x

Jasa Penulis

Iklan

Waode Nurmuhaemin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Februari 2023

Minggu, 12 Februari 2023 10:41 WIB

Mengatasi Writer Block ala Ernest Hemingway

Sebagai penulis, tentu saja kita pernah kehabisan ide dan kata dibenak kita. Itulah yang disebut dengan Writer block. Bisa juga didefenisikan sebagai tulisan yang tidak selesai-selesai. Writer block tidak hanya menimpa penulis-penulis amatir namun juga penulis kelas dunia.Bagaimana menyikapi fenomena ini?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagai penulis, tentu saja kita pernah kehabisan ide dan kata dibenak kita. Itulah yang disebut dengan writer block. Bisa juga didefenisikan sebagai tulisan yang tidak selesai-selesai. Writer block tidak hanya menimpa penulis-penulis amatir namun juga penulis kelas dunia.

Ada penulis yang hanya bahkan menyelesaikan satu buku best seller yang laku terjual puluhan juta copi, dan setelah itu lenyap menghilang. Dia adalah penulis The Catcher In The Rye, masalah psikologi yang menjadi writer block-nya membuatnya menarik diri dari dunia tulis menulis.

Ernest Hemingway adalah salah satu penulis paling bepengaruh di Amerika patut dicontoh dalam mengatasi writer block. Hemingway menjadikan kisah hidupnya sebagai inspirasi tulisan-tulisanya. The Old and the Sea salah satu karyanya yang mendapat hadiah Pulitzer tahun 1952, ditulisnya di Kuba. Di karya itu Hemingway menuliskan pemeran utama Santiago sebagai nelayan dalam pekerjaan kesehariaanya.  Hemigway juga tinggal di Afrika waktu menulis Snow In Klimanjaro.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya sendiri sebagai orang yang suka membaca karya sastra ada satu novel karya Hemingway  A Farewel To Arm atau dalam bahasa Indonesia menjadi Pertempuran Penghabisan, menjadi novel autobiografi Hemingway. Hampir semua kejadian di novel itu adalah pengalamannya sewaktu menjadi sopir ambulans pada Perang Dunia ke II.

Perkenalan saya dengan karya-karya Hemingway terjadi saat zaman S1 dulu. Waktu itu perkembangan internet belum semaju sekarang. Sehingga saya dan teman-teman saya kerapkali menjadikan perpustakaan sebagai rumah kedua dalam rangka berburu literatur yang bagus-bagus untuk dibaca.

Sejak SMA, saya sudah suka menulis dan mengirimkan puisi-puisi saya di Radio Jerman siaran Indonesia. Waktu itu hadiahnya satu set prangko dari Jerman yang berlatar empat musim di Eropa. Alangkah senangnya saya. Prangko itu, saya bawa ke sekolah dan saya pamerkan kepada teman-teman saya. Dari situlah karir kepenulisan saya dimulai.

Saya sudah suka menulis semenjak SD. Namun, saya mengirimkan karya saya dimulai sejak saya SMP, saya mengirimkan tulisan saya ke majalah anak-anak. Walaupun tidak dimuat karena saya menulisnya pakai tulisan tangan. Saya gagal meminjam mesin ketik yang dahulu barang mahal yang ada di kelurahan. Saya sering membujuk pegawai kelurahan untuk meminjamkan mesin ketiknya yang ditolak mentah-mentah. Alasannya saya tidak akan bisa memakai mesik ketik itu. Di kelurahan saja hanya satu orang yang pandai menggunakannya, apalagi saya cuma bocah SMP.

Sepulang sekolah, saya sering lewat depan di kelurahan hanya untuk menggagumi mesin ketik yang gandarannya panjang tersebut. Peristiwa tersebut, menjadi writer block tertragis sepanjang hidup saya.

Kembali ke penulis kaliber Hemingway yang menghasilkan karya-karya terbaik sastra dunia. Semua karyanya berdasarkan apa yang dialaminya. Tidak heran lewat novel -novelnya sering diganjar penghargaan prestisius skala dunia. Lewat novel, kita menjadi tahu banyak tentang dinamika suatu negara. Novel sastra juga menjadi wadah perjuangan ketika kediktatoran merajalela. Seperti karya Seno Gumira Ajidarma, "Ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara."

Karya-karya penulis yang berlatar belakang pengalaman nyata sungguh bisa memecahkan kebuntuan writer block. Sehingga penulis siapapun anda yang mengalami writer block mungkin bisa mencontoh cara penulis besar Hemingway yang tinggal diberbagai negara untuk menghasilkan tulisan-tulisan bermutu.

Sekarang ini, kita sangat dimanjakan dengan sumber segala pengetahuan bernama internet. Tanpa perlu ke Afrika saya bisa melihat segala sisi-sisi gunung Klimanjaro. Masa dimana Ernest Hemingway dulu, teknologi belum bisa menyisir suatu tempat dengan detail sehingga dia harus kesana untuk meresapi sisi-sisi unik Klimanjaro.

Saat ini menjadi penulis begitu mudah mengakses buku sebagai sumber bacaan, buku tinggal pesan online beberapa hari tiba di tangan kita. Sebagai orang yang suka menulis, saya suka membaca. Saya tidak suka baca buku digital. Kurang bisa saya resapi dan mata saya tidak tahan berlama-lama membaca dari gadget.

Untuk saya pribadi, buku juga adalah salah satu sarana paling inspiratif untuk mendapatkan ide sekaligus menambah kosa kata untuk seorang penulis. Membaca buku adalah cara saya mengatasi writer block. Masih banyak jalan untuk memecahkan kebuntuan writer block. Bisa juga seperti Chairil Anwar yang patah hati karena Sri Arjati, yang melahirkan puisi legendaris Senja di Pelabuhan Kecil. Namun, alangkah sedihnya kalau kita harus patah hati dulu baru bisa berkarya. Tidak semua orang patah hati, bisa bangkit dengan cepat dan menjadi produktif seperti Chairil Anwar. Chairil Anwar, penyair besar yang mendapat penghargaan sebagai pelopor angkatan 45.

Apalah kita dibandingkan sang pujangga. Saya kagum, kejadian-kejadian pahit dalam hidupnya menjadi inspirasi dalam berkarya. Untuk saya pribadi, sekarang ini, writer block saya cukup diatasi dengan satu buku menarik dan secangkir teh sudah bisa memberi inspirasi untuk menulis.

Bagaimana dengan kamu? apa yang menjadi obat writer block-mu?

Ikuti tulisan menarik Waode Nurmuhaemin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler