x

Iklan

Christian Saputro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 18 Juni 2022

Selasa, 14 Februari 2023 06:25 WIB

Menjaga Habitat dan Merawat Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) membujur dari wilayah Bengkulu hingga Lampung. TNBBS adalah sebuah Taman Nasional yang ditujukan untuk melindungi hutan hujan tropis beserta kekayaan alam hayati yang dimilikinya. Maka pantaslah UNESCO menjadikan TNBBS ini sebagai salah satu Warisan D

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di ndonesia ada 4 Taman Nasional yang diakui badan dunia PBB UNESCO sebagai warisan dunia. Pertama Taman Nasional Komodo , NTT, Kedua Taman Nasional Ujung Kulon, Banten,  Ketiga Taman Nasional Lorenz,   Papua dan keempat Taman Nasional Hutan Hujan Tropis Sumatera yang lebih dikenal dengan sebuatan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) membujur dari wilayah Bengkulu hingga Lampung. TNBBS adalah sebuah Taman Nasional yang ditujukan untuk melindungi hutan hujan tropis   beserta kekayaan alam hayati yang dimilikinya. Maka pantaslah UNESCO menjadikan TNBBS ini sebagai salah satu  Warisan Dunia.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dinyatakan sebagai Cagar Alam Suaka Margasatwa pada tahun 1935 dan kemudian menjadi Taman Nasional pada tahun 1982.

Pada awalnya ukuran taman adalah seluas 356.800 hektar . Tetapi luas taman saat ini yang dihitung dengan menggunakan GIS kurang-lebih hanya seluas 324.000 hektar.

 

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan terletak di ujung wilayah barat daya Sumatera. Tujuh puluh persen dari taman nasional  (249.552 hektar) termasuk dalam administrasi wilayah Lampung Barat, Pesisir Barat  dan wilayah Tanggamus ,di mana keduanya adalah bagian dari Provinsi Lampung . Sedangkan bagian lainnya dari taman nasional ini  mencakup74.822 hektar (23persen dari luas taman keseluruhan) berada di wilayah Kaur dari provinsi Bengkulu .

 

TNBBS memiliki beberapa hutan dataran rendah di Sumatera yang terakhir kali dilindungi. Kawasan ini sangat kaya dalam hal keanekaragaman hayati dan merupakan tempat tinggal bagi tiga jenis mamalia besar yang paling terancam di dunia:  gajah Sumatera (kurang dari 2000 ekor yang bertahan hidup saat ini), badak Sumatera (populasi global keseluruhan: 300 individu dan semakin berkurang drastis jumlahnya) dan Harimau Sumatera (populasi global keseluruhan sekitar 400 individu).

 

Berdasarkan  Data dari Balai Besar TNBBS , TNBBS tercakup dalam Global 200 Ecoregions , yaitu peringkat habitat darat, air tawar dan laut di bumi yang paling mencolok dari sudut pandang biologi yang dibuat oleh WWF (World Wildlife Foundation).

 

TNBBS ini juga  disorot sebagai daerah prioritas untuk pelestarian badak Sumatera  melalui program Asian Rhino and  Elephant Action Strategy telah mengidentifikasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sebagai Unit Pelestarian Macan (Wikramanayake, dkk., 1997), yaitu daerah hutan yang paling penting untuk pelestarian harimau di dunia.  

 

Pada tahun 2002, UNESCO  telah memilih daerah ini untuk diusulkan sebagai World Heritage Cluster Mountainous Area Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

 

Menjaga Habitat dan Populasi

 

Sayangnya, hilangnya habitat sehubungan dengan konversi hutan menjadi pemukiman, pengolahan dan perkebunan telah menjadi ancaman utama bagi TNBBS dan kelangsungan hidup spesies yang ada di dalamnya .

 

Pelanggaran terhadap hak atas perkebunan kopi, lada, dan pertanian lainnya secara lambat-laun merambah ke taman nasional dan memberi kontribusi pada hilangnya habitat secara substansial.

 

Pembukaan hutan di TNBBS  juga mendatangkan ancaman serius lainnya terhadap spesies yakni perburuan liar. Sasaran keseluruhan dari proyek TNBBS adalah menjamin stabilitas atau peningkatan populasi badak Sumatra  dan harimau Sumatra.

 

Tujuan Perlindungan untuk menghentikan kecenderungan pelanggaran hak dan penebangan kayu ilegal (ilegal logging) di dalam taman dan daerah sekitarnya. Di samping itu juga  untuk menurunkan angka kejadian perburuan satwa.

 

Menetapkan mata pencaharian yang ramah dengan lingkungan bagi kelompok masyarakat dan meningkatkan penghasilan melalui Conservation Conscious Community Network (3CoNet) atau Jaringan Masyarakat Sadar Akan Pelestarian.

 

Selain itu juga  untuk mendidik dan menumbuhkan kesadaran di antara para pengambil keputusan, para penegak hukum, dan masyarakat umum mengenai pelestarian dan perundang-undangan keanekaragaman hayati terkait dengan TNBBS.

 

Muaranya juga untuk  mengkaji rencana spasial dan kebijakan hutan terkait Wilayah Tanggamus, Lampung Barat dan Pesisir Barat agar selaras dengan pelestarian Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dalam pengelolaannya terbagi menjadi beberapa kawasan, yaitu;

 

Kawasan  Sukaraja Atas

Kawasan Sukaraja Atas merupakan bagian hulu sungai Pemerihan, bertipe ekosistem hutan hujan bukit yang relatif masih asli dan merupakan habitat penting bagi jenis- jenis tumbuhan berbunga yang unik dan langka seperti Bunga Rafflesia Arnoldi(Rafllesia sp) dan Bunga Bangkai (Amorphophallus sp).

Danau Suoh

Dari Sukaraja Atas 546 m dpl  dapat dinikmati hawa sejuk dan segar, pemandangan indah ke Teluk Semangka, penjelajahan sungai dan hutan, pengamatan flora dan fauna, berkemah dan foto hunting.

 

Sarana yang ada adalah jalan setapak, jalan trail wisata, shelter, MCK, Pintu Gerbang, Pondok Kerja, Pondok Jaga, Papan Interpretasi dan petunjuk arah serta perkemahan.

 

Obyek Wisata Alam Sukaraja Atas terletak di bagian timur Taman Nasional, dapat ditempuh dengan rute Bandar Lampung-Kotaagung-Wonosobo-Sukaraja Atas sepanjang lebih kurang 129 Km dengan kendaraan roda selama  3 jam. Secara adiministrasi pemerintahan termasuk Kabupaten Lampung Barat.

 

Kawasan Geoheritage Suoh

 

Obyek Wisata Alam Suoh terletak di bagian tengah sebelah timur Taman Nasional Secara adiministrasi pemerintahan termasuk dalam wilayah Kecamatan Kabupaten Lampung Barat, sementara menurut adiministrasi pengelolaan termasuk dalam wilayah SKW I Liwa TNBBS.

 

Kawasan wisata Suoh berbatasan dengan enclave Suoh yang terbentuk dari letusan Gunung Ratu tahun 1933, memiliki keunikan potensi wisata berupa 4 buah danau yang berdekatan, dipisahkan oleh padang rumput dan rawa serta berbeda karakteristiknya satu sama lain, yaitu Danau Asam (airnya terasa asam), Danau Lebar, Danau minyak (airnya seperti mengandung minyak) dan Danau Belibis (habitat jenis-jenis burung air).

 

Selain itu lembah Suoh memiliki potensi gejala dan fenomena alam sumber panas bumi di Gunung Loreng dan letupan-letupan lumpur panas yang dapat berpindah-pindah tempatnya.

Rafllesia Arnoldi

Di kawasan ini dapat dinikmati gejala dan fenomena alam, pengamatan burung, memancing, berenang, bersampan, Off Road, Trail Adventure , rafting, tracking , foto hunting , dan interaksi sosial budaya dengan masyarakat enclave Suoh.

 

Sarana yang telah tersedia adalah jalan setapak yang mengitari danau, pagar-pagar pengaman letupan panas bumi, pondok kerja, pos jaga, pintu gerbang, MCK, Shelter ,pusat informasi, dermaga, speed boat , papan-papan interpretasi dan petunjuk arah.

 

Kawasan ini dapat ditempuh dengan Bandar Lampung-Kotaagung-Wonosobo-Banding-Suoh sepanjang  148 Km dimana rute Wonosobo-Banding-Suoh masih merupakan jalan sepanjang lebih kurang  50 Km yang sulit dilalui pada musim hujan. Selain itu juga bisa ditempuh melalui kabupaten Lampung Barat melalui daerah Sekincau.

 

 

Kawasan Tambling

 

Obyek Wisata Alam Tampang-Belimbing (Tambling) terletak di ujung selatan taman nasional, termasuk dalam wilayah Kabupaten Tanggamus (Tampang) dan Kabupaten Lampung Barat (Belimbing).

 

Kawasan Tampang-Belimbing terdiri dari ekosistem hutan pantai sampai hutan hujan dataran rendah yang relatif masih asli, merupakan habitat penting bagi berbagai jenis flora penyusun hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah, jenis-jenis satwa liar langka seperti rusa (Cervus unicolor), kerbau liar (Bubaus bubalis) dan mentok rimba (Caerina sp). 

 

Di muara Way Sleman terdapat pulau endapan yang didoininasi oleh jenis Nypa fruticans dan merupakan habitat bagi populasi kalong yang jumlahnya ribuan ekor. Selain itu dapat dijumpai pantai pasir yang panjang dan indah, pantai karang Sawang Bajau, Savana Kobakan Bandeng, Way Sleman, Way Blambangan, Danau Menjukut yang dipisahkan dengan laut hanya oleh pasir pantai selebar puluhan meter, mercu suar setinggi  70 meteran , habitat penyu laut di Penipahan dan enclave Pemekahan.

 

Pengelolaan kawasan wisata Tampang-Belimbing saat ini dilaksanakan oleh PT. SAC Nusantara diatas lahan seluas 100 Ha sesuai SK. Menhut No. 415/Kpts-II/1992. Melalui kemitraan dengan PT. SAC Nusantara telah tersedia sarana-prasarana yang cukup lengkap diantaranya dermaga, air strip sepanjang lebih kurang 1,5 Km, Shelter , 4 buah Cottage, Guest House, kendaraan roda empat, kendaraan roda dua, kuda, speed boat , kapal motor laut Bronco, restoran, pondok kerja, pos jaga dan jalan setapak.

 

Mulai tahun 2003 hak pengelolaan kawasan Tambling beralih ke PT. Adhiniaga Kreasi Nusa (AKN) di bawah Artha Graha Grup milik Tommy Winata dengan mengusung nama Tambling Wildlife Nature Conservation (TNWC). Kawasan ini juga merupakan penangkaran harimau sumatera (sumatran tiger).

 

Pada 22 Juli 2008 Menteri Kehutanan MS Kaban di dampingi Tommy Winata (Artha Graha), Tony Sumampouw (Taman Safari Indonesia) dan Doly Priatna Zoological of London (pendonor pendeteksi GPS Collar) melepasliarkan 2 ekor harimau asal Aceh Selatan Pangeran (6 tahun) dan Agam (4 tahun) di kawasan TNWC. TNBBS dengan PT AKN menjalin kerjasama operasional (KSO) dengan tujuan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan konservasi.

 

Di kawasan ini dapat dilakukan berbagai kegiatan olahraga air seperti berenang, surfing, snorkeling, diving , foto hunting , penjelajahan hutan dan pantai, susur sungai, pengamatan flora fauna, memancing, safari malam.

 

Kawasan ini dapat dicapai melalui laut dengan menggunakan kapal motor laut ke Tampang  sekira 4 jam) dan ke Belimbing sekira 6 jam, melalui udara dapat ditempuh dengan pesawat dari Bandara Raden Intan II, Bandar Lampung langsung ke Belimbing selama setengah  jam.

 

Kawasan  Muara Canguk-Pemerihan

 

Obyek wisata alam Muara Canguk-Pemerihan terletak di bagian tengah sebelah barat taman nasional, termasuk dalam wilayah Kecamatan Bengkunat kabupaten Pesisir Barat.

Kawasan Muara Canguk-Pemerihan bertipe ekosistem hutan pantai hingga hutan hujan dataran rendah yang relatif masih asli, merupakan habitat bagi berbagai jenis primata dan burung air. Di kawasan ini dapat dilakukan kegiatan penjelajahan hutan dan pantai, susur sungai, pengamatan flora fauna, foto hunting , berenang, memancing dan camping. Sarana pengelolaan sampai saat ini belum tersedia mengingat kawasan ini baru dipersiapkan sebagai lokasi pemanfaatan intensif untuk wisata alam.

 

Kawasan ini dapat dicapai lewat rute Kotaagung-Sukaraja Atas-Suniberejo-Muara Pemerihan sepanjang ± 52 Km dimana dari Sukaraja Atas sampai Muara Pemerihan masih berupa jalan tanah sepanjang ± 20 Km.

 

Kawasan Kubu Perahu

 

Wisata Alam Kubu Perahu terletak di bagian tengah sebelah timur Taman Nasional lebih kurang jaraknya 5 Km sebelah barat Liwa, Lampung barat.. Kawasan ini termasuk dalam wilayah Enclave Kubu Perahu Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat.

 

Kawasan Kubu Perahu bertipe ekosistem hutan hujan pegunungan tengah yang relatif masih asli, merupakan habitat penting bagi berbagai jenis anggrek alam dan berbagai jenis burung. Di Kubu Perahu juga terdapat dua buah air terjun, masing-masing Sepapa Kanan (20 m) dan Sepapa Kiri (60 m).

 

Di kawasan ini dapat dinikmati hawa sejuk dan segar, penjelajahan hutan, pengamatan flora dan fauna, foto hunting , berkemah, memancing dan rekreasi air terjun.

 

Sarana yang telah tersedia adalah jalan setapak menuju air terjun sepanjang ± 2,5 Km, Bumi Perkemahan, Jalan Trail Wisata, Pintu Gerbang, Shelter , MCK, Pondok Kerja, Pos Jaga, papan-papan interpretasi dan petunjuk arah.

 

Kawasan ini dapat dicapai dengan rute kota Bandar Lampung-Kotabumi-Bukit Kemuning-Liwa sepanjang lebih kurang  218 Km yang ditempuh dengan kendaraan roda empat selama sekira 6 jam

 

Kawasan Keramat Menula

 

Obyek wisata alam Keramat Menula terletak di bagian utara sebelah barat taman nasional, termasuk dalam wilayah Kabupaten Pesisir Barat perbatasan   Propinsi Lampung dan Bengkulu.

 

Kawasan Keramat Menula bertipe ekosistem hutan pantai hingga hutan hujan dataran rendah yang relatif masih asli, merupakan habitat bagi berbagai jenis primata dan burung dan terdapat makam keramat Syech Aininullah yang telah cukup terkenal Propinsi Lampung dan Bengkulu. Di kawasan ini dapat dilakukan kegiatan penjelajahan hutan, pengamatan flora fauna, foto hunting , dan wisata ziarah.

 

Sarana yang telah ada yaitu jalan trail wisata dan jalan setapak menuju makam keramat, shelter , pintu gerbang, tempat istirahat, papan-papan interpretasi dan petunjuk arah.

 

Kawasan ini dapat dicapai melalui rute Bandar Lampung-Kotaagung-Krui-Menula sepanjang 334 Km selama  7 jam perjalanan , atau lewat rute alternatif jalan lintas tengah , Bandar Lampung Kotabumi-Bukit Kemuning-Liwa-Krui-Menula sepanjang 336 Km dengan waktu tempuh sekira 9 jam.

 

Keprihatinan dan Harapan

Hutan hujan tropis Sumatera  sebagai warisan dunia harus senantiasa dijaga kelestariannya. Terutama dari ancaman penggundulan hutan, perburuan,  penebangan liar (ilegal logging),  perambahan hutan baik untuk lahan pertanian dan pembuatan jalan.  Apabila kawasan ini tidak dirawat dan dilindungi, maka keanekaragaman hayati yang hidup di tempat ini terancam punah.

Selain itu, hutan hujan tropis Sumatera berperan penting dalam menjaga stabilitas,  suplai air, ekologi, dan ekonomi, serta menekan pengaruh kekeringan dan kebakaran.

 

Untuk itulah melalui sidang ke 28 World Heritage Commitee, yang diselenggarakan di Suzhou RRC pada bulan Juli 2004.  Hutan hujan tropis Sumatera di terima sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO, karena merupakan kawasan Hutan Lindung dan rumah bagi puluhan  jenis tanaman , termasuk 17 genus endemis, lebih dari 200 spesies mamalia, dan 580 spesies burung dan 465 berdomisili dan 21 merupakan endemis. Hutan Hujan Tropis Sumatera ini juga memberikan bukti dari evolusi biogeografi pulau.

Pegunungan Bukit Barisan yang membujur dari Aceh hingga Lampung yang berjuluk  “Andes”nya  dengan kelengkapan adanya, danau, gua, dan air terjun membuat tempat ini semakin tepat untuk wilayah Konservasi maupun Pariwisata.

 

Tetapi kita patut prihatin dengan kondisi Hutan hujan tropis Sumatera,  karena beberapa tahun lalu dalam sidang Komite Warisan Dunia di Saint Petersburg, Rusia, pada 24 Juni sampai 6 Juli 2012, Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatra ditetapkan sebagai salah satu dari 38 Warisan Dunia yang terancam.

 

Kemudian keadaan tak berubah, karena pada sidang Komite Warisan Dunia pada 2017 yang diselenggarakan di Kraków, Polandia, hutan ini masih dimasukkan ke dalam Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya, karena  mengingat masih tingginya aktivitas ilegal yang mengancam kelestariannya.

 

Beberapa ancaman terhadap kelestarian hutan hujan tropis Sumatera antara lain adalah penebangan liar (ilegal logging),  pembangunan jalan-jalan yang  melintasi kawasan konservasi, aktivitas pertambangan, alih fungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit,dan perambahan hutan (perkebunan masyarakat).

Selain kerusakan akibat penebangan liar, perambahan, dan beberapa faktor yang telah disebutkan di atas, hutan hujan tropis Sumatra juga berpotensi terancam oleh perubahan iklim dan pemanasan global. Salah satu efek perubahan iklim di lahan basah tropis adalah curah hujan berlebihan yang dapat mengganggu ekosistem flora dan fauna di dalamnya.

UNESCO bersama dengan pemerintah Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Wildlife Conservation Society (WCS) melakukan proyek konservasi, yang salah satunya adalah memonitor dampak perubahan iklim pada kawasan hutan hujan tropis Sumatera. Harapannya, ke depan warisan dunia hutan hujan tropis Sumatera khususnya TNBBS, bisa makin terjaga, terawat dan lestari.

Pembangunan Infrastruktur dan Populasi Satwa

UNESCO telah memberikan peringatan tentang ancaman proyek infrastruktur tersebut terhadap ekosistem hutan. Pemerintah banyak membangun infrastruktur berupa jalan- jalan yang melintasi kawasan taman nasional menutupnya dengan aspal.

Di samping itu dalam pembangunan jalan yang menembus kawasan taman nasioanal ini tidak memikirkan keselamatan karena jalan kendaraan memotong jalur habitat hewan langka dan dilindungi,. 

Adalah Ir. Anshori Djausal , MT, tak banyak orang tahu kalau konservator Taman Kupu-Kupu “Gita Persada” Bandar Lampung ini sudah sekira satu dasa warsa melakukan melakukan riset ekologi jalan raya, pendidikan, dan peningkatan kesadaran masyarakat.

Mengusung tagline "Roads and Wildlife", mantan Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung ini . untuk  menghindari hewan langka dan dilindungi di dunia terlindas, dirancangnya agar jalan kendaraan dalam kawasan hutan tidak memotong jalur habitat hewan.  

Di Sumatera, ada tiga kawasan taman nasional yang dibelah jalan negara, yakni Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Langkah mitigasi jalan untuk satwa liar yang beririsan dengan sarana transportasi sepeda motor dan mobil, terutama di Jalan Lintas Barat Sumatera (Jalinbar) dari Provinsi Lampung hingga Aceh ini sangat penting. Pasalnya, salah satu yang mengancam keberadaan satwa liar yang dilindungi adalah pembangunan jalan.

Kecelakaan di jalan raya (roadkill) merupakan dampak langsung terhadap satwa. Satwa mati tergilas ataupun tertabrak oleh kendaraan, baik satwa melata, amphibi maupun satwa besar.

Jalan raya, rel kereta, kanal, jalur sutet, dan pipa memasuki dan membelah habitat satwa.  Jalan merupakan yang paling banyak memberikan dampak luas. Sedangkan  setiap tahun jalan bertambah ribuan kilometer. Ini dampaknya sangat besar, karena terjadinya fragmentasi habitat, kehilangan habitat hingga menghancurkan habitat.

Selain itu, kendaraan bermotor adalah sumber utama polusi udara (air pollutants), hujan asam, racun logam berat. Jalan adalah permukaan yang kedap air (erosi second bature).  Suara kendaraan menyebabkan satwa stres.

Kongretnya, dalam menjaga habitat dan merawat warisan dunia hutan hujan tropis Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) bagaimana alam , hewan dan manusia bisa berjalan beriringan, tanpa saling terganggu, termasuk juga kecelakaan satwa di jalan raya  (roadkill) .

*) Christian Heru Cahyo Saputro, Direktur Eksekutif Jung Foundation Lampung Heritage dan peneliti Folklor di Sekelek Institute Publishing House, kini bermukim di Semarang. Penulis buku: Piil Pesenggiri, Etos dan Semangat Kelampungan kini bermukim di Semarang.

**) Artikel dimuat dalam buku The uture of Sumatera” yang diterbitkan Institute of Technology Sumatra (ITERA)

Ikuti tulisan menarik Christian Saputro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu