x

ilustrasi: duapah doc.

Iklan

Rizky Rianto

Mengembara dalam pikiran, menikmati imajinasi dan bila sempat, menulis disana.
Bergabung Sejak: 11 Mei 2023

Kamis, 11 Mei 2023 16:56 WIB

Perihal Rasa yang Kau Tanyakan

Perihal rasa yang pernah kau tanyakan dan aku bertanya balik padamu dan kau menjawab tanpa suara disana. Sedang aku disini menunggu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Sebenanya bagaimana perasaanmu padaku Kak?"

"Aku heran kenapa kau tetap ada walau aku sudah memutus hubungan ini."

"Kau tetap peduli ketika aku bersikap dingin dan mengacuhkanmu."

"Kenapa Kak," tanyanya.

Aku terdiam sejenak mengamati lekat paras cantiknya yang penuh tanya dan keheranan. kemudian angkat bicara.

Terkadang kita hanya butuh diam untuk merasakan. Sedikit sulit untuk mendefinisikan rasa. Barangkali ada satu kata yg bisa mewakili yaitu "sayang"

Jika dianalogikan ibarat bangunan yang punya 3 lantai. Anggap saja bahwa itu rumah. Ada banyak rumah dengan tampilan yang luar biasa bagus nan cantik. Balutan warna yang pas untuk dipandang. Aku tertarik dengan salah satu rumah dengan warna sederhana. Namun, terkesan mewah dan aku rasa aku akan bahagia jika disana. Aku tau itu. Dengan taman kecil di pelataran rumah. Menambah kecantikan akan rumah itu. Membuat aku makin tertarik. Dan bayangkan saja, di muka pintu tidak jauh dari sana ada lantai dengan 3 anak tangga yang mana langsung terhubung ke pintu. Itu lantai pertama dan juga ruangan pertama. Kemudian aku berjalan perlahan melewati taman dan menaiki tangga lalu membuka pintu.

Yaa, lantai pertama adalah perasaan suka, bahkan aku sudah suka saat berada diluar. Kesan pertama yang aku dapat ketika memasuki ruangan pertama itu begitu indah. Sedikit canggung. Sepertinya perlu waktu untuk menyesuaikan. Kemudian semakin masuk ternyata lebih indah dari tampilan rumah secara keseluruhan yang tampak diluar. Ada beberapa hiasan dinding minimalis, dekorasi dan furnitur dengan tata letak yang pas. Di sudut kanan terdapat anak tangga menuju lantai kedua. Anak tangga yang ini berbeda dari yang sebelumnya. Lebih banyak tentunya. Setiap anak tangga punya rasa yang berbeda entah itu rasa capek, mulai bosan, atau mulai luka. ada godaan untuk turun karna melihat rumah yang lebih indah di muka jendela dekat tangga. Yang mungkin lebih mudah digapai. Namun, tentunya ketika turun dan berpindah harus mengulang dari awal. Beberapa orang yang tergoda akan turun. Namun yang tetap bertahan akan lanjut ke lantai kedua bertemu dengan lelah, bosan, curiga bahkan luka lagi dalam setiap anak tangga. Pertanyaannya apa aku harus turun?

Lantai kedua...

Aku jeda beberapa saat melihat kembali apa ada titik terang dalam raut wajahnya. Aku melanjutkan.

Lantai kedua adalah perasaan sayang atau perasaan ikhlas. Aku sampai ke lantai ini. Terkejut ternyata lantai kedua lebih indah dari pada lantai pertama. Suasana ruangan yang sejuk dan tentunya menenangkan. Jangan tanya soal apa saja yang ada diruangan itu. Yang jelas ada perasaan nyaman yang menyelimuti hati. Tidak sia-sia sudah naik banyak anak tangga untuk ke lantai ini. Melihat keluar jendela. Mebayangkan jika aku turun tentunya aku hanya pulang tanpa jawaban atas segala pertanyaanku. Aku hanya akan melihat rumah ini dari luar tanpa merasakan bagaimana rumah ini dari dalam. Aku bertemu dengan hal-hal yang tidak mengenakkan selama menaiki anak tangga. Rasa lelah, bosan, curiga bahkan luka saat menuju lantai ini ternyata mengajarkan bagaimana aku untuk ikhlas menerima. Melihat sesuatu yang lebih di luar sana belum tentu menjamin aku akan puas. Disini perasaan ikhlas ku di uji, apa aku akan menyerah atau bertahan. Dan ternyata sesudah sampai di lantai kedua banyak pertanyaan yang terjawab. Pertanyaannya lagi apa aku akan turun?

Lalu terlihat anak tangga lagi sekarang posisinya di sudut kiri, itu menuju lantai ketiga. Sama seperti tangga sebelumnya namun lebih banyak, lebih panjang perjalanannya. Rasa yang hadir juga akan lebih daripada rasa di tangga menuju lantai dua. Penolakan dan kenyataan pahit tentu dengan segala resikonya bisa jadi hadir menemani menuju lantai ketiga. Lantai ketiga adalah cinta atau pengorbanan. Maukah aku berkorban untuk naik ke sana? Maukah aku berjuang untuk lantai ketiga. Yang jelas lantai ketiga lebih indah dari lantai kedua meski belum tau benar atau tidaknya. Secara logika iya. Karna dilihat dari lantai pertama dan kedua. Seharusnya begitu, bukan?

Ini bukan karna rasa tanggung sudah sampai ke lantas kedua. Lalu tinggal lantai terakhir saja, apa harus turun? Tidak, aku tidak mau turun. Aku menemukan makna dari semua tahap yang aku lalui. Rasa yang hadir baik senang, lelah, cemburu, curiga, luka bahkan penolakan.

Rumah itu kamu. Meski masih sebatas angan, aku ingin kesana, naik kelantai ketiga. Menjadikan kamu rumah untuk pulang. Menikmati senja, secangkir coklat, sebuah pangkuan dan sebuah cerita perjalanan anak tangga menuju lantai ketiga. Kamar utama dengan pemandangan kota dan danau serta indah senja kala tiba. Selanjutnya sesuai ketetapan-Nya. Jika pun itu "iya"

Hei sadarkah kau? Dewasa ini kita semakin sering dibenturkan dengan kekeliruan. Mungkin sekarang aku bisa berpikir seperti ini tapi dimasa depan apakah akan keliru atau justru tambah mantap. Mantap menjadikan kau rumahku untuk pulang. Dewasa ini juga kita dibenturkan dengan kesadaran; ternyata setia dan pengorbanan itu penting. Karena rasa cinta yang sebenarnya tidak didapat hanya dari tatapan sesaat saja.

Tadi kau tanya bagaimana perasaan aku sekarang, bukan? Kau tak perlu berpikir keras. Cukup diam dan rasakan saja. Semua yang terjadi, semua yang aku siratkan dengan sengaja. Rasakan itu. karna selama ini aku sering membatin ke kamu. Apakah sampai padamu?

Dia sedang mencerna apa yang aku katakan, sesekali aku melihat masih ada kebingungan dari sorot matanya.

"Terima kasih Kak," kalimat pertama sesuai dia berpikir keras memahami analogiku.

"Kak,"

"Maafkan aku Kak, aku tidak menyangka Kakak menyimpan rasa yang sama seperti saat pertama kali kakak ungkapkan rasa 2 tahun yang lalu. Maaf kak."

"Sudahlah. Desember nanti, 3 tahun sudah hubungan kita. Aku tidak pernah menganggap kita putus hubungan seusai kau mengutarakan permintaan ketika itu."

"Kak, terima kasih untuk rasa ini kak. Aku menyesal."

"Sudahlah. Boleh aku bertanya?"

Dia mengangguk bersedia sebagai isyarat memperbolehkan ku melanjutkan.

"Desember nnti 3 tahun sudah. Apa kau mau melanjutkan tahun ke 4 dan tahun-tahun berikutnya hingga salah satu diantara kita berpulang?"

Dia terdiam. Ada binar di kedua mata indahnya. Aku masih menunggu. Menunggu suara keluar dari bibir ranumnya. Cukup lama dia terdiam. Dan bulir air menetes, dia sempurna memelukku. Aku membalasnya hangat.

Ikuti tulisan menarik Rizky Rianto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler