x

Para perempuan di Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang saat aksi tolak pembangunan proyek PLT Geotermal.

Iklan

irfan maulana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 24 Mei 2023

Kamis, 25 Mei 2023 10:58 WIB

Perempuan Dibalik Perjuangan Rakyat Padarincang Tolak Proyek PLT Geotermal, Agama Jadi Pondasi Jaga Keseimbangan Ekosistem Alam

PLT Geotermal menjadi momok bagi masyarakat Padarincang. Sebab, dampak yang ditimbulkan proyek ini dari kasus sebelumnya merusak ekosistem alam. Mereka pun tegas menolak pembangunan PLT Geotermal. Di balik gerakan penolakan itu, terdapat kaum wanita yang siap pasang badan demi menjaga keseimbangan ekosistem alam Padarincang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tiga Belas tahun sudah masyarakat Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten berjuang menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) atau Geotermal. Mereka menolak proyek Industri ekstraktif itu dibangun di kawasan tersebut lantaran dampak yang akan ditimbulkannya yakni kerusakan ekosistem alam, budaya dan sosial.

Kerusakan alam itu diperkirakan terjadi ketika adanya pengeboran untuk mendapatkan panas bumi. Dimana pada aktivitas pengeboran penguapan membutuhkan air dengan volume banyak sampai bisa menghasilkan energi listrik. Dampaknya pun dikhawatirkan bakal terjadi kekeringan.

Belum lagi penebangan pohon untuk membuka lahan PLT Geotermal. Aktivitas ini pun diprediksi bakal menimbulkan banjir di wilayah karena pohon yang menjadi resapan air ditebang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berbagai upaya pun telah mereka lakukan agar megaproyek itu batal terlaksana. Mulai dari unjuk rasa, berhadapan langsung dengan aparat sampai audiensi dengan Pemerintah. Kendati hasilnya, nilil. Sampai saat ini, Pemerintah belum membatalkan Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut.

Megaproyek itu sebenarnya telah ditetapkan menjadi Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Kaldera Danau Banten melalui keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 0026K/30/MEM/ 2009 yang ditetapkan pada 15 Januari 2009 lalu. Pemerintah pun telah menunjukkan PT Sintesa Banten Geothermal untuk membangun proyek tersebut.

GERAPAS, Pasang Badan Tolak PLT Geotermal

Tokoh GERAPAS, Eha Suhaeni. (Dok. Irfan Maulana)

Meski begitu, tak ada kata menyerah bagi mereka. Lewat kelompok yang diberinama Serikat Perjuangan Rakyat Padarincang (SAPAR) mereka tak hentinya mengepalkan tangan kiri untuk PLTPB. Di balik perjuangan itu, ada kaum wanita yang memiliki semangat layaknya api membara yakni Gerakan Perempuan SAPAR (GERAPAS)

"Kalo kata orang Sunda mah kalo alamnya Hejo, rakyat ngejo, kalo alam rusak rakyat belangsak sengsara,".

Demikian dikatakan oleh wanita tokoh (GERAPAS) Eha Suhaeni, Sabtu, (20/5/2023) saat dijumpai di kediamannya di Kampung Batuceper, Desa Citasuk, Kecamatan Padarincang.

Wanita 60 tahun ini merupakan seorang pimpinan pesantren di Padarincang. Wanita yang disapa Umi Eha ini mengatakan masyarakat Padarincang yang sebagian besar adalah petani ingin hidup nyaman dan aman tanpa adanya PLTPB.

Menurutnya, masyarakat Padarincang sudah sejahtera dengan limpah alam. Pertanian dan perkebunan menjadi sumber utama penghidupan masyarakat Padarincang.

"Kewajiban kita alam itu harus dijaga, ini anugerah Allah lagi pula gak ada ajaran Islam yang memperbolehkan merusak alam. Jadi alam harus dijaga untuk kita, untuk kehidupan kita, untuk kesejahteraan kita, alam rusak itu kan karena tangan manusia," katanya.

Agama, Jadi Pondasi Masyarakat Padarincang Tolak PLT Geotermal

Warga Padarincang Istigosah tolak pembangunan proyek PLT Geotermal. (Dok. Warga Padarincang)

Menurutnya, kerusakan alam akan terjadi. Lantaran lokasi pembangunan PLT Geotermal itu berada di Gunung Parakasak yang merupakan sumber kehidupan warga setempat. Agama menjadi pondasi mereka mempertahankan alam Padarincang. Pun saat melakukan aksi, istigosah terus berkumandang.

"Kita ingin menjaga kelestarian alam, karena alam tempat kehidupan kita, kita berasal dari alam," ucapnya.

Umi bersama perempuan lainnya pun selalu turun ketika melakukan aksi menolak pembangunan PLTPB ini. Yang terbaru terjadi pada November 2022 lalu.

Di mana saat itu, alat berat yakni ekskavator diturunkan pihak PLT Geotermal untuk memulai kembali pembangunan yang sempat terhenti. Eskavator yang hendak naik ke lokasi pengeboran di gunung Prakasak itu pun langsung dihadang oleh ratusan masyarakat Padarincang.

Umi mengingat betul ketika dia para perempuan menghadang dengan menaiki eskavator itu, di tengah hujan deras. Aparat TNI dan kepolisian yang mengawal eskavator pun berhasil dipukul mundur.

"Ibu ibu itu termasuk umi, naik ke Beko (eskavator). Awalnya kita dikurung oleh tentara, kita tarik tentaranya, kita masuk ibu ibu, semua naik ke Beko, akhirnya naik ke Beko ibu ibu dikuasai bekonya, kita tahlil. Ujan-ujanan waktu itu, ujan besar," ungkapnya.

"Alhamdulillah gerakan ini masih solid meskipun kita gak ada pemimpin kita semua jadi pemimpin, kalo kita berdiri kita berdiri, duduk sama duduk, berdiri untuk menegakkan keadilan, duduk untuk mempertahankan keadilan," tambahnya.

Lokasi Pembangunan PLT Geotermal Terbengkalai

Seorang warga memperlihatkan lokasi PLT Geotermal Padarincang. (Dok. Irfan Maulana)

Lokasi pengembangan PLT Geothermal yang berada di Gunung Parakasak kini sudah terbengkalai sejak dihentikan pada 2018 lalu. Pintu masuk alat berat pun kini sudah dipagari oleh warga. Lokasi seluas sekira 1 hektar itu sudah banyak ditumbuhi tanaman liar. 

Nampak ada 2 lubang selar yang menjadi cassing sudah siap dibor untuk mengambil panas bumi. Kemudian 2 danau buatan sekira seluas 30X15 meter yang digunakan untuk penampungan airnya. Terdapat pula satu bangunan yang sudah tak dihuni. 

Akses jalan alat berat dengan panjang sekita 6 meter juga sudah banyak ditumbuhi tanaman liar. Membutuhkan waktu sekira 1 jam dengan motor untuk mencapai lokasi yang terjal dan licin.

Rusak Ekosistem Alam, PLT Geotermal Ancam Mata Pencaharian Masyarakat

Tokoh SAPAR, Haji Doif. (Dok. Irfan Maulana)

Tokoh SAPAR, H Doif mengatakan sampai kapanpun masyarakat Padarincang tetap akan menolak pembangunan PLT Geotermal. Sebab, masyarakat sangat bergantung pada keberkahan kekayaan alam Padarincang.

Kata dia, secara demografis, ekonomis dan kultural, PLT Geotermal rusak sesuai dengan kondisi Padarincang. Secara ekonomis, lanjutnya merupakan ancaman mata pencarian mayoritas masyarakat Padarincang yang 90 persen petani.

Sementara, kesejahteraan petani dari hasil panen bergantung pada kondisi dan klimatologi yang bersahabat. Sehingga, dengan adanya perubahan bentuk ekstraksi dari aktivitas PLT Geotermal akan mempengaruhi kondisi iklim dan aktivitas petani.

"Terutama akan berkurangnya debit air, intinya masyarakat padarincang hanya ingin hidup tenang dengan berkah yang diberikan oleh alam," ucap Doif.

Dia menjelaskan kekeringan akan terjadi lantaran prosenya PLT Geothermal akan membutuhkan banyak air untuk proses penguapan. Air tersebut diperoleh dari hasil pengeboran atau bersumber dari mata air yang terdapat di Gunung Parakasak. 

Dimana, apabila terealisasi, PLT Geothermal akan mengebor hingga kedalaman 10 ribu kaki untuk menghasilkan panas bumi menjadi energi listrik. 

"PLTPB itu kan butuh air buat injeksnya dan airnya tidak sedikit yang dibutuhkan untuk mengasilkan satu Megawat listrik panas bumi, seperti yang terjadi di Dieng itu. 1500 liter per menit tinggal itu aja dilali 60 menit di kali 24 jam dengan HGU (Hak Guna Bangunan) 35 tahun," katanya.

"Belum lagi deforestasi nya karena ini kan butuh lahabn, sudah airnya diambil hutannya di deforestasi gimana gak berpengaruh gimana ramah lingkungan itu," jelas Doif.

Kata dia, sudah ada berbagai kasus terkait dampak PLT Geotermal ini. Seperti yang terjadi di Mandailing Natal.

Diketahui, proyek PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) di Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara menimbulkan korban hingga puluhan lantaran terpapar gaa beracun.

"Tiap bulan ada terjadi insiden yang dilakukan aktivitas tambang panas bumi ini, yang keracunan H2S (Hidrogen sulfida) dan sebagainya," kata dia.

Kemudian, kekeringan air yang terjadi di Dieng, Jawa Tengah karena aktivitas PLT Geotermal.

"Kondisi mata air di dieng itu yang sekarang sudah sangat tercemar dan mata air yang hilang itu sudah menjadi gambaran kami bahwa itu tidak ramah lingkungan nyata nyata apalagi terhadap manusia (ramah)," jelasnya.

Warga Padarincang unjuk rasa Tolak PLT Geotermal. (Dok. Warga Padarincang)

Pun apabila pemerintah menawarkan kesejahteraan dari PLT Geotermal ini menurut Doif tidak akan sebanding dengan dampak yang dihasilkan. Alih-alih mensejahterakan, PLT Geotermal ini malah akan menyengsarakan masyarakat Padarincang.

Padahal, di Banten sendiri telah banyak Pembangkit Listrik. Total ada saat ini, di Banten sudah ada 23 unit PLTU Batubara. 

Doif menyebutkan potensi alam Padarincang sangat tinggi. Misalnya saja, dari sektor persawahan yang dapat menghasilkan Rp 24 Miliar per bulan.

Jumlah itu, dihitung dari luas lahan persawahan di Padarincang yang mencapai 6000 Hektar. Untuk satu hektar petani dapat memanen hingga 4 ton beras. 

"Empat ton dikali 6000 hektar, 24 ribu ton kan. Disini itu setahun 3 kali panen 24 ribu ton kali 3 artinya jadi 72 ribu ton dikali Rp ribu harganya. Perbulan 24 Milyar, sektor sawah doang. Kalo sawah kan Continue nih dan sustainable kan, selama alamnya ada, airnya ada," jelasnya.

Doif mengungkapkan dari aktivitas tambang panas bumi yang terjadi saat ini saja, masyarakat Padarincang sudah merasakan dampaknya. Seperti banjir yang terjadi di wilayah Batu Kuwung dan musim panen yang tidak tentu.

"Yang terjadi langsung yang saat ini, yang daerah tidak terjadi banjir seperti di Batu Kuwung, Cikoneng sekarang itu kalo musim hujan banjir, dan musim buah buahan yang menonjol durian misalnya , diluar ada korelasinya atau tidak tapi setelah adanya deforestasi itu sekarang musim buahan jadi kacau," ungkapnya.

"Musim panen gak jelas, buah kurang, biasanya satu pohon bisa 100 200 (durian) butir sekarang paling lima puluh tapi itu setelah adanya Geotermal ini saya gatau apa itu penyebab (deforestasi) karena itu harus riset," tambahnya.

Aksi tolak pembangunan proyek PLT Geotermal Padarincang. (Dok. Warga Padarincang)

Dampak selanjutnya adalah sosial dan agama. Kata Doif, Padarincang adalah Kecamatan dengan banyak Santri dan ulama. Kereligiusan itu pun akan tergusur bila proyek itu terealisasi.

"Sangat ketergantungan kenyamanan orang belajar agama itu kan air, maka santri banyak lah disana, santri akan tergeser nanti, jadi hal sosial itu multiplayer nya dan juga mungkin banyak orang tidak hitung," katanya.

Berdasarkan RTRW 2011-2031 Padarincang Termasuk Kawasan Pertanian

RTRW Kabupaten Serang. (Dok. Irfan Maulana)

Doif pun menuturkan harapan masyarakat Padarincang adalah batalkan proyek tersebut. Kata dia, Padarincang merupakan wilayah pertanian.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Serang nomor 5 tahun 2020 tentang perubahan Peraturan Daerah Kabupaten Serang nomor 10 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Serang tahun 2011-2031, Padarincang masuk dalam kawasan pertanian.

Nampak dalam peta RTRW Kecamatan Padarincang didominasi warna putih keabu-abuan. Di mana, dalam penjelasan Perda itu warna tersebut merupakan kawasan tanaman pangan.

"Kami Masyarakat padarincang bukan anti pembangunan, hanya selektif pembangunan yang sesuai dengan tata ruang, demografis dan kondisi kultur Padarincang," tegasnya.

JATAM Tegaskan, PLT Geotermal Dampaknya Bahaya

Jaringan Advokasi Tambang

Kepala Riset dan Database Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Imam Shofwan mengatakan dampak langsung yang terjadi dari aktivitas PLT Geotermal ini pada pertanian.

Dia menjelaskan, panas bumi yang diangkat ke permukaan akan mematikan tanaman dan pakan warga.

"Kedua dia juga membutuhkan air dalam skala besar, ia akan mengambil air yang sama yang di pakai warga," katanya.

Kemudian, timbulnya gas beracun H2S dari lokasi penambangan panas bumi. Kasusnya pun sudah terjadi di Sumatera Utara dan Dieng, Jawa Tengah.

"H2S di dua lokasi itu sudah banyak memakan korban jiwa. Ia kian berbahaya karena dilakuan di hampir semua lokasi gunung api di Indonesia, yang mana daerah rawan

gempa dan bencana lain, dari Gunung Gerejudong di Aceh hingga di kepala burung papua," pungkasnya.

 

Ikuti tulisan menarik irfan maulana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler