x

cover buku Dokter Bola Indonesia

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 9 Juli 2023 21:21 WIB

Endang Witarsa Alias Liem Soen Joe Legenda Bola Indonesia

Endang Witarsa alias Liem Soen Joe adalah legenda bola Indonesia yang tak lagi dikenal oleh khalayak bola masa kini. Prestasinya sebagai pemain, pelatih dan pemandu bakat sangat besar bagi perkembangan persepakbolaan Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Drg. Endang Witarsa – Dokter Bola Indonesia

Penulis: H. Isyanto

Tahun Terbit: 2010

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Suara Harapan Bangsa

Tebal: xi + 192

ISBN: 978-602-96099-9-8

 

Buku “Dokter Bola Indonesia” karya H. Isyanto ini menjelaskan sosok pahlawan sepakbola yang kurang dikenal oleh khalayak saat ini. Padahal peran dia sangatlah besar di awal Kemerdekaan sampai era 70-an. Sosok tersebut adalah Liem Soen Joe alias Endang Witarsa. Melalui buku ini saya menjadi tahu bahwa Drg. Endang Witarsa alias Liem Soen Joe adalah sepakbolawan sejati. Soen Joe-lah pelatih pertama yang mempersembahkan piala internasional bagi PSSI di tahun 1966 (hal 57). Bahkan dia mempersembahkan 5 dari 7 piala internasional pertama yang diraih oleh Indonesia.

H. Isyanto memberikan latar belakang persepakbolaan Indonesia di masa Hindia Belanda sampai lahirnya PSSI di bab 1. Di bagian ini dijelaskan bahwa Liem Soen Joe pernah terpilih untuk mewakili Hindia Belanda ke Piala Dunia 1938. Soen Joe menolak karena ia ingin menyelesaikan kuliah Kedokteran Gigi yang sedang ditempuhnya tepat waktu (hal. 10).

Soen Joe adalah seorang pemain, pelatih dan talent scouter sepakbola yang luar biasa. Dedikasinya untuk sepakbola Indonesia tak perlu diragukan. Ia mengorbankan karirnya sebagai dokter gigi hanya untuk menggeluti sepakbola. Dokter gigi yang pernah memasang gigi palsu Presiden Sukarno itu lebih mengutamakan sepakbola daripada mencari uang dari praktik sebagi dokter gigi. Jika jam latihan sudah menjelang, yaitu jam 3 sore, tak segan-segan ia mengirim pasien yang masih mengantri ke praktik istrinya. Layaklah kalau Liem Soen Joe mendapatkan penghargaan dari berbagai pihak (hal. 159).

Liem Soen Joe dilahirkan dalam keluarga tionghoa di Kebumen, Jawa Tengah. Sejak kecil bakatnya bermain bola sudah terlihat. Demikian pun dengan kegilaannya terhadap sepakbola. Ia memimpin teman-temannya untuk bermain bola hampir setiap sore. Jika ada pertandingan ia bersama kawan-kawannya selalu menonton ke Gombong, Purwokerto, Kutoarjo dan sekitarnya. Bahkan mereka pernah naik sepeda ke Semarang hanya untuk menyaksikan sebuah pertandingan bola (hal 15).

Karirnya sebagai pemain dimulai saat ia memperkuat tim Voetbalbond Bataviasche Omstreken (VBO) – cikal bakal Persija yang pemainnya mayoritas orang Tionghoa (hal. 28). Soen Joe ikut tour VBO ke Singapura. Selanjutnya Soen Joe bergabung dengan klub Union Makes Strength (UMS). Sone Joe-lah yang mengusulkan supaya UMS tidak hanya merekrut pemain dari keturunan tionghoa saja. Tetapi ia mengusulkan untuk merekrut pemain bola yang memang berbakat. Tidak penting di dari etnis apa. Maka sejak tahun 1950, UMS menerima pemain non tionghoa (hal. 40).

Karir kepelatihan Soen Joe berawal dari saat ia mendapatkan beasiswa untuk mempelajari ilmu kedokteran di Seattle USA. Setahun di Amerika, Sone Joe justru memborong buku-buku sepakbola. Ia mempelajari model sepakbola Brazil dari buku-buku. Saat ia kembali ke Indonesia, ia menerapkan model sepakbola Brazil yang memakai sistem 4-2-4. Soen Joe lah yang memperkenalkan sistem ini di sepakbola Indonesia. Sistem yang dibawanya ini membuat perubahan cara main yang lebih menarik karena selalu menyerang dibandingkan dengan sistem lama, yaitu sistem WM. Dengan sistem 4-2-4 Soen Joe sukses membawa UMS maraih juara dengan tak terkalahkan di tahun 1959/1960.

Karir kepelatihannya semakin meningkat saat ia dipercaya untuk menukangi Persija tahun 1963 (hal. 48). Tahun berikutnya, 1964 Soen Joe langsung membawa Persija untuk menjadi juara nasional untuk kali pertama. Keberhasilannya menukangi Persija membuat ia dipercaya membesut Tim Nasional. Soen Joe-lah pelatih Tim Nasional pertama yang mampu mempersembahkan piala kejuaraan internasional. Ia membawa pulang Piala Aga Khan di tahun 1966. Ia juga membawa Garuda menjuarai Piala Raja di Bangkok tahun 1968 dan menjuarai Merdeka Games tahun 1972 di Kualalumpur

Selanjutnya ia menukangi beberapa tim Galatama di kompetisi nasional. Setelah pensiun dari Tim Nasional, Soen Joe masih melatih di klub UMS di lapangan Petak Sinkian sampai umur 90 tahun (hal. 100).

Sebagai pelatih, Soen Joe tidak hanya dikenal jago dalam hal tak-tik. Ia juga dikenal sebagai pelatih yang tajam melihat bakat calon pemain besar. Soen Joe menemukan Didik Kasmara (hal. 46), Warta Kusumah (hal. 85) dan kemudian Widodo Cahyono Putro (hal. 86). Pemain-pemain tersebut ditemukan saat mereka masih bermain di klub daerah. Melalui polesan Soen Joe, pemain daerah tersebut berhasil menjadi pemain nasional, bahkan terkenal di percaturan internasional.

Selain membahas tentang sepakterjang Liem Soen Joe di bidang sepakbola, H. Isyanto juga melengkapi kisah hidup Liem Soen Joe. H. Isyanto membeberkan tentang percintaan Soen Joe dengan Kho Siok Lie yang kemudian dinikahinya, anak-anaknya, menantunya dan cucu-cucunya. Kisah-kisah perjuangan mereka sebagai keluarga juga disinggung di buku ini. Termasuk peristiwa perampokan terhadap keluarga Soen Joe yang terjadi sampai 3 kali.

H. Isyanto secara menarik menjelaskan mengapa Soen Joe akhirnya memilih nama Endang Witarsa, meski Soen Joe bukanlah orang Sunda. Soen Joe lahir di Kebumen, Jawa Tengah. Ia berdarah Tionghoa. Persinggungannya dengan Sunda hanyalah saat ia tinggal di Garut yang tidak lama. Namun ia memilih nama Endang Witarsa saat berganti nama di tahun 1967. Nama Witarsa diusulkan oleh rekan sejawatnya di PSSI – Aang Witarsa. Aang Witarsa mengusulkan nama Endang kepada Soen Joe. Namun Endang dalam budaya Jawa selalu dipakai untuk nama perempuan. Maka Aang mengusulkan supaya Soen Joe memakai nama Endang Witarsa supaya dianggap sebagai lelaki Sunda asli (hal. 65). Tanpa banyak protes, Soen Joe menerima usulan tersebut. Maka sejak itu ia menyandang nama Endang Witarsa. 766

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

17 jam lalu

Terpopuler