x

kendaraan listrik vs industri ekstraktif

Iklan

Hendri Nova

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 24 Mei 2023

Kamis, 25 Mei 2023 10:56 WIB

Kapitalis Hijau di Jejak Kotor Kendaraan Listrik

Kendaraan listrik yang masih menggunakan energi listrik berbasis fosil dan nikel dari tambang yang merusak lingkungan, hanya akan mrugikan masyarakat, namun menguntungkan bagi kapitalis yang ingin mengeruk keuntungan dari bisnis kedaraan listrik. Mereka yang disebut kapitalis hijau ini, giat memaksakan penggunaan kendaraan listrik, meski peramgkat pendukungnya belum siap

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ayu termenung di tumpukan mainan anaknya di gudang. Dari mainan lego, mainan biasa sampai yang menggunakan baterai.

Lama ia termenung pada mainan yang memakai baterai yang notabene harus di isi ulang dengan listrik. Seperti sepeda listrik anaknya yang kini lebih banyak dipakai manual.

Sejak suaminya di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) ia jadi serba berhemat. Ia kasihan melihat sang suami yang masih terlihat kuat menghadapi situasi sulit di keluarga.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Satu persatu emas perhiasan sudah terjual, terutama untuk tagihan listrik yang selalu mendekati Rp500.000 se bulan. Meski tidak memakai AC, hanya kipas angin, kulkas, dan mesin cuci, tagihannya sudah membengkak seperti itu setiap bulan, apalagi kalau pakai AC.

Ia dan suami masih bersikukuh tidak memakai listrik isi ulang, karena malu dengan bunyinya jika telat mengisi. Sekomplek orang jadi tahu, ia belum isi ulang.

Akhirnya, semua mainan anaknya yang harus diisi ulang daya dipensiunkan dulu, di susun rapi dalam kotak mainan. Kalau sudah dipensiunkan, diharapkan anaknya lupa sementara pada mainannya.

Sementara sepeda listriknya bisa dipakai tanpa diisi ulang, jadi masih bisa dipakai secara manual. Padahal waktu masih jaya, ia dan suami sudah berencana akan membeli sepeda motor listrik, karena tergoda juga dengan rayuan efisiensi dan cinta lingkungan.

Namun ada untungnya dia belum punya uang, karena belakangan ia tahu, motor atau mobil listrik hanya akal-akalan kapitalis untuk meraup untung dari kendaraan listrik tersebut. Kapitalis tersebut sekarang dikenal dengan sebutan kapitalis hijau.

Kenapa disebut begitu, karena mereka hanyalah orang-orang yang kerjanya mengeruk keuntungan dari propaganda kendaraan hijau. Lalu kenapa pula disebut hanya propaganda ? Karena ternyata kendaraan hijau masih diisi  dengan bahan tambang seperti nikel dan untuk isi daya memakai batubara.

Ini mengindikasikan betapa kotornya ide kendaraan listrik ini, karena pembakaran batubara ujung-ujungnya juga akan memperbanyak produksi CO2.

Fakta Pembangkit Listrik

Dikutip dari its.ac.id, sampai saat ini Indonesia masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai sumber energi listrik yang tidak rendah emisi. Indonesia masih sangat bergantung pada kontribusi batubara dan gas.

Menurut data yang disampaikan Direktur Mega Project PLN, Muhammad Ikhsan Asaad, subtotal penggunaan bahan bakar fosil mencapai 87,4 persen pada tahun 2020.

Peningkatan permintaan dari kendaraan listrik pada pembangkit listrik yang tidak ramah lingkungan ini secara tidak langsung akan menghilangkan aspek “hijau” dari kendaraan tersebut. Sehingga untuk membuat kendaraan listrik benar-benar “hijau”, pemerintah dan pihak terkait perlu melakukan penelitian lebih lanjut serta peralihan sumber energi ke Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk efek yang nyata.

Di sisi lain, potensi limbah yang ditimbulkan, akan muncul permasalahan mengenai jumlah baterai bekas yang akan dihasilkan akibat melonjaknya penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) ini. Baterai memiliki masa pakai yang tergolong cukup singkat, sekitar sepuluh hingga 12 tahun saja.

Setelah itu, baterai perlu diganti dengan yang baru agar kendaraan bisa dipakai selanjutnya. Keterbatasan life time baterai ini akan menimbun limbah yang besar di masa depan.

Tak hanya mengenai jumlahnya, baterai kendaraan listrik merupakan baterai lithium yang tergolong kedalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Jenis limbah ini membutuhkan penanganan tersendiri sehingga tidak bisa dilakukan sembarangan. Sehingga pekerjaan rumah lain pemerintah adalah merancang dengan matang program daur ulang serta pengelolaan, agar senyawa kimia yang ada pada baterai tidak malah merusak lingkungan.

Fakta Tambang Nikel

Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) seperti dikutip dari walhi.or.id, pertambangan nikel merupakan salah satu komoditas pertambangan yang mengambil alih lahan hutan secara masif di Indonesia, selain batubara dan emas. Saat ini setidaknya 693.246,72 hektar kawasan tutupan lahan hutan di Indonesiatelah diberikan kepada korporasi pertambangan nikel. 

Salah satu contoh akibatnya bisa dilihat di provinsi Sulawesi Selatan. Setidaknya 4.449,2 Ha hutan hujan di Sulawesi Selatan telah menghilang akibat pertambangan nikel, yang mengakibatkan Danau Mahalona terpapar lumpur tambang, sehingga menyebabkan pendangkalan dan pencemaran lumpur tambang pada sungai Pongkeru dan Sungai Malili hingga sampai ke Pesisir Lampia di Sulawesi Selatan. 

Kejadian serupa juga terjadi di Pesisir Bungku, di Provinsi Sulawesi Tengah dimana paparan lumpur akibat pertambangan nikel menyebabkan pendangkalan pada sungai dan pesisirnya yang menyebabkan nelayan tradisional kehilangan pendapatan.

Sementara itu di Provinsi Maluku Utara yang merupakan salah satu Provinsi kepulauan di Indonesia dengan 1.474 pulau juga terdapat investasi pertambangan nikel yang dalam proses penguasaan dan pengelolaannya sangat berdampak pada penurunan kualitas lingkungan hingga mempengaruhi produktivitas ekonomi masyarakat. Seperti nampak di Pulau Obi, dimana pulau dengan luasan hanya 2500 km2 di Provinsi Maluku Utara ini telah dijejali dengan 5 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas konsesi 10.769,53 hektar. 

Desa Kawasi yang merupakan salah satu desa tertua di pulau Obi telah kehilangan sumber mata airnya akibat ekspansi pertambangan nikel ini. Sementara Sungai Toduku di belakang pemukiman warga, yang biasanya dimanfaatkan untuk kebutuhan minum, mandi, bermain dan cuci pakaian, kini telah dipenuhi sedimentasi limbah ore nikel. 

Untuk konsumsi air minum setiap hari warga desa Kawasi harus mengkonsumsi air kemasan. Secara umum, di Maluku Utara pertambangan nikel telah menyebabkan deforestasi yang sangat serius. Dalam 15 tahun terakhir, Halmahera Tengah, salah satu kabupaten di Maluku Utara telah kehilangan 16 ribu hektar diakibatkan oleh pertambangan nikel. 

Dengan kata lain, setiap tahun hutan alam hilang seluas seribu hektar. Selain itu, pertambangan nikel di Maluku Utara telah menyebabkan pencemaran laut secara serius. Akibat pencemaran ini, nelayan kehilangan wilayah tangkapan ikan yang selama ini menjadi ruang hidupnya. Pencemaran laut akibat pertambangan nikel telah mendorong penurunan jumlah nelayan.

Dampak Serius Pada Kelompok Perempuan

Kehadiran industri nikel  menurut Walhi juga akan mengancam kehidupan kelompok rentan (perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas). Fakta menunjukkan bahwa industri pertambangan telah berdampak pada pencemaran air, pencemaran udara, perampasan tanah dan menghilangkan wilayah kelola rakyat, termasuk wilayah kelola perempuan. 

Padahal akibat sistem budaya patriarki, perempuan masih dibebankan tanggung jawab dalam memainkan peran domestik yang kemudian dipaksakan menjadi peran
keseharian perempuan dalam menyediakan pangan, air bersih, energi dan kebutuhan dasar lain khususnya untuk keluarga. Peran-peran ini mengharuskan perempuan lebih banyak bersentuhan dengan sumber daya alam, tanah, hutan dan sumber-sumber air, sehingga kerusakan sumber daya alam ini akan langsung dirasakan perempuan. 

Bahkan pencemaran air, tanah dan udara yang diakibatkan adanya industri nikel akan berdampak pada gangguan kesehatan, terutama kesehatan reproduksi perempuan. Pencemaran air dapat mengakibatkan gangguan reproduksi perempuan, termasuk munculnya kanker serviks dan kelainan pada janin. Dalam kasus di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, limbah pertambangan nikel yang berakhir di pesisir atau laut menyebabkan kerusakan terumbu karang yang terus meluas. 

Nelayan di Kecamatan Wawonii Selatan dan Wawonii Tenggara melaporkan adanya penurunan hasil tangkapan ikan, setelah adanya proyek tambang nikel di tempat mereka yang menyebabkan penurunan pendapatan harian mereka hingga lebih dari 50%. Hal ini menyebabkan beban perempuan nelayan menjadi lebih berat karena harus bekerja lebih lama supaya perekonomian keluarga dapat terus berjalan. 

Mereka harus bangun sebelum pukul 03.00 pagi untuk menyiapkan perbekalan melaut. Saat suami melaut, perempuan nelayan harus bekerja ekstra mendapatkan penghasilan ekonomi tambahan. Setelah suami mereka pulang
membawa hasil tangkapan, mereka harus memilih dan memilah ikan, sebagian mereka jual dan sebagian lagi dikonsumsi untuk keluarga. 

Berdasarkan informasi yang dihimpun Walhi, setelah kehidupan ekonomi semakin sulit, mereka harus bekerja lebih dari 17 jam per hari. Sebelum
adanya tambang, mereka tak lebih dari 10 jam bekerja sebagai perempuan nelayan. 

Sementara penelusuran di internet juga memberikannya fakta mengejutkan. Betapa di negara yang lebih dulu memakai kendaraan listrik, kini kendaraan tersebut menjadi sampah yang sukar di daur ulang.

Tumpukan kendaraan listrik terlihat, karena pertimbangan konsumen, daripada membeli baterai dengan harga mahal, lebih baik beli kendaraan baru. Akhirnya menjadi masalah lingkungan baru.

Jejak kotor kendaraan listrik di tengah dunia informasi saat ini, mudah di akses baik dalam bentuk foto maupun vidio. Faktanya bersileweran, maka sangat mengherankan jika ingin memaksakan penggunaan kendaraan listrik saat ini.

Apalagi dari segi keamanan, keendaraan listrik juga meninggalkan jejak teror menakutkan. Beberapa vidio di media sosial melihatkan kendaraan listrik yang terbakar maupun meledak, baik saat digunakan maupun waktu diisi ulang.

Itu menandakan aspek keselamatan kendaraan listrik masih harus ditingkatkan, seeiring peningkatan teknologi isi ulang dengan memanfaatkan energi terbarukan semisal listrik panas bumi maupun panel surya.

Jika menggunakan tenaga surya yang bisa dilakukan secara individu, maka energi murah baru bisa terwujud. Baru bisa dikatakan kendaraan listrik ramah lingkungan dan juga ramah di kantong.

Tidak ada lagi pelibatan batu bara yang tak ramah lingkungan, pertanda kendaraan listrik sudah layak digunakan secara umum. Polusi tentu akan bisa ditekan, sehingga udara kembali bersih dan ramah untuk kehidupan.

Jika ini menjadi nyata, tentu para kapitalis hijau tidak akan lagi mendapat tempat. Mereka tidak akan mendapatkan pangggung untuk membuat kerusakan lagi di muka bumi. (*) #LombaArtikelJATAMIndonesiana

Ikuti tulisan menarik Hendri Nova lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler