna dapat dimanfaatkan sebagai pelapis jalan-jalan. Dan aspal Buton ekstraksi inilah yang sejatinya akan mampu mengsubstitusi aspal impor. Mungkin hal ini masih belum dipahami dengan baik oleh Pak Jokowi.

Pak Jokowi harus ingat bahwa angka jumlah deposit 662 juta ton itu adalah berdasarkan data-data lama. Oleh karena itu untuk memastikan kebenaran data-data tersebut, pemerintah Indonesia harus melakukan survei geologi baru dengan menggunakan teknologi terbaru, dan peralatan-peralatan canggih, untuk memverifikasi dan memvalidasi kebenaran data-data lama tersebut. Padahal data-data mengenai jumlah deposit aspal alam ini merupakan daya tarik utama bagi para Investor asing untuk mau berinvestasi di hilirisasi aspal Buton. Sejatinya hal penting inilah yang kelihatannya telah diabaikan dan luput dari perhatian pemerintah selama ini. Isu ini diduga merupakan salah satu faktor mendasar yang diduga sebagai menyebabkan utama mengapa sampai saat ini masih belum ada satupun Investor asing yang merasa tertarik untuk berinvestasi di bidang hilirisasi aspal Buton.

Setelah kita memahami bahwa pada saat ini masih ada pertanyaan-pertanyaan dan keragu-raguan mengenai kebenaran informasi data-data jumlah deposit aspal alam, yang “katanya” jumlahnya sangat melimpah itu, maka Pak Jokowi harus cepat-cepat menindak lanjuti isu ini. Dikuatirkan, apabila data-data mengenai jumlah deposit aspal alam Bution ini tidak akurat dan dapat dipertanggung jawabkan oleh pemerintah Indonesia. Maka sampai kapanpun tidak akan mungkin ada satupun Investor asing yang tertarik untuk berinvestasi di bidang hilirisasi aspal Buton.

Melihat permasalahan-permasalahan yang timbul pada saat ini untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton, ternyata tidaklah sesederhana dan semudah seperti apa yang kita bayangkan semula. Tetapi sebenarnya, mungkin masalah verifikasi dan validasi data-data deposit aspal alam ini dapat dipermudah dengan jalan Pak Jokowi menginstruksikan kepada pemilik-pemilik Konsesi Pertambangan (KP), yang sudah memiliki Ijin Usaha Penambangan (IUP), untuk melakukan survey geologi guna menentukan dan memastikan jumlah deposit aspal alam yang terbukti, dan berapa persen kandugan bitumennya. Data-data ini sangat penting sekali bagi para Investor asing untuk mempertimbangkan dan memutuskan berapa besar dana yang akan diinvestasikan untuk membangun dan mengembangkan hiliisasi aspal Buton ini.

Apa yang dapat kita simpulkan dari data-data dan fakta-fakta ini?. Ternyata untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton tidaklah semudah seperti membalikkan telapak tangan. Sekarang kita dapat memahami dengan baik, mengapa meskipun Indonesia sudah 77 tahun merdeka. Dan sudah 7 kali berganti Presiden, namun aspal Buton masih belum mampu juga mengsubstitusi aspal impor?. Dulu kita merasa curiga dan berpikiran negatip, mengapa hilirisasi aspal Buton sampai saat ini masih belum juga terwujud adalah karena mungkin adanya faktor X, yaitu karena adanya mafia impor aspal.

Tetapi sekarang baru terkuak bahwa sebenarnya masih ada satu faktor lain lagi. Yaitu faktor Y. Dugaannya adalah karena mungkin masih belum adanya data-data jumlah deposit aspal alam yang terbukti akurat dan dapat dipertanggung jawabkan, yang secara resmi diumumkan oleh pemerintah Indonesia.

Kalau kita ingat aspal alam, kita pasti akan selalu ingat nama Buton. Tetapi perlu diingat juga bahwa nama Buton bukanlah hanya sebuah nama. Tetapi Buton itu adalah simbol sebuah sejarah panjang untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton guna mengsubstitusi aspal impor. Upaya-upaya yang telah dilaksanakan sama sekali tidak pernah mengenal lelah, dan putus asa.

Kalau perjuangan buton ini dianggap sebagai sebuah “perang” melawan aspal impor, maka makna perjuangan itu dapat dikiaskan sebagai sebuah perjuangan yang sudah berdarah-darah. Sudah banyak sekali memakan korban-korban perasaan, keputusasaan, kekecewaan, sakit hati, kemarahan, kejengkelan, dan kegalauan, dalam upaya-upayanya untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton tersebut. Tetapi meskipun demikian, harapan-harapan akan selalu tetap ada. Meskipun harapan itu hanya setipis sehelai rambut.

Ternyata pendapat William Shakespear mengenai arti sebuah nama ini tidak berlaku untuk nama Buton. Buton bukan hanya sebuah nama. Tetapi Buton berarti cinta, harapan, dan doa dari seluruh rakyat di Pulau Buton untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton. Dan sekaligus juga cinta, harapan, dan doa untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera. Buton adalah Buton. Sebuah nama yang tidak akan mungkin dapat tergantikan dengan nama lain sampai akhir zaman.

 

Ikuti tulisan menarik Indŕato Sumantoro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler