x

Iklan

Rudi Kogoya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 17 Mei 2023

Kamis, 25 Mei 2023 08:27 WIB

Mitos Pembangunan di Papua: Ancaman Kedaulatan Pangan Perempuan Adat Moni dan Rencana Tambang Blok Wabu

Artikel ini membahas mengenai dampak-dampak rencana tambang Blok Wabu terhadap ketahanan pangan Perempuan adat Moni. Ditemukan beban ganda yang harus dipikul oleh perempuan akibat dari hilangnya tanah yang sebelumnya digunakan sebagai sumber produksi utama mereka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tema: Kolonialisme Industri Kreatif

Sub Tema: Air Dan Pangan Kehidupan VS Industri Ekstraktif

JUDUL

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mitos Pembangunan di Papua: 

Ancaman Kedaulatan Pangan Perempuan Adat Moni dan Rencana Tambang

Blok Wabu

Oleh:

Rudi Kogoya

 

Indonesia merupakan negara yang sangat beragam baik itu secara suku bangsa, kepercayaan, agama dan budaya. Indonesia memiliki lebih dari 1.340 etnik menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010. Mereka ada jauh sebelum negara Indonesia dinyatakan berdaulat. Masyarakat adat, atau “Indigenous Peoples” istilah yang dipakai secara global adalah kelompok masyarakat yang memiliki sejarah asal-usul dan menempati wilayah adat secara turun-temurun. Memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial-budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan kehidupan Masyarakat Adat sebagai komunitas adat.

Terdapat empat warisan leluhur atau asal-usul sebagai pembeda antara Masyarakat Adat dan kelompok masyarakat lainnya. Unsur-unsur tersebut, antara lain identitas budaya yang sama, mencakup bahasa, spiritualitas, nilai-nilai, serta sikap dan perilaku yang membedakan kelompok sosial yang satu dengan yang lain. Sistem nilai dan pengetahuan, mencakup pengetahuan tradisional yang dapat berupa pengobatan tradisional, perladangan tradisional, permainan tradisional, sekolah adat, dan pengetahuan tradisional maupun inovasi lainnya. Wilayah adat (ruang hidup), meliputi tanah, hutan, laut, dan sumber daya alam (SDA) lainnya yang bukan semata-mata dilihat sebagai barang produksi (ekonomi), tetapi juga menyangkut sistem religi dan sosial-budaya. serta hukum adat dan kelembagaan adat aturan-aturan dan tata kepengurusan hidup bersama untuk mengatur dan mengurus diri sendiri sebagai suatu kelompok sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Oleh sebab itu pemerintah dalam pengambilan kebijakan nya harus berlandaskan pemahaman atas kebudayaan yang ada di tengah-tengah masyarakat yang beragam tersebut. Secara legal konstitusional pengakuan terhadap keberadaan Masyarakat Adat (Masyarakat Hukum Adat) telah dinyatakan dalam batang tubuh UUD 1945 pasca amandemen, yaitu dalam Pasal 18B ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya”.

 

Papua menjadi fokus dalam pembahasan, dengan keunikan kebudayaan, kekayaan alam dan segala masalah yang ada di dalamnya. Jumlah suku di Papua sendiri sebanyak 255 suku dan memiliki bahasa yang berbeda satu sama lain. Sebagian suku-suku tersebut diantaranya yaitu Ansus, Amungme, Asmat, Ayamaru, Bauzi, Biak, Dani, Empur, Hatam, Iha, Komoro, Mee, Meyakh, Moskona, Nafri, Souk, Waropen, Muyu, Moni, Tobati, Enggros, Korowai, Fuyu. Suku-suku tersebut tersebar di 7 wilayah adat yaitu Animha, Tabi, Saireri, Bomberai, Domberai, Meepago dan Lapago. Kehidupan perempuan di tengah suku Moni yang mendiami kabupaten Intan Jaya Papua Tengah yang mana merupakan lokasi rencana tambang Blok Wabu menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Blok Wabu merupakan daerah ekspansi tambang PT Freeport Indonesia yang telah dikembalikan kepada pemerintah Indonesia. Blok Wabu ini layak disebut "harta karun" karena memiliki sumber daya emas yang tidak main-main besarnya, yakni 8,1 juta ons. Selain Blok Wabu contoh kasus PT. Freeport Indonesia dan proyek MIFEE juga digunakan.

 

 Artikel ini akan berfokus membahas bagaimana rencana tambang Blok Wabu akan mempengaruhi ketahanan pangan perempuan Moni kemudian konflik ideologi yang timbul antara tentara Indonesia (TNI) dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan dampaknya terhadap perempuan Moni. Kemudian solusi yang dapat dilakukan oleh kaum muda dan pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Pendekatan teoritis yang digunakan yaitu Gastro Kolonialisme oleh  Craig Santos Perez tentang perubahan produksi akibat kehancuran hutan. Kemudian analisis Peran Ganda Perempuan dalam kehidupan sosial. Teknik pengumpulan data digunakan secara primer dan sekunder. Primer yaitu melalui wawancara dengan beberapa perempuan Moni yang berkuliah dan bekerja di Jakarta dan data sekunder melalui literatur review, internet dan studi pustaka.

 

  • Budaya Orang Asli Papua Dan Pembangunan.

Manusia Papua pada umumnya hidup secara komunal dimana mereka menggunakan tanah sebagai kepemilikan bersama. Secara filosofi Orang Asli Papua (OAP) mengartikan tanah sebagai mama jika dalam bahasa suku Dani Barat disebut “Gween Nagalo” atau tanah mama. Dimana tanah mampu menyediakan segala kebutuhan untuk hidup, kebutuhan ritual budaya dan bersosialisasi. Pembagian tanah sendiri yang sering penulis dengar dari cerita orang tua, diturunkan berdasarkan marga misalnya marga Kogoya, mereka memiliki wilayahnya sendiri yang tidak bisa diambil oleh marga dari suku lain. Orang Papua pada umumnya menurunkan garis keturunan atau marga dari ayah atau budaya Patrilineal. Papua memiliki kebudayaan yang sangat patriarkis dimana laki-laki memiliki peran yang sangat besar dalam pengambilan keputusan juga menjadi bagian dari kehidupan OAP. Peranannya sendiri antara perempuan dan laki-laki sudah terbangun. Peran perempuan yaitu sebagai pengolah tanah dengan merawat kebun, rumah tangga, dan mengasuh anak sedangkan laki-laki yaitu menyiapkan kebun untuk ditanami oleh perempuan, membangun rumah, berperang, dan berburu. Kebiasaan tersebut kemudian telah bergeser akibat globalisasi serta hilangnya tanah karena industri ekstraktif yang dapat berdampak buruk kepada kelompok rentan seperti perempuan yang mana memunculkan beban ganda.

 

 Narasi pembangunan di Papua selalu digunakan oleh pemerintah sebagai dalil dalam proses penyelesaian konflik yang panjang. Persoalan Papua tentu saja tidak terlepas dari kepentingan ekonomi politik kelompok-kelompok yang berkuasa. Pemerintah melalui alatnya TNI/Polri juga turut bermain peran di dalamnya yaitu sebagai pengamanan dengan dalil adanya penyerangan kelompok nasionalis Papua (TPN OPM) atas objek vital negara maupun pemilik saham seperti Luhut Binsar Panjaitan yang ditemukan dalam penelitian yang berjudul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”. Pemerintah Indonesia tentu saja memiliki kepentingan untuk mensejahterakan rakyatnya melalui segala program yang dilaksanakan sesuai dengan alasan normatif pembentukan negara itu sendiri, namun dalam kasus Papua bukanlah sebuah hal yang mudah. Konflik ideologi berkepanjang semenjak tahun 60an antara rakyat Papua dan pemerintah Indonesia yang mengakibatkan munculnya pelanggaran HAM berat yang menyebabkan sulitnya pembangunan. Namun hal tersebut merupakan dampak dari keengganan pemerintah Indonesia untuk melakukan dialog damai dengan rakyat Papua dan memahami kebudayaan OAP atas pola relasi mereka dengan alam.

 

 Ketidak pemahaman akan kebudayaan OAP terlihat melalui kebijakan-kebijakan pembangunan ekonomi yang menjauhkan mereka dari budaya, sumber produksi dan moral kehidupan yang telah terbangun lama. Salah satunya dan yang pertama kalinya yaitu izin tambang PT. Freeport Indonesia. Sejarah awalnya Freeport masuk ke Indonesia bermula dari adanya UU Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal yang dikeluarkan oleh Soeharto. Pada bulan April 1967, berbekal UU yang baru disahkan tersebut, perusahaan tersebut berhasil masuk ke Indonesia. Jauh sebelum pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang menjadi dasar legalitas integrasi Papua ke dalam Indonesia. Berlokasi di Mimika Papua (kini provinsi Papua Tengah) pemilik hak ulayat disana adalah masyarakat adat suku Amungme . Dalam buku yang ditulis oleh Siti Maimunah mencatat, tidak ada satu pun Kontrak Karya pertambangan, termasuk Freeport dan kuasa pertambangan atau izin yang mendapatkan persetujuan rakyat sebelum diberikan. Bahkan Kontrak Karya untuk Freeport menyebutkan kawasan pertambanganya sebagai kawasan yang tidak berpenghuni. Padahal jelas bahwa kawasan tersebut dimiliki oleh orang Amungme.

 

  Dampak lingkungan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang ditimbulkan dari operasi tambang Freeport telah sangat merugikan masyarakat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menemukan setidaknya 47 pelanggaran ekosistem mulai dari sungai, kawasan hutan mangrove, hingga lautan pun terkena dampak akibat limbah pertambangan. Pencemaran ini berasal dari kolam penampungan limbah pasir sisa tambang atau yang sering dikenal dengan istilah Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA). Metode ini dianggap buruk karena tidak ramah lingkungan.  Dampak dari kerusakan itu tentu saja menghilangkan sumber produksi masyarakat adat Amungme dimana sekarang mereka menjadi lebih bergantung kepada beras, mie dan dana bantuan seperti BLT ketimbang mengolah hasil tanah. Terutama perempuan terpaksa bertarung dengan kerasnya tuntutan kebutuhan hidup yang kian hari semakin meningkat. Beberapa pasar di Mimika sering ditemukan mama-mama asli Papua yang sedang berjualan berusaha mengais rejeki yang sebagian besar hasilnya digunakan untuk membeli beras, mie bahkan untuk kebutuhan sekolah anak. Peranan perempuan Amungme dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dalam rumah tangga kini sangatlah krusial, hal ini semakin diperburuk dengan situasi ketika mereka kehilangan tanah tempat garapannya.  

 

 Dalam konteks penghilangan sumber produksi ini tentu saja berdampak kepada perubahan pola asupan gizi masyarakat Amungme. Menurut analisis dan hasil pengalaman penulis sewaktu di Mimika ditemukan bahwa sedang terjadi penjajahan pangan seperti analisis Craig Santos Perez mengenai Gastro Colonialism. Perez menggunakan istilah gastro colonialism atau penjajahan pangan untuk menggambarkan ketergantungan masyarakat Hawaii terhadap produk pangan impor yang dibuat dengan bahan-bahan berkualitas rendah dan diproduksi oleh perusahaan multinasional, sehingga hal ini memicu berkurangnya kondisi gizi masyarakat setempat.  Hal serupa juga terjadi di lokasi tambang Freeport dimana dengan segala kekayaan tanah masyarakat adat  harus bergantung dengan hasil-hasil produksi yang tidak mereka hasilkan. Selain budaya terdapat juga dampak rusaknya relasi sosial akibat aktivitas pertambangan yang tidak manusiawi itu. Suku Amungme pun harus menanggung dampak lainnya yaitu konflik dengan suku kerabatnya di pesisir yaitu suku Kamoro, pendatang dari suku lain di Papua dan pendatang dari luar Papua. Untuk kepentingan mengamankan kawasan pertambangan, Freeport melalui pemerintah Indonesia memindahkan secara paksa suku Amungme untuk bermukim di tanah-tanah suku Kamoro. Dengan begitu tidak jarang terjadi konflik diantara mereka. Selain konflik antar suku perpecahan juga terjadi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri yang sengaja diciptakan oleh Freeport dengan memberikan keuntungan finansial bagi kelompok yang mendukung operasinya. Selain itu Freeport membuka kesempatan pada suku-suku lain di Papua untuk berdatangan ke lokasi tambang Freeport. Duane Ruth-Heffelbower mencatat ada sebanyak 2.000 suku lain yang berdatangan setelah mendengar kisah-kisah tentang lapangan pekerjaan yang tersedia serta uang yang dapat mereka peroleh. Hal ini kemudian memunculkan konflik horizontal yang berdampak hingga terjadi perang suku. Sebutan populer seperti Tiap Minggu Kaco atau Timika (Timika adalah Ibu Kota Mimika) sering diucapkan di sana karena terjadinya konflik tersebut. Kemudian hal itu juga memancing para pendatang dari luar Papua Non-Orang Asli Papua (NON-OAP) yang berasal dari beberapa daerah di nusantara  seperti Makassar, Jawa, Kalimantan dan lain sebagainya, yang pada akhirnya menimbulkan kecemburuan sosial.

 

 Selain kasus PT. Freeport Indonesia terdapat juga program Merauke Integrated Food And Energy Estate (MIFEE) yang menghilangkan sumber produksi perempuan dari suku yang hidup di wilayah adat Animha, yaitu suku Marind. MIFEE merupakan program pengembangan pangan dan energi yang dikelola secara terpadu di wilayah Merauke, Provinsi Papua (sekarang Papua Selatan). Gagasan MIFEE dimulai dari proyek Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) yang digagas Bupati Merauke, John Gluba Gebze (JGG), pada tahun 2007. Selanjutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi tahun 2008-2009, yang meminta Menteri Pertanian mengeluarkan kebijakan pengembangan food estate di wilayah paling ujung timur Indonesia itu. Dinamika kebijakan food estate ini tampak berhubungan erat dengan kepentingan Pemerintah untuk meningkatkan pendapatan ekonomi nasional dari meningkatnya permintaan dan harga komoditi pangan dunia. Jadi dapat dipahami bahwa proyek ini dilakukan hanya untuk mengantisipasi krisis pangan global dan demi ketahanan pangan nasional. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa proyek tersebut telah berdampak kepada hilangnya hak atas tanah, kebudayaan dan produksi orang asli Marind misalnya Food Estate di Papua: Perampasan Ruang Berkedok Ketahanan Pangan? Oleh WALHI, menemukan bahwa tidak ada pelibatan masyarakat adat disana dalam perencanaan kebijakan program food estate. Arahan lokasi food estate di Papua seluas ± 2.684.680,68 hektar. Lebih dari dua juta hektar berada di kawasan hutan. Tidak dapat dielakkan, kebijakan tersebut akan berpotensi mendorong laju konversi dan deforestasi di Papua. Lebih jauh, memberi ancaman lingkungan hidup dan relasi masyarakat dengan alam.

 Perempuan Marind yang sejak dahulu kala memproduksi sagu sebagai sumber pangan, papan, sandang dan ekosistem. Sebagai bahan pangan, pati sagu merupakan sumber karbohidrat dengan kadar gula yang rendah. Ulat sagu yang hidup di pohon tersebut juga menjadi sumber protein tinggi yang dikonsumsi oleh suku Marind. Dalam video dokumenter Ekspedisi Indonesia Biru berjudul “The Mahuzes” terlihat jelas peran perempuan yang menjaga hutan karena hidupnya bergantung diatasnya, perempuan sering tidak dilibatkan juga di dalam proses penjualan tanah karena peran laki-laki yang sangat besar. Hilangnya sumber produksi pangan tersebut menyebabkan juga hilangnya asupan gizi yang sehat bagi perempuan Marind.

 Beberapa contoh kasus pembangunan di Papua yang telah dijelaskan sama sekali tidak memperhatikan kondisi dan nilai kebudayaan yang terdapat di masyarakat. Pemerintah yang seharusnya melindungi kepentingan rakyat malah sebaliknya mengambil langkah yang menghilangkan kebudayaan dan bahkan membunuh penduduknya secara masif, perlahan, dan sistematis melalui kebijakan dan peraturannya. Oleh sebab itu narasi pembangunan yang sering digunakan oleh pemerintah Indonesia di Papua perlu kembali dipertanyakan untuk siapakah itu?.

 

  • Blok Wabu Dan Beban Ganda Perempuan Adat Moni.

 Blok Wabu (BW) adalah sebuah deposit emas yang terletak di pegunungan tengah Papua. Sejarah awalnya yaitu ketika PT. Freeport Indonesia pertama kali menemukan kandungan emas di sana pada April 1990. Berlokasi di Intan Jaya dengan ketinggian sekitar 2,200 hingga 3,100 meter diatas permukaan air laut. Lokasinya berjarak sekitar 35 kilometer arah utara dari distrik mineral Grasberg di Kabupaten Mimika. Blok Wabu merupakan bagian dari apa yang sebelumnya disebut Blok B, sebuah area dengan luas 0,5 juta hektar dimana PT. Freeport Indonesia memiliki hak untuk melakukan kegiatan eksplorasi. Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 1999 memperkirakan jumlah sumber daya emas di Blok Wabu berjumlah 1,8 juta ons emas dan menyatakan bahwa ada kemungkinan jumlah sumber daya yang lebih besar. Blok Wabu terletak persis  di sebelah selatan kecamatan Sugapa ibu kota Kabupaten Intan Jaya di sekitar gunung Bula. Nama lokasi tambang tersebut diambil dari nama sungai lokal disana yaitu Wabu. Di dalam laporan Amnesty International Indonesia yang berjudul ‘Perburuan Emas’ Rencana Penambangan Blok Wabu Beresiko Memperparah Pelanggaran HAM di Papua  juga dijelaskan bahwa daerah tersebut dihuni oleh suku Adat Moni juga disebut Migani. Dengan kepemilikan tersebut di dalamnya tentu terdapat peraturan adat yang kompleks mengenai pembagian kepemilikan tanah seperti suku-suku di Papua pada umumnya. 

Mengenai operasi penambangan Blok Wabu sebenarnya baru diumumkan pada tahun 2020 setelah sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia memberikan sebuah izin penambangan baru (Izin Usaha Pertambangan Khusus-IUPK) atas distrik mineral Grasberg kepada PT Freeport Indonesia.  Kemudian pada 2020 pemerintah Indonesia mengumumkan rencana untuk mengembangkan aktivitas penambangan di Blok Wabu. Menteri Badan Usaha Milik Negara menyatakan secara terbuka bahwa ia sudah menyurati Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral untuk meminta PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM) dapat mengembangkan aktivitas tambang di Blok Wabu. Antam adalah sebuah perusahaan pertambangan milik negara Indonesia. Segala berkas dan informasi mengenai perusahaan atau rencana eksploitasi negara mungkin dapat saja diakses dengan mudah melalui internet dan media-media sosial yang ada, namun bagaimana dengan nasib masyarakat adat dan lebih khusus perempuan Moni yang telah menempati tanah leluhur mereka sejak ribuan tahun itu di tengah derasnya arus investasi negara Indonesia.

 Namun dengan kehadiran rencana pertambangan dan juga konflik ideologi yang tengah berlangsung semakin menambah beban bagi perempuan Moni. Peran ganda merupakan dua peran yang dijalankan oleh seorang saja dalam menjalankan suatu tugas yang memang sudah menjadi hal yang dikerjakannya (bekerja) dan juga salah satu peran itu telah menjadi kodrat yang memang telah melekat dari dahulu pada diri dan tanggung jawabnya (ibu rumah tangga) di dalam sebuah keluarga. Dalam keluarga konvensional, suami bertugas mencari nafkah dan istri yang mengurus rumah tangga. Dalam hal tersebut penulis menyebutnya sebagai beban ganda, karena ada dua tanggung jawab yang dibebankan dan dirasakan oleh satu pihak yaitu perempuan. Dalam kondisi masyarakat adat Papua pada umumnya telah terbagi pembagian peran yang sangat kompleks, namun hal yang memperburuk yaitu dengan kehadiran upaya eksploitasi yang diiringi dengan kekerasan.

Menurut temuan Amnesty International Indonesia, eskalasi konflik di Intan Jaya meningkat pada akhir 2019 dengan meningkatnya kehadiran militer disana. Dalam hasil temuanya dituliskan kehadiran militer yang meningkat itu telah membangun markas-markas disana beberapa gedung pemerintahan juga digunakan. Kehadiran militer tentu saja selain faktor konflik ideologi ada juga lokasi tambang yang merupakan objek vital negara yang harus dilindungi. Dampaknya pun langsung dirasakan masyarakat dimana Amnesty International mendokumentasikan terdapat 8 kasus dengan 12 korban pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh anggota pasukan aparat keamanan Indonesia di Intan Jaya pada tahun 2020 dan 2021. Adapun beberapa kasus dari pembunuhan d luar hukum tersebut seperti pembunuhan dua bersaudara Alpianus dan Luther Zanambani, pembunuhan Pendeta Zanambani dan pembunuhan tiga bersaudara di klinik setempat. 

Perempuan Moni tidak pernah mengetahui ataupun dilibatkan dalam rencana tambang di kampung mereka. Beberapa kawan perempuan Moni yang bekerja dan berkuliah di Jakarta pun ada yang baru mengetahuinya dan bahkan tidak tahu sama sekali. Namun ketika mengetahui informasi mengenai Blok Wabu mereka tidak diam, beberapa aksi penolakan atas rencana tersebut telah mereka lakukan. Seperti yang diceritakan Anastasia Mujijau ia bersama mahasiswa Intan Jaya lainya di Jakarta yang ditemani juga dengan ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Bartolomeus Murib menyampaikan aspirasi penolakan masyarakat Intan Jaya terhadap rencana tambang Blok Wabu kepada DPR RI Komisi 7. Namun hingga saat ini belum ada respon sama sekali. Menurut Mujijau perempuan Moni tidak bisa terlepas hubunganya dengan tanah karena itu tempat mereka berkebun yang nanti diolah sebagai sumber makanan dan ekonomi bagi keluarga. Menurutnya juga operasi tambang ini akan berdampak buruk bagi perempuan Moni karena mereka akan kehilangan lahan mata pencaharian, tempat tinggal dan akses terhadap air dan udara bersih. Hal itu dia katakan karena belajar dari pengalaman PT. Freeport Indonesia yang selalu memberikan janji-janji manis padahal semuanya hanyalah tipu muslihat belaka sedangkan dampak buruknya sudah dirasakan masyarakat. Menurutnya juga sumber pendapatan perempuan Moni terbesar adalah berkebun karena sebagian besar dari mereka masih bergantung kepada hasil bumi hanya sekitar 10% yang bekerja di pemerintahan, itupun usaha sampinganya adalah berkebun. Kemudian bagi Joyra perempuan muda Moni lainya yang penulis wawancara, keterbatasan sumber daya manusia perempuan Moni di Intan Jaya juga akan berdampak buruk karena jarang kaum perempuan disana bersekolah apalagi di jurusan pertambangan. Ana Bagau ketika diwawancara dia mengatakan tidak mengetahui apapun mengenai Blok Wabu. 

 Dari beberapa narasumber yang penulis wawancara ada satu pandangan yang menarik tentang kehidupan perempuan Moni dari Yuliance Zonggonau. Sama seperti yang lainya ia juga tidak terlalu memahami rencana tambang di kampung halamanya, baginya hal itu merupakan isu yang terlalu sensitif untuk dibahas. Karena terdapat kepentingan aktor-aktor yang memiliki kuasa yang besar disana. Ia berpendapat di mata dunia emas mungkin berharga namun bagaimana dengan perempuan adat Moni yang mengartikan tanah sebagai sesuatu yang sangat berharga, karena mereka memandang jika hutan rusak bagaimana keberlanjutan ekosistem alam dan sistem sosial yang telah terbangun lama disana. Salah satu poin yang menarik dari Zonggonau adalah peran perempuan dalam penyelesaian konflik. Menurut pengalamannya di dalam beberapa kejadian jika laki-laki tidak menemukan solusi dalam pemecahan masalah maka suara perempuanlah yang akan mengakhiri perdebatan. Hal ini tentu saja menarik jika dilihat dari segi kerasnya budaya patriarki di Papua, dimana terdapat rasa penghargaan yang paling dalam terhadap sosok perempuan yang terkandung nilai filosofis tanah yang diartikan sebagai sosok Mama. Dari segi pendidikan menurut Zonggonau perempuan di kampungnya Bibida, agak berkembang dibandingkan dengan kampung-kampung lainya. Perempuan-perempuan Bibida memiliki semangat berkuliah yang sangat tinggi, hal itu pun didukung dengan peran orang tua yang selalu mendorong keinginan mereka untuk terus belajar. Namun kebun masih menjadi sumber penghasilan ekonomi dan pangan yang utama di kampungnya terlepas dari tingginya semangat belajar tersebut. Menurutnya juga dampak rencana tambang Blok Wabu yang belum dimulai operasinya saja sudah dapat dirasakan hal ini sangat menakutkan jika nantinya benar terlaksana. PT Freeport Indonesia telah memberikan contoh buruk operasi tambang yang sifatnya ekstraktif sehingga kehadiran Blok Wabu tidak bisa dipungkiri akan mengakibatkan dampak yang sama.

 Beberapa beban ganda yang harus ditanggung oleh perempuan Moni ketika berhadapan dengan rencana tambang Blok Wabu. Pertama akses terhadap informasi yang terbatas membuat mereka sulit untuk mengikuti perkembangan rencana pertambangan Blok Wabu. Padahal perempuan Moni sangat berperan besar dalam menjaga dan mengelolah tanah. Kedua setelah tidak adanya akses informasi mereka harus menanggung dampak dari kehadiran militer yang kemungkinan akan mengakibatkan hilangnya nyawa suami mereka karena stigma Separatis akibat konflik ideologi. Kehadiran aparat juga membawa rasa takut bagi perempuan Moni yang akan berdampak kepada mereka yang sedang mengandung. Kehadiran militer juga membawa trauma psikologis sendiri bagi perempuan Moni akibat pengalaman dan memori pasionis kekerasan militer di Papua. Ketiga dampak secara ekonomi perempuan Moni harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan uang karena tanah dan suami mereka yang hilang, perempuan Moni harus bertarung menafkahi anak dan memenuhi kebutuhan lainya seperti biaya sekolah. Keempat terputusnya akses pendidikan bagi Perempuan Moni. Militer mendirikan markasnya di sekolah ditemukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) mengungkapkan bahwa ratusan anak-anak pelajar di Kampung Bomba, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya tidak bisa sekolah karena gedung sekolahnya dipakai TNI sebagai Pos Koramil Persiapan Hitadipa. Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women, disingkat CEDAW pada tahun 1987 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. Tentu saja memiliki kewajiban secara konstitusi untuk memenuhi pelibatan peran perempuan dalam segala rencana proyek pembangunan.

 Terdapat banyak sekali dampak yang mungkin saja dapat dirasakan oleh perempuan Moni namun secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa rencana tambang tanpa pelibatan, perlindungan hak dan pemahaman akan budaya setempat akan berdampak sangat buruk bagi keberlangsungan hidup kelompok rentan seperti perempuan dan akan semakin memupuk rasa ketidak percayaan OAP terhadap sistem negara Indonesia yang mana akan memperparah konflik yang telah terjadi selama ini. Kasus PT. Freeport Indonesia telah memberikan pendidikan bagi kelompok adat Moni untuk menolak rencana tambang di tanah mereka. Oleh sebab pembangunan di Papua ini kemudian kembali lagi dipertanyakan untuk siapa? Apakah ini hanyalah sebuah mitos ?. 

  • Negara Sebagai Pelindung Dan Anak Muda

 Negara memiliki kewajiban untuk melindungi, memenuhi dan memproteksi HAM masyarakatnya. Dalam pengambilan kebijakan diperlukannya sebuah pelibatan yang aktif dari masyarakat agar terciptanya suatu kondisi yang adil. Anak muda sebagai generasi penerus bangsa memiliki kewajiban yang besar untuk mewujudkan cita-cita bangsa yaitu kesejahteraan. Maka daripada itu diperlukan peran mereka sebagai agen kontrol yang aktif atas jalanya pemerintahan. Adapun dibawah ini beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada pemerintah dan anak muda dimana pun:

  1. Presiden dan DPR Segera sahkan RUU Masyarakat Adat, agar terciptanya perlindungan bagi modal dasar bangsa tersebut. Kekosongan perlindungan bagi masyarakat adat berdampak kepada hilangnya hak-hak atas budaya, sosial dan ekonomi masyarakat adat.
  2. Pemerintah segera wujudkan sistem pemerintahan yang demokratis dengan melibatkan semua aktor tanpa memandang gender dalam proses rencana pembangunan.
  3. Pemerintah segera menghentikan rencana tambang Blok Wabu, karena masyarakat setempat telah menolak tanah mereka untuk dieksploitasi.  
  4. Peran pemuda sangat diharapkan melalui gerakan kolektif pembangunan kesadaran rakyat dengan diskusi-diskusi dan advokasi. Apa yang telah dilakukan oleh Anastasia Mujijau dan kawan-kawan merupakan contoh nyata perlawanan secara bersama.



DAFTAR PUSTAKA

  1. https://indonesia.go.id/profil/suku-bangsa/kebudayaan/suku-bangsa#:~:text=Indonesia%20memiliki%20lebih%20dari%20300,menurut%20sensus%20BPS%20tahun%202010.(diakses pada 18 Mei 2023)
  2.  https://aman.or.id/news/read/mengenal-siapa-itu-masyarakat-adat (diakses pada 24 Mei 2023)
  3. https://papua.go.id/view-detail-page-254/sekilas-papua-.html (diakses pada 18 Mei 2023)
  4. https://www.cnbcindonesia.com/news/20210912161156-4-275605/sederet-fakta-gunung-emas-blok-wabu-papua-rp-221-triliun#:~:text=Blok%20Wabu%20merupakan%20bekas%20lahan,yakni%208%2C1%20juta%20ons. (diakses pada 18 Mei 2023)
  5.  Pendefinisian Orang Asli Papua artinya mereka yang lahir dari bapa dan mama Papua, sedangkan Non-Orang Asli Papua adalah para transmigran asal Jawa, Kalimantan dll. Penggunaan ini penulis sengaja gunakan untuk menjadikan OAP sebagai subjek utama dalam artikel ini.
  6. Bahasa Daerah Penulis (Suku Dani Barat)
  7.  Pengalaman penulis dengan orang tua
  8. Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM)
  9. https://www.kompas.com/tren/read/2023/04/01/200600265/alasan-mengapa-tni-selalu-kirim-pasukan-pengamanan-ke-freeport?page=all (diakses pada 18 Mei 2023)
  10.  https://www.walhi.or.id/kajian-terbaru-soal-papua-terungkap-indikasi-kepentingan-ekonomi-dalam-serangkaian-operasi-militer-ilegal-di-intan-jaya-papua (diakses pada 18 Mei 2023)
  11.  https://www.asumsi.co/post/56402/inilah-sejarah-dan-pelanggaran-pelanggaran-yang-dilakukan-freeport-selama-di-indonesia/ (diakses pada 18 Mei 2023)
  12. Siti Maimunah, “Negara Tambang dan Masyarakat Adat: Berbasis Lingkungan dan Kearifan Lokal,” In-Trans Publishing, Malang, 2012. Halaman 24
  13.  Bantuan Langsung Tunai
  14.  Hasil investigasi dan pengamatan lapangan penulis pada 2022 di Mimika, dengan mengikuti program Pejuang Muda oleh kemensos. https://berita.upi.edu/yuk-kenalan-dengan-program-pejuang-muda-kampus-merdeka/ (diakses pada 18 Mei 2023)
  15.  https://www.cxomedia.id/general-knowledge/20221228163925-55-177649/gastro-kolonialisme-penjajahan-dalam-sekardus-mi-instan (diakses pada 19 Mei 2022)
  16.  oleh Craig Santos Perez, “From Unincorporated Territory [saina]”, 2010, California.
  17. Paharizal & Ismantoro Dwi Yuwono, “Freeport Fakta-Fakta yang Disembunyikan”. Diterbitkan Oleh Narasi, Yogyakarta , 2016
  18. Duane Ruth-Heffelbower, “Pemberdayaan Untuk Rekonsiliasi,” Duta Wacana University Press, Yogyakarta, 2000 hal.96.
  19. Duane Ruth-Heffelbower hal.95
  20. Mega Proyek MIFEE: Suku Malind Anim dan Pelanggaran HAM Oleh Y.L. Franky. ELSAM
  21.  https://www.walhi.or.id/food-estate-di-papua-perampasan-ruang-berkedok-ketahanan-pangan (diakses pada 29 Mei 2023)
  22. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
  23. https://econusa.id/id/ecoblog/sagu-tanaman-sejuta-manfaat-yang-terancam-oleh-pembangunan/ (diakses pada 21 Mei 2023)
  24. https://www.youtube.com/watch?v=MSVTZSa4oSg&t=99s (diakses pada 18 Mei 2023)
  25. Amnesty International Indonesia ‘Perburuan Emas’ Rencana Penambangan Blok Wabu Beresiko Memperparah Pelanggaran HAM di Papua. Dipublish oleh Amnesty International Indonesia Jakarta 2022. Hal 11-14. Untuk akses pdf:https://www.amnesty.id/wp-content/uploads/2022/03/Perburuan-Emas.pdf 
  26. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, "Proses divestasi Freeport tuntas, kontrak Karya Freeport berubah menjadi IUPK" 21 DESEMBER 2018, https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/proses-divestasi-freeport-tuntas-kontrak-karya-freeport-berubah-menjadi-iupk 
  27. https://kumparan.com/kumparan-plus/bola-panas-blok-emas-wabu-1wec0sQjF7U (diakses pada 22 Mei 2023)
  28.  Suparman, Peran Ganda Istri Petani (Studi Kasus di Desa Perangian Kecamatan
  29. Baraka Kabupaten Enrekang). Volume 1 – Nomor 2, Oktober 2017, 104-114. Edumaspul Jurnal Pendidikan.
  30. Amnesty International :https://www.amnesty.id/wp-content/uploads/2022/03/Perburuan-Emas.pdf Hal.15-16
  31. Hasil wawancara penulis bersama Anastasia Mujijau, Ana Bagau, Joyra dan Yuliance Zonggonau
  32.  https://papuaposnabire.com/article/read/11382-masyarakatintanjayatolakblokwabudidepankomisiviidprri (diaskes pada 22 Mei 2023)
  33. https://www.suara.com/news/2020/11/02/153223/gedung-sekolah-dipakai-tni-jadi-markas-ratusan-anak-papua-tak-bisa-belajar (diakses pada 22 Mei 2023)
  34. Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (bahasa Inggris: Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women, disingkat CEDAW) adalah sebuah perjanjian internasional yang ditetapkan pada tahun 1979 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.




 

 

Ikuti tulisan menarik Rudi Kogoya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler