x

Tradisi Malam 1 Sura di Keraton Jogjakarta. Jogja.com

Iklan

Bajra Bhagawanta

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 November 2022

Senin, 29 Mei 2023 11:30 WIB

Mengenal Agama Lokal dan Kepercayaan di Nusantara

Agama-agama lokal Nusantara terkait utamanya berisi kebajikan seputar hubungan manusia dengan alam, nenek moyang, dan roh-roh yang diyakini menghuni seluruh elemen alam semesta. Keyakinan ini menjadi dasar untuk memahami kosmologi, moral, dan etika yang mengatur kehidupan sehari-hari penduduk Nusantara.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Nusantara adalah istilah yang berasal dari Kawi (bentuk bahasa Jawa kuno yang sangat dipengaruhi bahasa Sanskerta), yaitu ꦤꦸꦱ (nusa). "pulau" dan ꦲꦤ꧀ꦠꦫ (antara) "di luar". Di Indonesia, istilah "nusantara" merujuk secara khusus padanya ke Indonesia (Nusantara).

Kata ini pertama kali ditulis dalam kitab Negarakertagama untuk menjelaskan konsep negara warisan Majapahit; yang wilayahnya meliputi sebagian besar Asia Tenggara, khususnya Nusantara. Di luar Indonesia, istilah Nusantara digunakan untuk kepulauan Melayu yang terletak di antara daratan Indochina. Indochina terdiri dari Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Malaysia dan daratan Australia. Nusantara sendiri merupakan wilayah yang sangat luas dengan berbagai suku, ras dan agama.

Untuk lebih mengenal agama lokal nusantara, berikut adalah beberapa agama lokal yang ada di Nusantara: 

  1. Pangestu
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pangestu singkatan dari Paguyuban Ngesti Tunggal adalah perkumpulan yang bertujuan untuk hidup berjiwa tunggal (bersatu) yang dijiwai oleh kehidupan rukun dan berjodoh, dimulai dari usaha batin berdasarkan permintaan Tuhan Yang Maha Esa, bersatu dengan masyarakat dan kembali. menjadi satu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pangestu didirikan pada tanggal 20 Mei 1949 oleh Soenarto Mertowardojo di Solo, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia.

Pangestu memiliki ajaran yang mengingatkan semua orang yang melupakan tugas suci mereka, terutama mereka yang menyangkal (meninggalkan) perintah-perintah Allah, menunjukkan bahwa jalan yang benar adalah jalan utama yang berakhir pada kemakmuran abadi, perdamaian dan kemuliaan, dan menunjukkan, bahwa ada jalan. yang berakhir dengan kegelapan, korupsi dan kesengsaraan.  

  1. Paguyuban Sumarah

Paguyuban Sumarah adalah aliran yang didirikan oleh Raden Nganten Sukirno Hartono pada tanggal 27 Desember 1897. Nama ”Paguyuban Sumarah” diambil dari kata “guyub” yang berarti harmoni atau “rukun” dengan awalan” “pa” dan akhiran “an” “kemudian menjadi” paguyuban yang” berarti perkumpulan” atau organisasi kerukunan. Sumarah artinya “menyerah”. Jadi yang dimaksud dengan paguyuban sumarah adalah perkumpulan orang-orang yang menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa

Sumarah juga memiliki ajaran tentang reinkarnasi. Kepercayaan terhadap reinkarnasi berasal dari ajaran agama Hindu. Dalam ajaran ini dinyatakan bahwa beriman kepada kelahiran kembali secara berulang yang berlaku terhadap manusia merupakan keniscayaan.

Dalam bahasa Sangsekerta disebut Punarbhawa (menjelma). Jadi Punarbhawa ialah kelahiran kembali yang berulang-ulang, yang disebut juga penitisan atau samsara. Kelahiran yang berulang-ulang di dunia ini menimbulkan akibat suka dan duka

  1. Kejawen

Kata Kejawen berasal dari kata Jawa yang berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (Kejawen). Secara terminologi umum kejawen diartikan sebagai filsafat yang memiliki ajaran tertentu terutama dalam membangun tata krama.

Kejawen dalam pendapat yang universal mencakup seni, budaya, ritual, sikap, tradisi dan filosofi orang-orang Jawa. Selain itu, kejawen juga diartikan sebagai jalan spiritualitas oleh suku Jawa. Kepercayaan Kejawen ini berbeda dengan agama monoteistik seperti Islam dan Kristen, akan tetapi melihatnya sebagai paham hidup atau suatu wawasan. Kemudian pandangan hidup kejawen dibarengi dengan perilaku ibadah.

Ajaran Kejawen mengakui terhadap keesaan Tuhan yang maha esa,

“Sangkan Paraning Dumadhi” yang berarti dari mana datang dan kembalinya hamba tuhan. Selain itu ajaran kejawen mengajarkan hambanya untuk seiya sekata dengan Tuhan.

  1. Sunda Wiwitan

Sunda Wiwitan Madrais adalah sistem kepercayaan orang Sunda terdahulu. Mereka percaya bahwa kepercayaan ini adalah kepercayaan orang Sunda/penduduk asli Sunda.

Konsep mereka (suku Baduy) Sunda Wiwitan adalah ajaran bahwa Nabi Adam diutus ke bumi sebagai manusia pertama yang menikmati segala isinya dan dengan baik menjaga serta merawatnya tanpa merusak apapun dari bumi dan seisinya.

Dalam ajaran Wiwitan Madrais Sunda, terdapat konsep yang disebut Pikukuh tilu, yaitu kesadaran yang tinggi terhadap alam, manusia (kualitas manusia), kodrat kebangsaan (mutu bangsa), dan pengabdian kepada haknya (madep ka ratu Raja), tekanan). Menurut arus ini, Tuhan berada di atas segalanya. Tuhan itu maha kuasa, maha kuasa, adil, penyayang dan bijaksana. Apalagi ketika manusia adalah makhluk yang paling sempurna. 

A. Interaksi antara Budaya dan Agama lokal di Nusantara

Interaksi budaya lokal dan agama di nusantara mencerminkan eratnya hubungan antara dimensi spiritual dengan kehidupan sehari-hari masyarakat di wilayah tersebut. Budaya lokal dan agama saling mempengaruhi dan secara signifikan mempengaruhi pembentukan identitas, tradisi dan nilai-nilai penduduk nusantara.

Agama-agama lokal, disebut juga kepercayaan tradisional atau Adatuskonna, tumbuh dan berkembang di lingkungan budaya nusantara yang beraneka ragam. Agama lokal mencerminkan hubungan manusia dengan alam, dengan nenek moyangnya, dan dengan roh-roh yang diyakini ada di semua elemen alam semesta. Konsep ini mempengaruhi cara pandang dan nilai-nilai yang membentuk budaya nusantara.

 Agama lokal memberikan landasan spiritual bagi berbagai aspek budaya nusantara. Praktik keagamaan seperti ritual, upacara adat, musik, tari, seni rupa dan sastra merupakan wujud nyata dari interaksi agama dan budaya lokal. Upacara adat yang antara lain berupa pertunjukan seni dan musik tidak hanya memiliki makna religius, tetapi juga sebagai sarana pelestarian dan transmisi nilai-nilai budaya serta mempererat ikatan sosial dalam masyarakat.

Demikian pula, budaya lokal memberikan bentuk konkrit pada agama-agama lokal. Kesenian tradisional, cerita rakyat, dan mitologi lokal kerap menjadi wahana penyampaian pesan spiritual dan moral agama-agama lokal. Dalam cerita rakyat, mitos dan legenda, nilai-nilai kehidupan, etika dan ajaran agama setempat diceritakan dan dilestarikan secara turun-temurun.

Interaksi budaya lokal dan agama juga mempengaruhi perkembangan seni dan arsitektur nusantara. Misalnya, candi, tempat pemujaan, dan tempat ibadah tradisional lainnya merupakan perpaduan harmonis antara unsur religi lokal dan estetika budaya lokal. Patung, seni tekstil, dan seni rupa lainnya seringkali juga menggambarkan tema dan simbol agama lokal.

Namun, interaksi budaya lokal dan agama di Nusantara tidak terlepas dari pengaruh agama-agama universal dari luar. Ketika agama-agama seperti Hindu, Budha, dan Islam muncul, terjadi sinkretisasi dan asimilasi budaya dan agama lokal dengan agama-agama tersebut. Proses ini memunculkan tradisi dan praktik keagamaan yang unik dan khas di seluruh nusantara, yang mencerminkan pluralitas dan toleransi masyarakat.

B. Peran Agama lokal bagi Masyarakat Nusantara

Peran agama lokal bagi penduduk Nusantara memiliki kedalaman dan keunikan tersendiri dalam konteks keragaman budaya dan spiritualitas daerah. Agama lokal, disebut juga kepercayaan tradisional atau adatisme, merupakan warisan spiritual yang berasal dari nenek moyang dan diwariskan secara turun-temurun.

Agama-agama lokal nusantara terkait erat dengan hubungan manusia dengan alam, nenek moyangnya, dan roh-roh yang diyakini menghuni seluruh elemen alam semesta. Keyakinan ini menjadi dasar untuk memahami kosmologi, moral, dan etika yang mengatur kehidupan sehari-hari penduduk Nusantara.

Salah satu tugas utama agama lokal adalah menjaga keharmonisan dan keseimbangan antara manusia dan alam. Penduduk pulau percaya bahwa ada kekuatan spiritual di alam yang harus dihormati dan dipelihara. Agama lokal mengajarkan keberlanjutan, penghormatan terhadap ekosistem dan keseimbangan ekologis. Melalui ritual dan upacara adat, orang berusaha menjaga keharmonisan dengan alam dan membawa berkah dan kebahagiaan ke dalam hidup mereka.

Agama lokal juga berperan dalam membentuk identitas dan solidaritas sosial masyarakat Indonesia. Keyakinan dan praktik keagamaan lokal menjadi simbol kebanggaan etnis dan daerah. Mereka membentuk kohesi komunitas dan memperkuat rasa persatuan di antara para anggotanya. Praktik keagamaan lokal juga mencerminkan kearifan lokal dalam menyikapi sumber daya alam, sistem pertanian, dan banyak aspek kehidupan lainnya yang disesuaikan secara unik dengan lingkungan setempat.

Selain itu, agama lokal memainkan peran tersendiri dalam mendukung kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Banyak ritual dan upacara tradisional yang berkaitan dengan siklus kehidupan, seperti kelahiran, perkawinan, dan kematian, memiliki makna spiritual yang kuat dan memberikan dukungan dan kekuatan spiritual kepada individu dan keluarga yang terlibat.

Namun, peran agama lokal juga menghadapi tantangan dalam arus modernisasi dan globalisasi. Pengaruh budaya luar, urbanisasi dan perubahan sosial dapat menyebabkan penurunan minat terhadap agama lokal dan penelantaran. Beberapa praktik keagamaan lokal juga terancam oleh konversi agama, hilangnya pengetahuan tradisional, dan pengaruh agama universal.

Pemerintah dan lembaga terkait juga berperan penting dalam mendukung dan memajukan peran agama-agama lokal. Mereka dapat mendukung pelestarian praktik dan tradisi keagamaan lokal dengan mengakui, melindungi secara hukum, dan mempromosikan kegiatan budaya yang terkait dengan agama lokal. Selain itu, pemangku kepentingan dapat melibatkan umat beragama setempat dalam pengambilan keputusan tentang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat.

Penting untuk dicatat bahwa agama-agama lokal tidak bertentangan dengan agama-agama universal nusantara. Sebaliknya, ada potensi sinergi dan saling melengkapi di antara keduanya. Agama lokal dapat menawarkan dimensi spiritual yang mendalam dan penghormatan terhadap alam, sementara agama universal menawarkan kerangka moral dan etika yang luas.

Dalam konteks inklusif, agama lokal dapat berfungsi sebagai bagian integral dari keragaman agama nusantara yang mencerminkan kekayaan keragaman budaya dan kearifan lokal. Singkatnya, agama lokal berperan penting dalam kehidupan penduduk nusantara. Mereka menjadi penjaga keharmonisan dengan alam, memperkuat identitas sosial dan solidaritas serta membawa kemakmuran dan kesehatan bagi masyarakat.

Namun, peran agama lokal menghadirkan tantangan dalam menghadapi dampak perubahan sosial dan globalisasi. Oleh karena itu, upaya melestarikan, menghargai, dan memajukan agama lokal sebagai bagian integral dari warisan budaya nusantara harus terus dikembangkan. Dengan menjaga keseimbangan antara agama lokal dan universal, penduduk nusantara dapat menggunakan kekayaan spiritualnya untuk membangun masyarakat yang harmonis, adil dan berkelanjutan.

C. Permasalahan Agama lokal dan Kepercayaan di Indonesia

Sebagai negara dengan keragaman suku, budaya, dan agama yang besar, Indonesia menghadapi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan lokal. Agama dan kepercayaan lokal merupakan bagian penting dari identitas budaya masyarakat Indonesia. Namun, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan terkait agama dan kepercayaan lokal di Indonesia. Berikut beberapa hal yang perlu disoroti:

  1. Diskriminasi dan intoleransi:

Salah satu masalah terbesar yang dihadapi agama dan kepercayaan lokal di Indonesia adalah diskriminasi dan intoleransi. Terkadang agama lokal dianggap kurang diakui atau dihormati dibandingkan agama besar seperti Islam, Kristen, Hindu, dan Budha.

 Hal ini dapat berdampak pada ketidakadilan sosial, pembatasan kebebasan beragama dan kesulitan dalam menjalankan praktik keagamaan secara bebas.

  1. Konflik antar agama:

Konflik antar agama juga dapat mempengaruhi agama dan kepercayaan lokal. Perbedaan keyakinan dan interpretasi agama dapat menimbulkan ketegangan dan ketegangan antar kelompok agama yang berbeda. Konflik semacam itu sering muncul sebagai akibat dari kesalahpahaman, ketidakadilan, atau persaingan kepentingan antar kelompok agama.

  1. Jumlah pengikut menurun:

Agama dan kepercayaan lokal di Indonesia menghadapi tantangan karena semakin berkurangnya jumlah penganutnya. Globalisasi, modernisasi dan pesatnya arus informasi telah sangat mempengaruhi cara berpikir dan gaya hidup masyarakat. Beberapa generasi muda kehilangan minat dan pemahaman tentang agama lokal dan kepercayaan tradisional, yang menyebabkan kepunahan dan hilangnya warisan budaya yang berharga. 

Pada akhirnya, penting bagi Indonesia sebagai negara yang menghargai keragaman untuk memastikan bahwa agama lokal dan kepercayaan dihormati dan dilindungi sebagai bagian integral dari identitas budaya dan kebebasan beragama di Indonesia.

Ikuti tulisan menarik Bajra Bhagawanta lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler